Setelah sekolah selama seminggu aku sudah mulai terbiasa dengan lingkunganku. Kehidupan yang begitu berat buatku membuatku menjadi lebih tegar. Tidak mempermasalahkan lagi omongan Tante Sintia yang begitu menusuk. Ketika disuruh melakukan pekerjaan dengan sigap aku akan mengerjakan.
Dan ternyata Rini tidak sebaik yang ku kira. Sepupuku ini terlalu banyak perintah padaku. Dia juga pura-pura tidak mengenalku jika disekolah karena dia masuk sebuah ke dalam genk. Yang bisa dibilang cewek-cewek yang memiliki penampilan seperti tanta-tante. Tetapi berbeda dengan Faris dia selalu ramah padaku.
Hari ini aku bangun pagi-pagi sekali seperti biasa aku mulai menyiapkan sarapan setiap hari. Juga menyiapkan bekal untuk ke sekolah setelah selesai membuat sarapan. Aku sarapan lebih dulu agar lebih cepat ke sekolah. Setelah itu aku langsung beres-beres rumah. Kemudian mandi dan berpakaian untuk ke sekolah.
" Sarapannya sudah siap!" ucapku dengan suara yang cukup kuat sehingga membuat semua orang menuju ke meja makan.
" Wah, Ka Nova buat sarapannya cepat amat!" puji Faris.
" Iya, soalnya kakak harus cepat-cepat ke sekolah".
" Kenapa? Piket ya?" tebak Faris.
" Iya". Ucapku bohong.
" Kamu tidak sarapan dulu nak?" tanya Om Danu.
" Aku sudah kok Om".
" Ya sudah pergilah kalau begitu. Hati-hati dijalan". Ucap Tante Sintia cuek.
Aku hanya menganguk dan segera pamit.
" Cepat amat tuh anak ke sekolah". Rini baru muncul dan segera bergabung ke meja makan.
" Nah kamu harus contoh sama Nova. Jangan selalu bermalas-malasan dan pulang telat kamu". Nasehat Om Danu pada anaknya.
" Mas jangan samakan anak kita dengan anak orang". Ucap sang istri kesal.
" Akhir-akhir ini aku makin tidak mengerti dengan jalan pikiranmu Sintia. Aku akan berangkat sekarang". Ucapnya kemudian karena merasa sangat kecewa terhadap istrinya.
*****
Selama perjalanan aku hanya diam termenung dalam bus. Aku mengeluarkan ponsel dan mendengarkan lagu-lagu kesukaanku yang jarang lagi ku dengarkan. Dalam bus hanya ada beberapa orang. Karena ini masih pukul 06.30. Aku pasti akan terbiasa kedepannya. Phobiaku pasti sembuh itulah yang diucapkan ayah yang kuingat.
Setelah beberapa lama akhirnya aku sampai di sekolah. Ternyata sebagian anak Osis sudah datang mereka ada yang piket di gerbang. Aku pun melangkahkan kaki menuju ke kelasku melewati koridor.
" Aku perhatiin semenjak hari pertama telat, kamu selalu datang cepat sekarang". Ucap Adit dibelakang Nova yang membuatnya harus menoleh.
" Ya.. supaya tidak telat lagi". Ucapku sekenanya.
" Lo yang waktu di pesawat itukan, yang nangis?" tanyanya dengan ekspresi yang tidak dingin lagi.
" Benarkah? Aku tidak ingat". Ucapku bohong. Sebenarnya aku memang tau kalau cowok ini yang dipesawat itu. Cuma aku pura-pura tidak tau saja. Aku paling malas sok kenal sama orang.
Yang benar saja, dia melihatku dari ujung kaki hingga kepala waktu itu. Batin Adit.
" Siapa nama lo kemarin? Gue lupa". Adit mulai berbicara lagi.
" Nova kak". Nama kakak?" Tanyaku sok cererwet sedikit.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Agoraphobia
Roman pour AdolescentsNova bukanlah cewek normal seperti orang-orang yang bebas pergi kemanapun mereka mau. Dia adalah cewek yang memiliki phobia terhadap keramaian. Namun pada akhirnya dia harus melawan sendiri phobianya tersebut tanpa kedua orang tuanya. Dengan penuh p...