Secara keseluruhan, Naya tampak tenang bagi seorang yang mengalami siksa batin demikian berat. Matanya menjelaskan hal lain. Seolah sedang marah dan kesal. Boleh jadi fitnah yang menyerangnya telah membentuk raut cemberut menetap di wajahnya. Sedikit kerut di dahi membuatnya kelihatan lebih tua. Perempuan memang cepat menua. Kieghard telah mengingatkanku akan hal itu. Tetapi ucapannya dimaksudkan sebagai bukti bahwa pria boleh memiliki lebih dari satu istri. Seorang suami harus mencicipi daun muda kalau tak mau lekas layu. Naluri lelakiku bangkit seketika. Tampaknya dia ada benarnya. Benih kecantikan Naya tumbuh sempurna dan segera matang. Bayangkan berapa laki-laki yang bernafsu ingin memetiknya. Segera kusingkirkan pikiran itu jauh-jauh, bukan berarti sok suci, tetapi aku tak ingin anggapan orang tentang adanya setan di antara perempuan dan laki-laki yang sedang berduaan mendapatkan pembenaran.
"Setan perempuan dan pria sama saja."
"Apa kau bilang?" astaga, mungkin dia mendengarku bergumam.
"Ah, tidak ... sekarang hari mulai gelap ... kita tidak tahu seperti apa kejutan di tempat ini." kubuat alasan sengaja sebagai pengalih pembicaraan. "Kau mengharapkan kejutan? Aneh. Kau pikir serigala-serigala itu bisa datang lagi, mereka dikendalikan kawanmu itu. Sekarang dia sudah pergi, tinggal kau sendiri."
Kami masih berada di hutan batu, lembah antah berantah yang tak pernah kuduga sebelumnya. Kukira situasinya akan tambah mencekam. Tetapi gadis di sebelahku ini malah sibuk sendiri; setelah menyalakan api, dia terus mengamati langit sepi. Apa sebenarnya yang sedang dia pikirkan? Apa dia sedang memikirkanku seperti aku memikirkannya? Isi kepalaku makin kacau, dan tangan kananku membeberkan kekacauan itu dalam bentuk keisengan menggerak-gerakkan rerumputan kering di sekitar tarian api jingga. Sesekali kulirikkan mata apakah dia sudah selesai dengan ritual pribadinya.
"Kau ingin bicara sesuatu." sontak dia menyapa datar.
"Hah!" tenggorokan dan hidungku tersedak asap, perih menyebar dan mataku berair.
"Dari tadi kau melihatku terus. Katakan apa maksudmu mengawasiku."
"Aku mengawatirkanmu, tau."
"Terima kasih. Lain kali perhatikan dirimu sendiri sebelum memerhatikan orang lain."
"Hmmm ... aku masih heran bagaimana bisa kau sampai di sini?" dia menghela napas.
"Sudah kubilang aku melarikan diri dari kejaran orang-orang Suta dan bersembunyi di Lembah pertukaran. Di sana aku merasa aman karena tiada yang peduli atas apa yang kulakukan." jawabnya dengan nada enggan. Sepertinya dari tadi aku terus mengembalikan ingatannya pada rentetan peristiwa pahit yang dialaminya.
"Memang apa yang kau lakukan sebenarnya?"
"Kau ingin menuduhku lagi?"
"Tidak, tidak, kau salah sangka. Pikiranku terganggu tiap kali memikirkan bagaimana seorang gadis penjual buah sepertimu menjelajahi seluruh tempat itu?"
"Gadis penjual buah?"
"Ya, ingat kan waktu pertama kali kita bertemu? Kau membawa keranjang dan juga sangat ketakutan ketika di dalam gudang. Sampai akhirnya pergi sendirian ...."
"Dengan sekeping uang yang jumlahnya tak masuk akal untuk dimiliki seorang gadis penjual buah biasa, itu kan yang mau kau ucapkan? Naif sekali!" mukanya tambah masam. Sudah kesekian kali aku salah ucap, harusnya dia bisa menerima ketidakcakapanku dalam bertutur. Bukannya ngambek.
"Aku meninggalkan ibuku setelah mencuri sesuatu kepunyaannya." ungkap Naya.
"Pantas saja waktu bertemu dengannya, dia seperti sedang berkelana mencari seseorang. Aku jadi kasihan padanya karena mendengar ceritamu. Kerutan itu tampak tidak bersahabat dengan umurnya. Kehilanganmu membuatnya putus asa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Evenaar: Sang Utusan
AventuraBerlatar belakang dunia imajinasi yang menceritakan tentang perjalanan seorang remaja bernama Aqiel yang terjebak di antara perang antarkerajaan. Evenaar adalah sebuah kota yang dahulu kala menjadi bagian dari Gargiria. Kemudian bangsa ini terpecah...