Iringan tangis, puji, dan cela mengirim mendung ke angkasa. Arakan awan berganti arah, kelabu berkabung di langit menggulung cerah. Semilir angin dingin mencuri giliran masuk di antara celah daun jendela. Tuan Aghani membukanya dan bertumpu pada langkan, menatap seseorang tengah berdiri di atas mimbar di pekarangan penuh kerakal. Tatkala orang itu berbicara, tak ada keriangan mata yang berkedip dalam desiran angin.
Seluruh pandangan tertuju padanya, bagaikan baru pertama kali melihat cahaya setelah berada dalam kegelapan begitu lama. Tentu saja, hatinya berusaha membenarkan. Tuan Aghani terus memerhatikan Rahab. Si Pembawa cahaya itu sedang berusaha mengambil kesempatan dan menarik simpati masyarakat. Tentu saja secercah cahaya adalah barang mewah yang tidak bisa dimiliki dengan mudah.
Orang-orang bersemangat menyambut Rahab. "Wahai penduduk Harbiyoum!" teriaknya lantang menenangkan dengungan lebah berwajah manusia.
"Saya sampaikan berita gembira untuk kalian bahwa keadaan raja telah membaik. Raja hanya membutuhkan waktu yang cukup untuk beristirahat. Jadi, saya meminta agar kita selalu mendoakan kesehatan raja sehingga cepat pulih dan hadir kembali di tengah kita!"
"Tuan Rahab, sekiranya Anda tidak memerintahkan kami agar bersabar dan tidak melarang kami berputus asa, niscaya air mata telah kami kuras habis meratapi sang Raja. Kepiluan segan menghilang, kesedihan pun tak mau beranjak. Semua itu masih amat sedikit dibanding beratnya perpisahan dengannya."
Salah seorang di antara masyarakat berseru keras kepadanya. "Di hati kita tersimpan pujian yang terus tercurah untuknya dan kecintaan kita kepadanya melebihi apa pun. Saya meyakini bahwa raja selalu bersama dengan kita. Di hatinya bersemayam kasih sayang begitu besar terhadap para pengikutnya. Siapa saja yang selalu bersama para pengikut terkasih, maka dia turut dikasihi oleh Yang Mulia."
"Kami-lah pengikut setia Yang Mulia!"
"Ya, kami-lah pengikut setia Yang Mulia!"
Ucapan senada saling bersahutan di antara barisan terdepan, dan terus diikuti sampai seluruh orang meneriakkannya.
"Kita pengikut setia, bukankah demikian?"
"Kami pengikut setia Yang Mulia!"
"Wahai penduduk Harbiyoum! Saya telah menyaksikan sendiri sungguh semangat kalian begitu berapi-api. Semangat ini akan memberikan kekuatan bagi raja untuk tetap hidup dan menegakkan hukum seadilnya bagi orang-orang yang berani melakukan pekerjaan keji, yakni menyerang raja ketika lengah. Marilah kita mengutuk perbuatan itu sebagai tindakan pengecut dan bodoh!"
"Tuan Rahab, kecintaan dan penghormatan kami kepada Yang Mulia, mencegah kami bertindak keji. Demi kesembuhan raja, kami takkan tanggung-tanggung membawa pengecut itu sebagai penebus dosa dan kelalaian."
"Benar, Tuan Rahab! Siapakah penyebab malapetaka ini?"
"Dengarlah, penduduk Harbiyoum! Jangan berlaku gegabah dan asal menuduh!"
"Dengarkan kami, Tuan Rahab! Kami orang yang paling setia terhadap kerajaan ini, begitu juga kepada raja kami. Atas nama raja, kami menuntut Anda segera menangkap orang itu!"
"Bersabarlah kalian! Dalam waktu dekat saya akan menyelidiki siapa pelakunya serta mengumumkan kepada kalian."
Rahab kembali memasuki istana dan mendapati Tuan Aghani mengadangnya dengan rentetan pertanyaan.
"Katakan padaku apa maksudmu berkata seperti itu?"
"Tuan, maafkan kelancangan saya. Atas nama persatuan dan kesatuan, saya akan lakukan segala cara. Dalam kondisi sekarang, kita tidak boleh berpecah belah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Evenaar: Sang Utusan
AdventureBerlatar belakang dunia imajinasi yang menceritakan tentang perjalanan seorang remaja bernama Aqiel yang terjebak di antara perang antarkerajaan. Evenaar adalah sebuah kota yang dahulu kala menjadi bagian dari Gargiria. Kemudian bangsa ini terpecah...