Aku masih memperhantikan nenek dan kakek disampingku. Dan mereka juga tersenyum ketika mengetahui aku menatap mereka. Sehingga refleks aku ikut tersenyum kepada mereka. Dan sampai mereka beranjak pergi pun aku masih menatap keduanya.
" Nov, minum dulu. Adit menyodorkan botol air mineral padaku.
Aku tidak menanggapinya dan malah melihat ke tempat lain sambil membersihkan sisa-sisa air mataku yang mulai kering. Sehingga Adit duduk disampingku dan menempatkan botol air mineral ditanganku.
" Gue minta maaf, kalau gue lancang ngurusin hidup lo. Tapi niat gue tulus buat bantuin lo. Jadi jangan merasa gue mengasihani lo. Ucap Adit tulus.
Aku masih belum menanggapi.
" Kalau lo ngga mau temenan sama gue yaudah gue ngga akan deketin lo lagi. Ucap Adit lagi terlihat putus asa.
" Bukan seperti itu. Gue hanya tidak mau bergantung pada orang lain. Karena kalau gue sudah terbiasa, gue takut akan kehilangan mereka. Seperti ayah dan ibu yang sudah tidak ada lagi disampingku. Jadi gue berusaha untuk tidak terlihat lemah sehingga tidak perlu bergantung pada orang lain.
" Kalau gitu gue janji ngga akan pernah ninggalin lo. Adit terlihat serius dengan ucapannya.
Aku menatapnya sekilas lalu menatap kedepan lagi.
" Lo ngga percaya? Tanya Adit.
" Bukan. Tapi kita tidak pernah tau kedepannya seperti apa. Manusia bisa saja berjanji tapi kalau tuhan tidak menghendaki tidak akan ada yang berubah. Ucapku yang membuat Adit terdiam sebentar.
" Saya akan berusaha mewujudkannya dengan selalu berada disampingmu. Jadi berhenti menangis lagi dan jadilah dirimu yang sesungguhnya. Saya akan membuatmu selalu tersenyum dan membantumu sembuh dari phobiamu. Lagi-lagi dia mengucapkannya dengan serius kali ini dengan ucapan yang formal.
" Terima kasih. Ucapku sambil mengusap air mataku yang mulai mengalir lagi. Inilah aku yang sebenarnya sedikit-sedikit akan menangis jika merasa senang ataupun sedih.
Adit hanya menepuk-nepuk pundak Nova pelan. Dia terlihat bingung harus melakukan apa saat berhadapan dengan cewek yang sedang menangis.
Aku ingin sekali memeluknya dan menenangkannya. Tapi kesannya aku akan dinilai cowok yang mengambil kesempatan dalam kesempitan. Jadi yang bisa kulakukan hanya menepuk-nepuk pundaknya.
*****
" Nanti malam gue nelfon ya. Ucap Adit ketika aku sudah sampai di depan rumah.
" Ngga usah. Ucapku pelan.
" Kenapa? Adit terlihat bingung.
" Biasa aja kali, gue cuma bercanda. Lagian lo mau omongin apa sih. Ngga capek seharian diluar?
" Iya deh gue turutin. Atau besok gue jemput lo deh. Kita datangnya pagi-pagi bangat sebelum satpamnya datang deh.
" Lo ledekin gue. Ucapku sangar.
" Hehe. Bercanda doang. Kan tadi lo yang bercanda sekarang gue.
" Pulang sana. Ucapku cuek.
" Iya gue pulang. Sampai ketemu besok.
Aku belum beranjak masuk sampai mobil Adit menghilang dari pandanganku. Tanpa sadar aku senyum-senyum sendiri.
" Lo suka bangat ya sama dia? Tiba-tiba Rini sudah berada disampingku.
" Gue belum tau. Yang pasti gue mulai nyaman sama dia. Ucapku agak ragu, mengingat teman Rini sangat mendambakan seorang Aditia.
" Ya udah masuk yuk. Sebentar lagi mau gelap nih. Rini menggandeng tanganku. Aku mulai tidak memahami sepupuku ini. Tidak seperti biasanya dia bertanya dengan ekspresi dingin. Dan tumben setelah bertanya dia tidak menanggapi jawabanku sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Agoraphobia
Teen FictionNova bukanlah cewek normal seperti orang-orang yang bebas pergi kemanapun mereka mau. Dia adalah cewek yang memiliki phobia terhadap keramaian. Namun pada akhirnya dia harus melawan sendiri phobianya tersebut tanpa kedua orang tuanya. Dengan penuh p...