Egois

6.7K 465 2
                                    

Sepanjang jalan, Tasia tidak bisa tenang. Pernyataan Hadyan di rest area ampuh membuat penyakit parnonya kambuh hingga ia terus memikirkan segala kemungkinan celaka yang akan terjadi akibat makhluk-makhluk gaib seperti yang sering ia tonton di televisi.

Tasia tidak dapat tidur seperti yang lainnya meski ia sudah makan kenyang. Ia bangun dari sandarannya berniat berbicara dengan Hadyan meski terhalang oleh tubuh Marya yang duduk di antara mereka berdua.
Hadyan mengangkat kedua alisnya yang menyaratkan tanya 'ada apa?'.

"Aku takut karena ceritamu." bisiknya. Hadyan langsung tertawa kecil melihat wajah panik itu.

"Tidak ada apa-apa. Tidurlah, kau sudah kelelahan seperti yang lainnya."

"Tidak ada apa-apa, apanya? Jelas-jelas kau yang bilang tadi bahwa sepanjang jalan ada banyak hantu. Bagaimana jika sampai mereka menyebabkan bus kita ini kecelakaan seperti yang sering terjadi?" ujarnya panik.

Hadyan menggeleng "Tidak akan terjadi. Aku tau itu, sopir kita beriman kuat dan ada yang menemaninya menyetir. Jangan khawatir, tidurlah." ia menegakkan tubuhnya dan mendorong ringan pundak Tasia untuk kembali bersandar.

Tasia masih memasang wajah was-wasnya yang menjadi lebih parah saat penyakit parnonya kambuh. Hadyan tersenyum geli "Aku akan menjagamu. Aku berjanji. Tidurlah."
Entah mengapa, hanya dengan mendengar kalimat itu dari mulut Hadyan dan melihat wajahnya berhasil membuat Tasia tenang hingga ia tertidur.

"Aku ingin pulang.." ia merasakan pipinya basah dan tangannya meremas kain satin halus yang ia diduduki

Tasia membuka kedua matanya yang berat dan basah, samar-samar ia melihat wajah Hadyan sangat dekat padanya. Hadyan bahkan terlihat begitu gagah dibanding dengan penampilan kesehariannya.

"Aku ingin pulang! Tolong biarkan aku pulang! Ku mohon!" Kenapa aku mengatakan itu? Hadyan, mengapa ku menangis?

Aku tidak dapat mengendalikan tubuhku sendiri. Aku takut. Hadyan, tolong! Apa yang terjadi padaku?

Tasia menatap kedua mata Hadyan yang juga menatapnya lekat. Ia ketakutan dan kebingungan. Namun, tatapan itu, wajah itu, membuat dirinya tenang.

"Aku mau pulang!" Kenapa mulutku terus kembali mengucpakan kalimat ini?

"Tasia! Tasia, bangun! Kita sudah sampai." Tata menggoyang-goyangkan pundak sahabatnya yang tidur seperti kerbau itu.

Tasia membuka matanya kaget, ia bermimpi aneh hingga sulit untuk bangun. "Yaampun, susah sekali membangunkanmu! Tidak biasanya kau seperti ini, kau kelelahan?" Tata menggeleng-gelengkan kepalanya. Lalu Tasia segera mengikutinya turun dari bus yang hampir kosong. Mereka sudah sampai di depan sebuah vila besar dengan lahan lapang yang cukup besar untuk memarkir bus-bus sekolah.

Hari sudah malam, saat itu waktu menunjukkan pukul sembilan dan para panitia segera mengatur pembagian kamar para peserta.

"Kau kenapa, Tasia? Kelelahan? Atau mimpi makan banyak?" Patra menggodanya.

"Kau tau? Dia mengambil gambar-gambarmu saat kau tidak bisa bangun." Ujar Mark dengan sengiran.

"Apa?! Kurang ajar kau, Patra! Kemarikan ponselmu!" Tasia langsung berebut ponsel yang digenggam oleh pemiliknya itu.

Patra tertawa keras "Ayo! Loncat! Loncat seperti kanguru!" serunya dengan mengangkat ponselnya tinggi-tinggi. Tasia tidak menggubris godaan sahabatnya dan tetap berusaha meraih ponsel itu. Tiba-tiba matanya menangkap sesuatu hingga ia berhenti melompat.

"Marya benar-benar agresif, ya?" Tawa Patra, menatap hal yang sama dengan gadis di sampingnya. Hadyan sedang bercengkrama hangat dengan Marya di samping pintu bus yang masih terbuka. Mereka terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang kasmaran.

The Prince Of The East Sea // EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang