Bab 12

3.7K 331 4
                                    


BAB 12

Sudah hampir seminggu Tara tidak bertegur sapa dengan Luna dan Sheila, dia masih setia berteman dengan geng Vidia. Dan sampai sekarang juga Luna belum tahu pasti apa yang dibicarakan Vidia dengan Kalan saat itu, karena bukan hanya Sheila yang paham kalau ada yang berusaha disembunyikan Kalan dari Luna, tapi sebagai pacarnya tentu Luna sangat tahu ekspresi Kalan saat ia jujur atau tidak. Tapi tentu saja Luna percaya Kalan mungkin berbohong demi kebaikan bukan berbohong yang berarti berkhianat. Mungkin saja karena Kalan tahu Luna dan Tara bersahabat, ia tidak mau merusak hubungan itu.

Oke, Kalan tahu Luna dan Tara bersahabat, lalu kenapa Kalan harus berbohong demi kebaikan Luna? Apa benar Tara sudah mulai melakukan aksi balas dendamnya pada Luna? Apa benar Tara mencoba menyakiti Luna dengan mendekati Kalan? Tapi Luna menolak untuk percaya kalau Tara akan berbuat sejauh itu.

Luna menepuk jidatnya keras-keras agar segala pikiran ini tidak terus bercokol di otaknya dan berujung membuatnya gila. Kehilangan Tara saja sudah menyiksa perasaan Luna, apalagi bila berpikir bahwa Tara, sahabatnya, yang selama ini sangat baik kepadanya, membencinya. Ini situasi yang serba sulit bagi Luna dan ia harusnya sudah bisa menduga hal seperti ini akan terjadi, benar kata Tara seandainya saja sejak awal ia coba memberanikan diri untuk berkata jujur dan tidak menunda-nunda pasti situasinya tidak akan seburuk ini.

Meski udara cukup panas siang ini, angin yang berhembus di antara pepohonan di depan kamar Luna memberi sensasi sejuk yang membuat Luna cukup betah duduk di teras kamarnya dan menyelesaikan novel Kelas Lima di Malory Towers milik Enid Blyton. Dengan membaca kisah kocak murid-murid cewek di sekolah khusus perempuan itu sedikit banyak membuat Luna terhibur di antara pikirannya yang beragam.

Mbak Sita tiba-tiba muncul di depan Luna, cewek itu memberitahukan kalau ada yang mencari Luna. Baru saja Mbak Sita kembali ke kamarnya seseorang yang lain sudah muncul di depan Luna.

"Mas Kalan?" Luna tersenyum sumringah saat melihat Kalan ada di depannya.

"Ngapain?"

"Nih baca yang kemarin." Jawab Luna sambil mengacungkan novel yang di tangannya. Kalan langsung duduk di sebelah Luna.

"Katanya nggak bisa kesini?" Luna berkata setengah cemberut. Sejak pagi tadi Luna mengira ia tidak akan bertemu Kalan karena pacarnya itu mengatakan ia akan bertemu pimpinan Lembaga Bahasa tempat ia mengajar karena rencananya mereka mengingingkan Kalan kembali mengajar di sana dan hal-hal lain yang tidak Kalan ceritakan secara detil pada Luna. Intinya hari ini Kalan tidak bisa bertemu Luna namun ini jadi sebuah kejutan saat Kalan tiba-tiba muncul tanpa kabar.

"Maaf. Kamu marah ya?" Kalan mengelus kepala Luna. Luna masih memasang tampang cemberut.

"Kan aku udah di sini. Udah makan belum? Makan yuk. Aku lapar nih." Kalan memandang Luna dengan ekspresi usilnya agar membuat Luna tertawa. Wajah Luna yang masih cemberut perlahan tersenyum. Cewek itu segera bangkit dan melesat ke kamar untuk berganti pakaian.

Dalam perjalanan, otak Luna terus bekerja,berpikir keras. Ia ingin sekali menanyakan pada Kalan tentang Tara. Tentang bagaimana perasaan Kalan saat ini pada Tara. Bagaimanapun Kalan tahu Luna dan Tara bersahabat tapi Luna belum pernah mendengar sepatah katapun tentang pendapat Kalan mengenai Tara. Bahkan saat Kalan menyatakan sukanya pada Luna, ia tidak pernah menanyakan perasaan Luna bagaimana nanti kalau Tara tahu mereka pacaran. Ini terasa janggal buat Luna, dan ia ingin sekali menanyakan semua ini pada Kalan.

Luna menatap Kalan diam-diam saat cowoknya itu masih sibuk menghabiskan tempe goreng teman makan sotonya siang ini. Ia sedang memberanikan dirinya untuk melakukan niatnya. Kepalanya bergerak ke seantero ruangan yang tidak terlalu padat pengunjung. Dari sekitar sepuluh meja di ruangan ini hanya tiga meja yang terisi. Sayup-sayup terdengar suara Didi Kempot mengalun lewat speaker buluk di sudut ruangan dan beberapa menit kemudian berganti suara penyiar radio perempuan yang terkesan genit. Bagi Luna suasana ini tidak buruk juga tapi tidak sepenuhnya mendukung pembicaraan mereka nantinya. Tapi bila Luna tidak bicara sekarang mungkin satu jam kemudian keberanian itu menguap. Dia mulai bingung sendiri.

DEAR...   [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang