Serpih 8 : Bangkit!

6 0 0
                                    

"Selamat pagi dunia!!" Randy dengan semangat membuka jendela kamarnya pagi itu.

Matahari masih belum muncul sempurna. Randy melihat jam digital di sebelah tempat tidurnya, masih menunjukkan pukul 4.45 pagi. Dia bergegas mandi dan menunaikan sholat subuh. Tak terdengar suara apapun dari kamar yang lain.

'Mungkin Wina masih tidur...' pikir Randy

Randy melangkah menuju kamar mamanya. Di dekatkan telinganya ke pintu kamar mamanya. Terdengar mamanya sedang bercakap cakap dengan papanya. Randy tahu apa yang sedang mereka bicarakan. Tak lain dan tak bukan adalah kepergian Randy pagi ini yang akan diantar oleh mamanya ke RSU dr. Soetomo.

Randy kemudian duduk menunggu mamanya di ruang tamu. Mamanya sudah siap berangkat.

"Ma... pesan papa, kalau memang sudah tidak bisa diobati lagi, ya sudahlah.... kita pasrah saja. Apa boleh buat? Memang ini hukuman yang harus dia terima?" Pesan papa sebelum Randy dan mamanya berangkat.

"Kenapa papa bilang begitu? Apa salahnya kita berusaha. Jangan mematahkan semangatnya anak dong Pa.... kasihan Randy nanti kalau dia dengar. Dia akan menganggap papa sungguh tidak mendukung dia untuk sembuh,"

"Fakta membuktikan.... Mana ada orang yang terkenai aids terus sembuh... Tidak ada kan? Kalau sudah tahu begitu, kenapa ini semua diteruskan?" Bantah papa Randy.

"Sudahlah.... mama capek berdebat terus dengan papa. Semalam mama sudah bilang sama Wina, kalau seandainya dia tak ada kuliah hari ini, suruh dia datang ke kantor mama sebentar untuk menyerahkan dokumen yang dibutuhkan kantor hari ini."

"Iya.... iya.... nanti papa sampaikan... pasti Wina bisa diandalkan. Mama hati hati ya di jalan. Kalau urusan sudah selesai, tolong mama segera pulang." pesan papa.

Randy mendengar semua percakapan papa dan mamanya. Baginya tak ambil pusing semua orang di rumah tak ada yang mendukungnya. Yang penting, mamanya masih tetap memberikan semangat dan dukungan padanya untuk tetap sembuh. Meskipun banyak orang mengatakan tak akan bisa sembuh, tapi paling tidak usahanya sekarang adalah usaha untuk sembuh. Dia yakin kalau Tuhan sudah berkehendak, mukjizat akan datang.

Selama dalam perjalanan Randy hanya membaca. Sebuah novel yang berjudul My Father′s Notebook. Dalam novel itu ditulis, kegigihan seorang anak mencari jejak ayahnya yang hilang. Satu-satunya petunjuk yang dia punya hanyalah sebuah buku harian milik ayahnya yang ditulis dalam huruf jawa kuno. Ayahnya yang bisu dan tuli, menulis dalam huruf jawa kuno untuk mencurahkan isi hati dan perasaannya, juga untuk menceritakan kisah hidupnya.

Randy sangat trenyuh sekali membaca novel tersebut. Menurutnya, masih mending dia mempunyai papa meskipun dia sering tak pernah searah dengan papanya.

"Baca buku apa sih Ran? Dari tadi mama lihat kok asyik betul?" tanya mamanya penasaran.

"Novel. Bagus sekali isinya. Aku belum selesai membacanya, tapi garis besar novel ini bagus sekali. Mama mau baca?"

"Nanti saja kalau kamu sudah selesai."

Setelah membaca novel tersebut, timbul keinginan untuk mengetahui lebih jelas, apa yang sedang dibicarakan antara mama dan papanya sebelum mereka berangkat.

"Ma... apa papa benar-benar membenci Randy?" tanya Randy tiba-tiba

"Kenapa kamu bilang begitu?" mamanya balik bertanya.

"Yaa.... aku cuma membaca dari gelagat papa saja. Ketidaksukaannya terhadapku semakin menjadi jadi, terutama setelah aku terkena virus ini. Aku tahu aku salah, tapi apakah orang yang salah juga tak boleh dapat kasih sayang?" tanya Randy kemudian.

Mamanya tanpa sadar menitikkan air mata. Betapa Randy merasa tersiksa dengan perlakuan papanya. Tapi, memang itu wujud kasih sayang papanya kepada Randy. Mungkin bagi Randy itu tak lazim.

"Maafkan papamu ya Nak.... dia memang begitu wataknya. Tapi sebenarnya dia sayang padamu. Hanya cara mengungkapkannya yang mungkin bagimu keterlaluan." jelas mamanya.

"Aku mau tanya sesuatu, dan tolong mama jawab dengan jujur."

"Tanya apa?"

"Apa tujuan papa mengadopsi Wina. Apa karena aku terkena penyakit ini? Atau hanya karena mama sudah tak bisa punya anak lagi?" tanya Randy

Sontak mamanya kaget pendengar penuturan Randy. Pertanyaan yang selama ini tidak dia harapkan ternyata muncul juga. Baginya tak masalah suaminya mengambil anak asuh berapapun. Tapi, hal itu jangan sampai menjadi tujuan bahwa ini dilakukan karena Randy terkena penyakit ganas.

"Kamu sudah tahu kan kalau rahim mama diangkat?" tanya mamanya

"Iya, aku tahu."

"Itu alasan tepat kenapa ayahmu mengangkat anak. Mama harap jangan punya fikiran yang macam-macam. Mama hanya ingin kamu sembuh. Itu saja." kata sang mama tercinta sambil matanya berkaca kaca.

"Tapi, kalau mau mengadopsi anak kenapa tidak dari dulu, setelah rahim mama diangkat? Kenapa baru belakangan ini?"

Lagi lagi pertanyaan Randy sulit dijawab oleh mamanya. Dia berusaha mencari jawaban yang tak menyinggung perasaan Randy.

"Kenapa lama jawabnya Ma? Karena memang Randy kena aids kan?"

Mamanya menggerutu dalam hati. 'Informasi ini pasti dari Wina. Ya Allah... apa yang harus aku jawab supaya tak menyakiti hatinya?'

"Bukan begitu Nak... Ini semua karena papa dan mama kesepian setelah kamu tinggal pergi kuliah ke Bali. Kasihan mbok Surti selalu sendirian di rumah kalau papa dan mama berangkat kerja. Lagian, kamu juga senang kan punya adik meskipun dia bukan adik kandungmu?"

Randy tak tahu bagaimana dengan perasaannya. Semoga apa yang dikatakan Wina itu salah. Dalam hatinya sedikit kecewa ketika tahu kalau papanya sangat membencinya karena penyakit yang bersarang ditubuhnya.

'Bagaimanapun juga, aku ini kan anak kandungnya? Atau jangan jangan aku juga bukan anak mereka, sehingga papa selalu keras terhadapku...' batin Randy berkecamuk sendiri.

Akhirnya sampai juga mereka di RSU dr. Soetomo. Randy dan mamanya langsung mencari klinik penderita HIV/AIDS. Karena perjalanan yang sedikit lambat disebabkan kemacetan di daerah korban lumpur Lapindo Sidoarjo, membuat Randy sedikit kelelahan. Hal ini membuat staminanya menurun.

Dalam perjalanan mencari klinik yang dimaksud, tiba-tiba saja Randy meminta pada mamanya untuk istirahat sebentar di tempat duduk yang ada di sepanjang lorong rumah sakit. Tanpa disadari Randy langsung terjatuh pingsan.

Mamanya berusaha tenang. Hal ini sudah biasa terjadi. Kemudian mamanya meminta kepada sopir untuk menghubungi perawat rumah sakit. Dalam hati dia hanya berdoa, semoga tak terjadi apa apa dengan Randy

Tak berselang lama, perawat datang dengan membawa tempat tidur dorong untuk segera membawa Randy ke ruang ICU. Segera Randy mendapatkan perawatan.

Ketika cinta tak bertepuk sebelah tanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang