How can i tell her ~ Lobo.
Sudah satu tahun aku tinggal di kota Oxford ini. Cuaca disini sangat berbeda dengan Amerika. Jika musim panas disini mencapai suhu 15° sedangkan musim dingin bisa sampai 0°- -6°. Di Amerika musim panas beriksar antara 35° sedangkan musim dinginnya mencapai 13°.
Satu tahun sudah aku tidak bertemu dengan keluargaku dan juga Harry. Liburan kemarin kuhabiskan untuk mengerjakan tugas dan juga sempat mengunjungi the boys. Kuliah bebar-benar melelahkan, aku ingin kembali ke masa sekolah dulu tapi bukan kembali ke asrama itu.
Belakangan ini aku sangat sibuk, begitu pun dengan One Direction, tapi aku dan Harry selalu berusaha meluangkan waktu di tengah kesibukan kami, dan tentu saja itu sangat jarang. Mungkin sekitar tiga minggu sekali Harry baru bisa menghubungiku. Aku paham One Direction harus melayani jutaan Directioners di dunia ini, bahkan miliaran.
Orang-orang mulai mengenal diriku karena aku adalah kekasih Harry Styles, tapi tidak se-booming kemarin, orang-orang hanya sekedar tau namaku dan mereka tidak menyerangku dengan pertanyaan-pertanyaan, paling mereka hanya akan meminta untuk berfoto bersama.
Aku mempunyai teman dekat saat ini, dia berasal dari London dan dia bukan seorang Directioner, jadi santai saja bagi dirinya saat dia tau bahwa aku adalah kekasih Harry Styles. Dia bernama Sahar.
Sahar itu sangat cantik, dia memiliki rambut brunette panjang dan lebat, mata hijau, bulu mata lentik, dan memiliki bintik-bintik disekitar hidungnya. Kepercayaan dirinyalah yang membuat dirinya cantik.
Bahkan dia biasa saja saat dua minggu yang lalu—saat Harry mengajakku ke London untuk bertemu the boys. Aku benar-benar merindukan mereka. Walaupun aku berstatus kekasih Harry Styles, aku tetaplah penggemar mereka. Ada satu hal penting bagiku dan Harry, besok adalah hari jadi kami yang pertama. Andai saja aku bisa bertemu dengannya dan merayakannya bersama, tapi sekarang Harry sedang tidak ada di sini.
Sahar sedang mengerjakan tugas susulannya karena kemarin—lima hari yang lalu—dia sakit, jadi aku menghabiskan waktuku sendiri disini.
Duduk di café sendirian, menyeruput kopi, memandang keluar jendela—memandangi jalanan yang basah karena rintikan hujan dan cuaca diluar yang begitu dingin.
Seseorang menepuk bahuku dan membuatku menoleh. Aku dikejutkan dengan sosok Luke yang kini sudah bertambah tampan. "Luke?" Tanyaku sedikit ragu dan tak percaya.
Dia tersenyum, menarik kursi dan duduk di sampingku. Ku akui dia memang tampan, dan dia berhasil menumbuhkan rasa kagum dalam diriku terhadapnya.
"Hi, sedang apa kau disini? Di Oxford?" Tanyaku padanya langsung. Mungkin karena ketampanannya, aku jadi bersikap ramah padanya. "Harusnya aku yang bertanya, sedang apa kau disini?" Jawabnya.
"Aku kuliah disini, kau?"
Luke mengangkat alisnya. "Sudah kutebak, kau pasti diterima di Oxford." Katanya dengan senyuman miring yang menghias wajah tampannya, dia memakai lip pearcing yang menambah ketampanannya, dia tampak seperti anak punk.
Aku sebenarnya tak suka dengan hal-hal berbau punk ataupun rock n roll, tapi itu semua tidak berlaku saat Luke lah yang memakainya.
"Aku disini untuk berlibur bersama teman-temanku." Jawabnya. Aku mengernyitkan dahi,
Berlibur? Bukannya ini bukan waktu untuk berlibur?
"Aku akan berlibur cukup lama disini. Hey, bagaimana hubunganmu dengan Harry?" Tanya Luke. Jantungku berdebar saat dia menanyakan hal itu.
YOU ARE READING
Fanzone 2
FanfictionAbel: He's not perfect, but he's all i want. Harry: She never love the sound of her voice on tape, she never want to know how much her weight. She still have to squeeze into her jeans but she's perfect to me.