31. The Proposal?

1K 153 5
                                    


"Kamu bukan orang pertama yang nyari Arina di rumahku." Sandra menyodorkan sekaleng minuman yang diambilnya dari kulkas. Sosok laki-laki yang duduk di sofa tepat di hadapannya terlihat letih, seolah ia baru saja mengitari seluruh kota untuk mencari keberadaan Arina. Saat ini hari sudah sangat larut dan Sandra baru saja ingin istirahat. Tapi rupanya tamu yang tak disangka memencet bel apartemennya dan membuat Sandra menunda kantuknya.

"Apa, Arina datang kemari lagi setelah aku meneleponmu siang tadi?" tanya laki-laki itu.

Sandra berpikir sejenak sebelum akhirnya melanjutkan bicara. "Tentu saja, dua hari sebelumnya dia selalu nginap di sini. Tapi kalau maksud pertanyaanmu adalah hari ini, sejak dia keluar dari apartemenku pagi tadi, tidak, Arina belum kemari."

"Astaga dia ngapain sih? San, kamu nggak tahu apa yang terjadi sama dia? Apa dia sakit?"

Sandra menatap sosok di hadapannya. Timbul simpati saat mengetahui ada orang yang memang sangat memperhatikan sahabatnya itu. Dan setelah mengetahui bahwa Gilang, sosok yang mondar-mandir dengan bahu penuh kecemasan itu terus memperlihatkan wajah gelisah, mau tak mau Sandra merasakan tidak enak. Hanya saja ia kadung mengucapkan janji pada Arina pagi tadi.

"Kalau Gilang tanya soal gue, gue mohon, San... Jangan katakan apapun soal masalah gue. Jangan tanya alasannya kenapa, yang jelas Gilang nggak boleh tahu."

Sandra menghela napas, sangat menyesal bahwa ia telah berjanji tidak akan mengucapkan apapun yang berkaitan dengan masalah yang dialami sahabatnya itu.

"Arina... Well, saya pikir dia bakalan baik-baik saja. Mungkin ada masalah, tapi sebaiknya kamu nggak perlu berlebihan khawatir. Tenang saja, dia nggak akan mangkir dari kerjaan," ujar Sandra pura-pura tenang.

"Aku nggak peduli tentang pekerjaan dia. Aku cuma ingin tahu dia ada di mana sekarang dan kenapa ponselnya mati. Tunggu, kamu bilang aku bukan orang yang pertama mencarinya. Apa ada orang lain yang datang dan menanyakan hal yang sama?"

Arina mengangguk pelan.

"Siapa dia?" tanya Gilang. Namun hanya dijawab dengan senyuman tipis Sandra yang tampak mencari-cari sebuah ekspresi kecemburuan dari raut Gilang.

"Joe. Siapa lagi? Saya juga heran darimana Joe tahu apartemen ini sementara dia belum pernah kemari. Rupanya karena Arina dulu pernah mengirimkan peta lokasi ke ponselnya demi janji kencan yang akhirnya tidak terlaksana," ujar Sandra dengan nada yang ringan seolah ia tidak terlalu merasa bersalah mengucapkan nama seorang laki-laki yang sangat dibenci Gilang.

Sandra bukannya tidak tahu dua laki-laki ini saling membenci hanya saja, karena tidak ingin melanggar janjinya dengan Arina, Sandra terpaksa memberikan 'petunjuk' bahwa jika ingin tahu apa yang terjadi pada Arina, lebih baik jika Gilang mencari Joe, dan bukan dirinya. Karena beberapa saat lalu, ia sudah memberitahu Joe di mana Arina sekarang.

"Hei, Gilang... Bagaimana proyek variety show bertema pernikahan itu yang akan jadi proyekmu berikutnya?" Sandra mengalihkan topik, semata ia ingin tahu banyak soal Gilang. Sejak mengetahui Gilang yang pernah membuntuti kencan Arina, Sandra sudah lama mengetahui pemuda itu lumayan menaruh perasaan pada Arina. Sebesar apa, dia kurang tahu. Tapi yang jelas, menurutnya jika ia menyukai Arina, untuk apa Gilang mau-maunya ikut acara program pernikahan itu, sekalipun hanya pura-pura saja.

"Biasa saja," jawab Gilang tak bersemangat.

"Kenapa kamu menerima job semacam itu? Apa kamu... Mulai memikirkan pernikahan?" Pelan-pelan Sandra bertanya, seolah ia takut topik ini tidak terlalu disukai pemuda yang masih sangat hijau seperti Gilang.

"Yang benar saja. Ini kerjaan Arina yang seenaknya menerima job tanpa diskusi dulu. Sudahlah itu nggak penting," jawab Gilang ketus.

Tapi ini penting buat Arina, batin Sandra yang pura-pura sibuk menyesap minuman kopi kalengan, saking ia terlalu malas menyeduh kopi dari biji kopi.

Dear Miss Manager (Tamat Di KK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang