13. The Knight With(out) Shining Armor

1K 161 6
                                    

Mobil yang dikendarai Arina baru masuk pelataran sebuah bangunan yang tidak terlalu besar. Logo bergambar puppy dengan tulisan Pet Lovers menandakan bahwa tempat ini adalah yang dimaksud Gilang. Tempat di mana dia menitipkan dua kucing miliknya selama pemuda itu sibuk bekerja dan pergi beberapa hari ke luar kota. Lagipula tempatnya memesan paket makan siang tidak jauh dari salon hewan ini. Jika ia bisa menyingkat waktu, maka lebih baik jika tidak perlu menunggu sampai ia selesai mengantar kotak makan siang ke lokasi syuting. Ya lagipula, jika bosan karena terjebak macet, Arina bisa iseng bermain dengan salah satu kucing itu di mobil.

Arina keluar dari salon dan penitipan hewan dengan membawa dua keranjang tertutup yang masing-masing berisi satu ekor kucing. Ia kembali masuk ke mobil setelah meletakkan dua keranjang itu di barusan tengah kursi penumpang. Sejenak ia mengagumi seekor kucing persia berbulu abu-abu. Tatapan manja makhluk lucu itu amat menggemaskan, membuat Arina dengan sukarela membuka kunci keranjangnya dan mengeluarkan si pemilik bulu lebat dan halus itu.

"Awww... Cutie, what is your name?" Dengan suara melengking, Arina menyambut makhluk manis itu dan membawanya ke jok kemudi. Ia meraba tali lonceng yang melingkari si manis dan mendapati bahwa kucing ini punya nama.

"Oh, namamu Grey? Nama yang manly sekali..." Serunya sembari mengusap-usap bulu lebat si kucing. Memangkunya sebentar sebelum Arina mulai menyalakan mesin mobil. Lalu dengan berseri-seri--seolah melupakan insiden pagi tadi yang membuat moodnya berantakan--Arina mengemudikan kembali mobil milik Gilang menuju lokasi syuting.

Dilihatnya si kucing bernama Grey itu melompat ke jok samping. Arina berusaha meraihnya tapi konsentrasinya masih terpusat pada kondisi jalan di hadapannya. Saat Grey mulai tenang dan  duduk di samping Arina, gadis itu pun kini tenang.

Hingga ponselnya berdering. Dan kini konsentrasi Arina pun kembali terbelah. Jalanan mulai macet dan mobil berkali-kali berhentu. Dengan kondisi itu mungkin tidak apa-apa jika ia menerima telepon meski masih menyetir. Arina pun menyambungkan ponselnya dengan bluetooth headset untuk memudahkannya bicara saat menyetir.

"Sandraaaaa...." Panggilnya pada sosok sahabat baiknya yang berbaik hati meneleponnya.

"Pagi-pagi lo ngomel di Whatsapp. I thought you were happy for working again. Kali ini apa?"

"Gilang, San... Dia bener-bener bikin gue kesal. Dia minta gue bekerja jadi manajernya, tapi yang sebenarnya sudah ada orang lain yang menjadi manajernya."

"Oh ya? Kenapa begitu?"

"Mana gue tahu. Lo tahu bagian yang paling ngeselin? Manajer itu ngurusin semua urusan penting yang berhubungan dengan kontrak Gilang dan semua manajemen kerjaan Gilang. Sedangkan gue bok, cuma disuruh-suruh doang. Beli makan siang, nganterin makan, jemput kucingnya. Can you believe it?"

"You should be happy. Kerjaan lo nggak ribet-ribet amat. Digaji pula," ucap Sandra tertawa di telepon.

"Kerjaan gue nggak beda sama pembantu tahu. Apanya yang happy?"

"Tapi kan memang elo yang minta dikasih kerjaan ke dia? Jangan protes dong. Lagian, dia udah liat kapasitas lo nanganin hal-hal yang berhubungan sama kerjaan dia, dan lo gagal. Kalo gue jadi Gilang, gue rasa gue pun nggak akan bisa kasih kepercayaan lo semudah itu lagi."

"Jahat lo, San... Lo temen gue bukan sih?"

"Temen baik nggak akan cuma ngomong manis tapi ujungnya ngejerumusin. Gue bicara berdasarkan data dan kenyataan."

"Tapi... This is unfair..."

"No, Dahling... Lo yang minta kerjaan. Dia kasih kerjaan. Itu adil, meski kerjaan lo macam pesuruh. Bukannya manajer memang selain ngurusin administrasi kontrak artis, dia juga ngurusin tetek bengek printilan nggak penting lain? Kalau lo pengen cepet naik kasta dan bukannya jadi pesuruh doang, belajar sama manajer satu lagi."

Dear Miss Manager (Tamat Di KK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang