Siapa Dia?

8.8K 612 2
                                    

Aku tau yang aku lakukan salah. Tidak ku sangka keluarganya telah tiada.

"Aku merasa, jika ada sesuatu yang ingin menjahatiku, maka tidak akan ada orang yang akan menolongku."

Kata-katanya itu selalu rengiang di kepalaku. Seharusnya aku tidak melakukan hal itu. Seharusnya aku melindunginya, bukan menakutinya.

Hadyan bergerak dengan gelisah. Ia menunggu pangeran Rangin, orang yang mengusulkan ide gila soal menakuti Tasia.

"Ada apa? Jangan terlalu sering datang ke sini, kutukanmu pada gadis manusia itu bisa pudar lebih cepat." Ucap Rangin tanpa basa-basi. Sebuah kekhawatiran terlihat dari raut wajahnya.

"Caramu salah, kak. Aku salah tentang dirinya. Kini aku tau mengapa ia selalu ketakutan secara berlebihan." Cecarnya, tidak perduli pada apa yang dikatakan Rangin.

"Maksudmu?"

"Keluarganya, seluruh keluarganya meninggal dalam sebuah kecelakaan. Sejak itu ia menjadi sangat penakut. Malam itu, aku melakukan apa yang kau anjurkan. Dan hasilnya, ia menangis ketakutan sepanjang malam.
Kita selalu membuat manusia menangis dan ketakutan. Tapi kali ini, manusia ini berbeda. Ia adalah calon pendampingku." Ungkap Hadyan panjang lebar.

"Kau terlihat frustasi, Hadyan. Aku minta maaf jika caraku ternyata menyakitinya. Hanya itu cara yang ku tau, menakuti manusia atau menculik mereka. Tapi, apakah kau yakin ingin melanjutkan semua ini?"

"Apa? Aku tidak bisa mundur, Rangin! Aku sudah terlanjur mencintainya. Aku harus mendapatkan Tasia." Kukuhnya.

"Baiklah.. baiklah.. tapi taukah kau? Dengan kabar bahwa keluarga gadismu itu sudah tiada, sepertinya itu menjadi sebuah keuntungan untukmu."

Hadyan menatapnya penuh tanya. Hingga Rangin menarik nafas dan tersenyum sedikit.

"Kau bisa membawanya dengan mudah nanti. Karena ia tidak memiliki apapun yang ia tinggalkan di alam manusia."

Perlahan Hadyan tersenyum mengerti. Ia mengangguk-angguk senang pada sebuah keindahan di samping kenyataan pahit.

****

"Arkhh!!" Tasia memekik kaget saat merasakan suatu sensasi panas dan ngilu di punggungnya.

Luka itu, memar yang kemarin.

Ia segera melangkah menuju kamar mandi yang terdapat kaca besar di sana.

Ia mengangkat kaos kuning bergambar tokoh kartun spongebob hingga ke atas dada. Memar itu masih terlihat jelas, dan baru kali ini menyebabkan suatu rasa sakit padanya.

Warna itu sudah sedikit memudar dibanding hari pertama ia melihatnya. Tapi, memar merah itu malah semakin panjang. Entah luka apa itu, Tasia tidak ingin merepotkan om dan tantenya hanya untuk sekedar memeriksakan dirinya ke dokter. Karena jika itu luka serius, seharusnya sudah dilaporkan oleh dokter di RS ketika ia diselamatkan dari tepi pantai.

Memarnya semakin panjang. Kenapa bisa?

Namun karena sakit itu hanya sesaat, ia memilih untuk tidak memperdulikannya. Terlebih dengan warna yang sudah sedikit memudar, Tasia berpikir memar itu akan segera sembuh.

Ah... Mungkin pakai kaos ini saja tidak masalah.

Segera ia mengambil ransel dan tas biolanya. Ia memilih untuk menghadiri kelas les hanya mengenakan kaos kuning dan celana jeans hitam ketat.

"Aku sudah memilihmu. Kau harus tinggal di sini bersamaku. Hidup abadi"

"Apa?" Tanyanya dengan lantang.

The Prince Of The East Sea // EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang