Satu

591 22 0
                                    

Ayahku akan dipindah tugas ke surabaya. Ayah adalah seorang arsitek disalah satu perusahaan Arsitektur di Bandung. Ayah sudah bekerja sewaktu aku masuk SD. Jadi ayahku sudah bekerja selama 6 tahun lamanya. Aku belum pernah mendengar ayah memiliki masalah selama bekerja mungkin karena dia jenis orang yang baik dan bertanggung jawab dalam pekerjaannnya.

"Nov, kita akan pindah ke Surabaya disana ada Om dan tante kamu. Untuk sementara kita tinggal sama mereka dulu" ucap ayah.

Di surabaya aku memang punya om Danu dan istrinya tante Sintia. Om Danu adalah adik dari ibu. Mereka hanya dua bersaudara, semenjak menikah om Danu langsung ikut istrinya ke Surabaya. Mereka memiliki dua anak Rini dan Faris. Sementara ayah mengatakan bahwa ia adalah anak satu-satu dikeluarganya. Ayah tidak pernah cerita banyak mengenai keluarganya. Ibu juga tidak mau bicara jika aku bertanya. Rumah yang kami tinggali sekarang di Bandung adalah peninggalan kakek dan nenek orang tua ibu.

"Kenapa yah?" tanyaku ingin tahu.

"Kontrak kerja ayah disini udah habis jadi ayah memperpanjang kontrak dengan begitu ayah terpaksa pindah ke kantor cabang di Surabaya. Ibu menjawab pertanyaan untuk ayah. Mencoba meyakinkanku. Entah apa maksud ibu. Aku tidak terlalu mengerti.

"Kebetulan kamu juga baru mau masuk SMA. Jadi tidak terlalu ribet urusannya. Ayah sudah daftarkan kamu di SMA Bhakti Husada. Kebetulan yang punya kenalan Ayah".

"Tapi Mas apa tidak apa-apa untukmu?" ibu terlihat khawatir. Ini kedua kalinya aku merasa ada yang janggal, memangnya ayah kenapa. Tapi aku tidak mau terlihat kepo dengan urusan orang tua.

Aku hanya menganguk. Tanda menyetujui perkataan ayah. Aku hanya berharap bisa menyesuaikan diri jika sudah di Surabaya nanti.

*****

Setelah ayah memberitahu soal kepindahan kami. Aku langsung menelfon kedua sahabatku. Sehingga sekarang mereka sudah ada dikamarku.

"Jadi keluargamu mau pindah ke Surabaya?" tanya Dinda terlihat kecewa.

"Iya" balasku dengan raut wajah yang sama dengan mereka.

"Padahal gue udah senang bangat kalau kita akan masuk SMA yang sama, dan ... gue ngga yakin kalau lo disana nanti punya sahabat kayak kita". Hani mulai menangis tersedu-sedu.

"Gue juga sedih harus ninggalin kalian". Ucapku sungguh-sungguh dan mulai menangis juga. Akupun memeluk kedua sahabatku itu. Kami menangis dikamarku dengan terisak. Tetapi suara kami tidak begitu kuat sehingga tidak terdengar oleh ayah dan ibu.

*****

Hari ini akhirnya datang. Setelah berkemas selama dua hari. Kami pun harus meninggalkan rumah yang begitu menyimpan banyak kenangan. Meskipun sangat tiba-tiba tapi aku berharap dengan aku pindah ke surabaya pobiaku juga akan hilang.

"Ayo Nov" ibu menarik tanganku untuk segera masuk ke dalam Taksi. Aku menganguk dan segera masuk.

"Nov, Ayah harap kamu senang dengan kepindahan kita. Dan--- . Ayah berhenti berbicara sebentar dan melanjutkan dan kamu pasti bisa sembuh dari phobia kamu". Ayah mengucapkan dengan sedikit rasa bersalah. Ayahku memang tidak pernah membahas tentang pobiaku setelah mengetahui aku adalah Agoraphobia dan ini adalah pertama kalinya setelah tiga tahun.

"Aku senang kok yah. Selama kalian ada bersamaku aku akan baik-baik saja. Dan aku berjanji demi kalian aku aku akan sembuh". ucapku bersungguh-sungguh tetapi dengan mata berkaca-kaca.

"Tentu saja Nova kan anak yang tangguh" ibu menghapus air mataku dan memelukku.

Aku memperhatikan jalan-jalan yang kami lewati. Jalan yang begitu ku kenal sejak dulu. Rasanya berat meninggalkan kota kelahiran. Aku terus menatap setiap bangunan yang berjejer di jalanan. Aku akan sangat merindukan kota ini.

I'm Agoraphobia                  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang