Arina menatap bayangan Gilang melalui cermin di ruang ganti. Seperti biasa, dengan gaya apapun rambut Gilang ditata dan dengan pakaian yang mana pun, sosok Gilang selalu berhasil membuat debar jantung Arina tidak tenang. Padahal Gilang hanya mengenakan t-shirt polos yang tertutup jas warna hitam. Bentuk jas yang menempel sempurna di badannya mencetak jelas otot bisep pemuda itu. Agak sulit dipercaya dibalik penampilan serba sempurna dan menggiurkan, sosok di dalamnya hanyalah pemuda pemarah yang baru berusia dua puluh tahun. Ditambah pula make up artist membuat riasan gelap di sekitar mata Gilang, membuat sosok aktor itu terlihat seksi dan misterius.Tuhan...
Yah, wajar... Gilang adalah aktor terkenal yang digilai banyak wanita, dasar bodoh kau Arina.
Tapi, tidakkah kesunyian ini terlalu aneh? Gilang jadi terlalu pendiam belakangan ini. Arina tahu Gilang mungkin tidak terlalu mengkhawatirkan dirinya seperti yang ia sangka selama ini saat beberapa hari lalu Arina menghilang seharian dan tidak menyalakan ponselnya sama sekali. Gilang tidak marah tapi juga tidak penasaran dengan apa yang terjadi pada Arina. Arina merasa sedikit kesal, seolah kehadirannya tidak banyak punya arti bagi Gilang. Bodohnya dirinya bahkan merasa gamang tatkala Joe melamarnya. Gamang karena jelas saat itu sosok yang ada di dalam benaknya adalah pria yang saat ini sibuk membaca majalah otomotif sembari menunggu stylist selesai menata rambutnya.
Seolah mendengar isi pikiran Arina, Gilang pun menatap Arina melalui cermin hingga tatapan keduanya bersirobok.
Refleks Arina memalingkan pandangan dengan cepat. Ia tidak menyangka Gilang menatapnya langsung dan sorot mata jernih itu, seolah sanggup meruntuhkan semua pendirian awalnya, yang selalu menetapkan Gilang pada kategori berondong yang hanya enak dilihat.
"Ehm, aku tunggu di luar ya. Di sini kayaknya agak panas," ujar Arina berpamitan pada Gilang untuk meninggalkan ruang ganti.
"Kamu sakit?" tanya Gilang.
Arina menggeleng, "Nggak. Aku baik-baik saja."
"Good. Lain kali kasih alasan kalau kamu lagi nggak ingin mendampingiku kerja. Sekali lagi kamu bersikap seperti kemarin, aku benar-benar bakal pecat kamu," kata Gilang dengan suara yang dingin, dengan tatapan pria itu kembali pada majalah yang dibacanya.
Arina tidak menjawab, alih-alih kesal karena ancaman Gilang ia hanya tersenyum. Sudah sewajarnya Gilang berkata seperti itu. Arina kemarin sudah berlaku tidak profesional dan mengabaikan etiket kerja. Tapi tetap saja, di sudut batinnya, ada rasa sakit yang menyelinap keluar.
"Jangan khawatir. Aku janji nggak akan begitu lagi," ujarnya dengan senyum terulas. Senyum dunia bisnis yang selalu dibanggakannya saat bertemu client. Bukannya senyum yang hanya diperuntukkan untuk Gilang seperti biasanya.
Arina berjalan menuju tempat di mana orang-orang di luar kru TV berkumpul. Hari ini adalah hari syuting episode kedua acara variety show Blind Marriage yang bersetting studio. Sebelumnya pihak kru acara selesai mengambil gambar di apartemen Gilang untuk mengenal kehidupan sehari-hari Gilang dari dekat.
Arina sebagai manajer Gilang secara wajar juga akan muncul dalam Blind Marriage, karena tentu saja yang diperlihatkan pada pemirsa adalah kondisi realita kehidupan Gilang dan siapa saja yang berinteraksi langsung dengan aktor itu. Hanya saja kondisi emosinya saat itu membuat Arina mengarang alasan untuk menolak disorot kamera.
Sampai sekarang pun sulit memutuskan apakah Arina siap atau tidak. Untung saja sekarang ini pengambilan gambar dilakukan di studio bersama para host yang memandu acara variety show yang sudah berjalan. Untuk episode kali ini, Gilang akan menentukan siapa kandidat calon pengantinnya yang beruntung mendampinginya sebagai 'isteri'.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Miss Manager (Tamat Di KK)
ChickLitPengorbanan demi cinta tidak selalu berujung manis. Arina menyesal telah memberikan semuanya untuk Jody, pacar yang dicintainya. Di hari ulangtahun pacarnya, Arina mendapati kenyataan bahwa Jody pergi dengan membawa semua uang Arina yang harusnya di...