Rasa percaya diri Randy semakin bertambah meskipun predikat HIV/AIDS masih bercokol. Usaha yang dirintisnya mulai maju pesat. Keluarga terus memberikan dukungan kepada Randy. Setahun telah berlalu, dan tak ada kendala apapun yang berarti. Bahkan kini, mamanya mulai ragu, adakah seorang wanita mau menikah dengannya nanti kalau tahu Randy mengidap virus yang mematikan?
Pagi itu randy bersiap-siap menghadiri Reuni SMA yang dilaksanakan di sekolahnya. Sebenarnya dia malu untuk berangkat, tapi mamanya selalu membesarkan hatinya.
"Berangkatlah Nak.... kau butuh sosialisasi. Jangan terlalu berkutat dengan pekerjaan terus. Bisa-bisa kau ubanan kalau terlalu banyak memikirkan kerjaan. Yang namanya pekerjaan itu dimana-mana tak akan ada habisnya." Kata kata mamanya yang selalu menyejukkan hati.
"Tapi aku malu Ma... semua teman temanku yang datang pasti sudah pada berkeluarga. Bagaimana kalau mereka tahu aku mengidap AIDS? Mereka pasti akan mengucilkan aku seperti yang sudah-sudah."
"Kamu kan belum lihat, apakah mereka mengucilkan kamu atau tidak? Rugi dong, punya LSM tapi takut menghadapi kenyataannya?" Mamanya mengingatkan.
Betul juga apa kata mamanya. Randy belum mencoba. Memang, teman-teman sekolahnya belum banyak yang tahu kalau Randy mengidap HIV/AIDS. Hanya beberapa saja yang tahu. Itupun mereka bertingkah laku biasa saja.
"Bagaimana kalau ditemani Wina?" saran mamanya.
"Tak usah lah Ma.... nanti kak Randy tak bisa CLBK?" balas Wina.
"CLBK? Apa itu?" mamanya tak mengerti istilah anak muda.
Randypun sebenarnya tak begitu faham istilah anak muda sekarang. Tapi dia berlagak tahu sambil menanti jawaban apa yang akan dikatakan Wina.
"CLBK itu Cinta Lama Bersemi Kembali." Jelas Wina
"Ha ha ha.... Kamu bisa aja Win...." Kata Randy sambil mengacak-acak rambut Wina. Kadang Randy jengkel dengan kelakuan adik angkatnya itu. Tapi belakangan ini, adiknya menunjukkan sifat yang manis. Sehingga dia sudah menganggap Wina sebagai adik kandungnya sendiri.
Akhirnya. Randy berangkat sendiri, tanpa ditemanin siapapun. Dengan penuh percaya diri, dia menghadiri reuni SMA nya.
"Hai Ran... apa kabar? Lama tak jumpa kemana saja? Aku dengar kamu sekarang punya bisnis bidang komputer, boleh tahu resepnya bagaimana bisa maju pesat?" Itu baru pertanyaan dari satu orang.
Belum lagi pertanyaan dari teman yang lain. Randy sampai kewalahan menjawabnya. Setelah ngobrol lama, akhirnya Randy tahu dari salah satu kawannya juga kalau sebenarnya hampir semua teman-temannya mengetahui kalau Randy mengidap penyakit HIV/AIDS. Tapi nyatanya, mereka semua tak ada satupun yang meributkan keberadaan Randy. Semua kawannya ramai berjabat tangan dan saling berpelukan. Seperti tak ada batas diantara mereka.
Benar apa kata mamanya. Sama sekali tak ada teman-temannya yang meributkan kondisinya. Bahkan mereka menganggap seperti tak ada apa-apa dengan Randy. Dia semakin percaya diri dihadapan kawan kawannya. Tak ada kata sedih saat itu. Yang ada hanya saling bercerita dan mengenang indah masa masa SMA.
Diantara sekian banyaknya teman Randy, ada salah satu yang menarik perhatiannya. Randy mencoba mengingat-ingat nama dari temannya itu, sambil terus mencari informasi dari teman yang lain. Akhirnya Randy bisa mengingat namanya. Ya, dialah Ivana. Dulu temannya sewaktu masih kelas satu SMA. Ketika naik kelas dua, mereka sudah berbeda kelas.
Acara reuni terus berlangsung. Serangkaian acara digelar. Dari mulai kata sambutan dari ketua pelaksana, guru favorit, sampai kepada mantan kepala sekolah. Dari pagelaran tari sampai lawakpun ditampilkan. Tak terasa acara begitu seru, sampai menjelang selesai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika cinta tak bertepuk sebelah tangan
RomansaRandy, seorang lelaki yang hidup sangat tidak harmonis dengan keluarga terutama ayah yang selalu menentang apa apa yang dilakukannya, akhirnya menderita penyakit HIV. Ayahnya semakin membencinya. Ditengah tengah kebencian ayahnya, hanya Ibunya yang...