Kisi Empatbelas: Gloomy Rehan

1 0 0
                                    



Aku terus menjalani kehidupanku seperti biasa. Berangkat kerja pagi hari, pulang di sore hari. Istilahnya BP6 (Berangkat pagi pagi pulangnya sore Penghasilan Pas pasan). Meskipun agak membosankan, tapi aku berusaha tetap mencintai pekerjaanku. Aku harus bersyukur, disaat orang lain masih sibuk mencari pekerjaan, aku sudah mempunyai pekerjaan meskipun gajinya tak terlalu besar.

Pernah satu kali aku melakukan satu kesalahan besar menurut Pak Ho. Tapi tidak menurutku. Ketika itu ibu Ho datang ke kantor. Seperti biasanya, jika ibu Ho datang, dia tidak meminta izinku tapi langsung nyelonong masuk ke kantor pak Ho. Dan pak Ho tak pernah marah karena itu.

Tapi tidak untuk kali ini. Ketika itu ibu datang, dan aku langsung mempersilahkannya masuk. Ternyata dua puluh menit kemudian ibu keluar kantor pak Ho dengan mimik muka marah. Aku tak tahu apa yang terjadi, mungkin saja mereka bertengkar. Tapi aku tak pernah mau tahu urusan orang, aku tak mau ikut campur.

Kemudian aku dipanggil pak Ho masuk kantornya.

"Arini, ke ruangan saya sekarang!" bentaknya.

'Ada apa ya? Baru kali ini pak Ho marah,' batinku kebingungan

"Kamu tahu kenapa aku panggil kesini?" tanyanya

"Karena Pak Ho membutuhkan bantuan saya."

"Bukan!"

Kemudian aku menggeleng, karena memang aku sama sekali tak tahu.

"Untung saja kamu sudah lama kerja disini, kalau nggak sudah saya pecat kamu sekarang!" jawabnya sambil marah-marah.

Aku semakin tak mengerti apa yang dimaksud, tapi akupun tak berani menanyakan ada apa?

"Sudah! Keluar!" pintanya sambil tangannya menunjuk ke pintu.

Segera aku mendatangi ibu Riska untuk menanyakan apa yang sedang terjadi dengan pak Ho?

Bu Riska pun tak mengerti apa yang terjadi dengan pak Ho. Tapi kemudian aku dengar kasak kusuk dari teman-teman yang lain bahwa Pak Ho pamit kepada istrinya akan pergi ke luar kota selama tiga hari untuk urusan dinas. Tapi kenyataannya Pak Ho tidak pergi dinas tapi entah kemana. Gosipnya teman-teman lagi, beliau punya wanita simpanan, dan kemungkinan selama tiga hari itu ada di tempat simpanannya. Di hari ibu Ho datang ke kantor adalah hari ketiga dari ijin yang dibuat pak Ho untuk istrinya. Akhirnya terbongkarlah hubungan gelap itu.

Tapi aku sempat dongkol juga dimarahi oleh Pak Ho. Dia yang salah kenapa sasaran kemarahannya sama aku? Aku kan tidak tahu sama sekali permasalahannya? Lagian, sepandai-pandainya menyimpan bau busuk pasti akhirnya akan tercium juga. Itu sudah seperti hukum alam yang tak tertulis, tapi selalu kenyataan.

Dalam kejengkelanku akhirnya aku curahkan ini semua kepada Rehan lewat email. Tapi aku sangsi juga, apakah dia ada masalah? Sudah lima email yang kukirim ke dia tapi tak satupun ada yang dibalas. Ada apa denganmu Rehan? Kalau memang ada masalah juga, kenapa nggak pernah cerita? Aku sudah menganggap kamu sebagai sahabat dekat. Aku tak sungkan lagi bercerita apapun denganmu. Masalah keluarga, kantor, apapun aku ceritakan sekedar untuk berbagi pikiran. Entah kenapa kamu tak pernah melakukan itu?

Tapi aku selalu berfikir positif dengan Rehan. Mungkin dia sibuk. Maklumlah, hidup di kota metropolitan seperti Jakarta, hiruk pikuknya kota yang sarat dengan kesibukan bisa jadi membuatnya tak punya kesempatan untuk sekedar membalas email aku atau sekedar kirim SMS.

Aku akan tetap mengirim email padanya. Entah ini sudah email yang keberapa yang belum dia balas.

To :

Jangan Tunggu Hari EsokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang