4. Between Hope and Desperation

1.3K 194 7
                                    

"Gilang Higa?"

Arina mengernyitkan keningnya, mencoba mengingat-ingat nama yang baru saja disebut Katrina.

"Iya, kakak nggak tahu? Dia aktor yang paling banyak dipakai film-film populer. Film apapun yang dibintangi dia pasti ngehits banget. Popularitasnya jempolan," ujar Katrina bersemangat.

"Oh ya? Aktingnya juga jempolan nggak?"

"Ya pastilah. Belum ada aktor muda yang jadi the most wanted para sutradara dan sineas film di usia semuda dia. Sembilan belas tahun lhoo... Kecuali Gilang."

"Tsk, aktor brondong. Pantes kakak nggak tahu. Kenapa sih kamu ikut audisi pemain film yang pemerannya brondong? Kalo kakak mesti nunggu lama sampai audisi kamu kelar, minimal kasih pemandangan cowok-cowok mapan dan matang dong."

"Ada kok yang matang dan dewasa."

"Siapa?" Tanya Arina.

"Roy Sahetapy," jawab Katrina sembari nyengir.

"Iiishhh..."

Dengan gemas dicubitnya pipi adiknya yang belum lama ini menyandang status mahasiswa. Ini ke sekian kalinya sejak kembali ke rumah orangtua, kesibukan sehari-hari Arina lebih sering dihabiskan sebagai sopir pribadi adiknya.

Arina bisa saja memutuskan kembali ke apartemen karena ia tetap mendapatkan bagian yang lumayan dari pembagian hasil butik yang kini sudah dialihkan ke orang lain. Tapi ia tidak berani berspekulasi jika kini statusnya masih pengangguran. Dengan biaya sewa apartemen dan biaya hidup yang kurang ajar mahalnya, hanya tinggal tunggu waktu saja sampai semua uangnya ludes.

Sampai Arina punya pekerjaan baru, ia merasa perlu menebalkan muka dengan numpang tinggal di rumah orangtuanya. Tentu saja ia tidak akan pernah menceritakan kebodohannya tentang Jody yang kabur dengan membawa uangnya. Jika bunda dan ayah sampai tahu soal itu, barangkali ide untuk menjadi isteri juragan toko besi yang duda cerai tiga kali itu bukan lagi cuma ancaman.

Arina bukannya tidak berusaha. Setidaknya sudah empat kali ia mendatangi beberapa wawancara kerja dan kembali menjadi bagian dari kehidupan kerja kantoran di Jakarta, tapi tidak ada yang cocok. Maksudnya, tidak ada staff HRD yang merasa cocok untuk merekrutnya kerja.

Barangkali karena usianya yang sudah melewati masa awal penjajakan karir wanita. Karena sudah bukan rahasia umum lagi, untuk posisi junior dalam jenjang karir mana pun, rata-rata mensyaratkan umur maksimal adalah 25 - 27 tahun. Untuk posisi yang lebih tinggi biasanya diperlukan pengalaman kerja yang memadai. Well, menjadi salah satu pemilik butik yang belum genap berjalan dua tahun belum cukup untuk memenuhi persyaratan posisi manajerial. Ditambah bahwa fakta bahwa di antara sesama pemegang kendali butik, peran Sandra jauh lebih besar ketimbang dirinya. Arina tidak cukup percaya diri menyasar posisi yang butuh banyak tanggungjawab. Bagaimana ia akan bertanggungjawab dengan masalah perusahaan yang lebih pelik, ia bahkan lupa caranya bertanggungjawab pada diri sendiri.

Ahhhh... Arina sungguh malu. Dua tahun lagi umurnya akan menginjak kepala tiga, tapi tak ada yang bisa dibanggakan dengan pencapaiannya selama ini. Belum cukup dengan fakta di atas, kini ia hanya menjadi orang tidak penting di rumah orangtuanya. Numpang tinggal secara gratis dengan kesibukan yang hanya menjadi sopir adiknya.

Perfect.

Mobil yang dikendarai Arina masuk ke pelataran gedung dengan nama production house yang cukup terkenal, Blue East Production. Penuhnya area parkir dengan kendaraan membuat Arina cukup kesulitan mencari spot parkir untuk mobil sedan Corolla yang dipinjamnya dari ayah.

"Gila, rame banget... Berasa bakal ada karnaval nih. Kamu yakin bakal ikutan audisi di tempat begini?" tanya Arina.

"Yakin lahh..."

Dear Miss Manager (Tamat Di KK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang