Aroma roti bakar selai kacang dan bunyi perutku yang lapar membuatku harus bangun dari tidurku yang nyenyak.
Aku masih tidur di apartment Alice, aku tidak ikut Harry yang menginap di hotel. Ya, semalam dia mengantarku kesini dan lalu dia berlalu ke hotel karena ingin cepat-cepat istirahat.
Alice sedang duduk di meja makan sembari menikmati roti bakarnya dan ada secangkir kopi di hadapannya. "Oh, rupanya kau sudah bangun?" Itulah kalimat pertama yang dikatakan Alice saat dia melihatku.
Aku duduk disampingnya dan mengambil jatah roti bakarku. "Kau mau ikut? Malam ini aku dan Ashton akan pergi menonton." Tawarnya. Aku menggeleng sembari menelan roti bakarku. "Tidak, aku akan makan malam bersama Harry."
"Oh, lalu apa kegiatanmu siang ini?" Tanyanya. Aku mencoba mengingat-ingat. "Seingatku tidak ada." Jawabku singkat. Alice memetik jarinya mengartikan bahwa dia sedang mendapatkan ide.
"Jadi kau akan berkencan dengan Harry?" Ulangnya dan aku hanya mengangguk tanpa memalingkan wajahku dari roti bakar. "Aku punya ide untuk itu. Sekarang, kau relax saja. Kau tidak perlu melakukan apapun. Kau tidak boleh kelelahan." Kata Alice.
Tumben sekali dia. Kenapa tidak begini dari dulu?
"Wow! Sebuah kehormatan bagiku untuk melakukan itu. Aku akan menonton tv saja sampai sore, atau mungkin saat Harry akan menjemputku kemari."
"Ya... ya... terserah kau saja. Tapi yang pasti, kau tak boleh kelelahan."
===
Alice baru saja pergi dengan teman-temannya—entah kemana, dia tidak memberi tauku. Tapi yang jelas, aku sedang bersantai menonton tv sembari memakan camilan hanya dengan piyama yang sudah sangat dekil.
Lampu ponselku berkedip dan aku segera membukanya. Ternyata itu adalah sebuah e-mail dari Oxford University.
Didalam e-mail itu tertulis bahwa aku harus sudah masuk kuliah pada hari senin.
Sial. 4 hari lagi dan aku belum ada persiapan apapun. Aku pun segera mencari nama mama didaftar kontakku dan tiba-tiba saja ada panggilan masuk. Wajah dan nama Harry terpampang jelas di layar ponselku dan aku segera mengangkatnya.
"Hi babe, kau ingin jalan-jalan?" Suaranya begitu ceria. Sepertinya dia sedang senang sekali. Aku memang terobsesi terhadapnya, tapi masa bodoh untuk saat ini karena Senin ini adalah kuliah pertamaku.
"Tidak Harry, aku tidak bisa." Kataku cepat.
"Hey hey, ada apa?" Ada kekhawatiran yang sangat jelas dari nada bicaranya dan aku bisa membayangkan dirinya yang sedang mengerutkan dahinya.
"Nanti aku ceritakan, aku harus menelepone orang tuaku dulu." Kataku.
"Tidak, katakan apa yang terjadi." Nada bicaranya datar, namun sukses membuatku merasa terinterupsi.
Aku menghela napas beberapa detik, "Aku mendapatkan e-mail dari Oxford bahwa Senin ini adalah kuliah pertamaku." Kataku dengan perasaan ceria dan juga cemas yang bercampur menjadi satu.
"Dan kau belum mempersiapkan apapun. Astaga!" Aku bisa membayangkan bahwa dirinya sedang memijat dahinya dengan telunjuk dan ibu jarinya.
Ya, dia tau bahwa aku belum mempersiapkan apapun.
"Besok kita akan menjemput orang tuamu dan setelah itu kita akan ke Oxford." Jelasnya. "Kau sudah memegang passportmu?"
"Ya ya ya, aku sudah punya." Kataku sembari mengangguk dengan semangat. Aku tau Harry tak akan bisa melihat anggukanku, tapi masa bodoh.
YOU ARE READING
Fanzone 2
FanficAbel: He's not perfect, but he's all i want. Harry: She never love the sound of her voice on tape, she never want to know how much her weight. She still have to squeeze into her jeans but she's perfect to me.