Saat aku bangun, ini masih gelap. Aku tak tahu berapa lama aku tertidur. Aku berbaring di bawah selimut, dan aku merasa sakit, sakit secara nikmat. Harry masih tertidur dengan polosnya disampingku. Aku senang saat melihat wajahnya yang tenang, dia terlihat seperti malaikat. Aku duduk, menatap pemandangan kota di depanku. Ada sedikit cahaya di antara gedung pencakar langit, dan ada bisikan fajar di timur.
Aku nembangunkan Harry untuk mengantarkanku pulang, aku harus pulang. Secara perlahan aku menggoyangkan bahu Harry. Butuh kesabaran untuk membangunkannya, tapi entah kenapa saat ini dia mudah sekali dibangunkan.
Harry membuka matanya dan memberi tatapan yang mewakili pertanyaannya. "Aku harus pulang." Rengenkku padanya, dia mengangguk dan segera bangkit. Aku menyaksikan dirinya yang masih telanjang turun dari kasur dan memungut pakaiannya dilantai.
Aku membungkus tubuhku dengan selimut dan ikut turun dari kasur agar aku bisa memakai pakaianku. "Kau tak perlu menutupi keindahanmu seperti itu. Aku sudah melihat tubuhmu." Kata Harry. Dia membuatku memerah lagi.
Aku tidak menghiraukan perkataannya dan meneruskan memakai pakaianku. Aku merapikan rambutku yang berantakan akibat kegiatanku dan Harry tadi.
Ada aroma Harry disekitar tubuhku dan aku sedikit takut untuk pulang. Bagaimana jika Alice akan bertanya? Harry merangkulku dan menuntunku untuk keluar dari kamarnya dan menuju lift.
Aku herjalan dengan sangat lambat dan terkadang aku hampir jatuh, untung saja ada tangan Harry yang sigap menjagaku. Aku merasa sakit dibagian sana selama duduk. Mungin ini pengaruhnya untuk yang pertama kali.
"Aku bisa menggendongmu jika kau mau." Harry berkata, aku hanya mengangguk dan Harry langsung menggendongku dan mendudukan diriku di kursi penumpang—disamping Harry.
Aku melirik Harry, tatapannya fokus ke arah jalan. Menurut fakta yang aku pernah baca di internet Harry sangat suka berkendara tengah malam dengan kecepatan di atas rata-rata. Dan ternyata fakta itu benar.
Aku meremas jok kursi mobil karena aku merasa ngeri dengan kecepatan berkendara Harry. Harry tiba-tiba menoleh ke arahku dan seketika dia menurunkan kecepatannya.
Ia mengarahkan tangannya ke tanganku yang masih meremas jok mobil dan meremasnya pelan. "Maaf, aku akan lebih pelan saat berkendara denganmu." Katanya. Aku menggeleng, "Tidak. Aku tak mau kau berkendara seperti itu dengan siapa pun. Aku ingin kau tetap aman." Kataku dan dia terkekeh seketika. "Baiklah jika itu yang kauinginkan." Katanya.
Harry memarkirkan mobilnya di area basement dan kami segera menuju apartment Alice. Kali ini aku menolak tawaran Harry untuk menggendongku, aku takut itu akan mengundang perhatian banyak orang. Jadi Harry hanya membantuku berjalan dengan melingkarkan tangannya di pinggangku.
Aku mencoba membuka kenop pintu yang ternyata tidak di kunci. Aku dan Harry pun masuk. Aku dikagetkan dengan Alice yang tertidur di sofa. Dia terlihat sangat lelah. Perlahan dia membuka matanya karena mendengar pintu yang aku buka tadi.
Ia mendudukan tubuhnya di sofa dan menatapaku dan Harry agak lama. Lalu alisnya mulai berkerut saat dia sadar dengan posisiku yang sedikit aneh. Jantungku berdebar, apa yang harus kukatakan jika Alice bertanya?
"Astaga! Ada apa dengan Abel?!" Suaranya mulai cemas dan keringat mulai menjulur keluar dari pori-poriku.
Apa yang harus kukatakan?
"Dia terjatuh saat hendak masuk ke mobil, akibatnya dia tidak bisa jalan bahkan berdiri dengan sempurna." Harry berkata sebelum aku menjawab. Ada perasaan lega pada diriku.
"Ya ampun, lain kali kau hati-hati," Alice berkata sembari ikut membantuku berdiri. "Harry, tolong bawa dia ke kamar." Pinta Alice dan Harry pun mengangguk dan langsung membawaku ke kamar.
YOU ARE READING
Fanzone 2
FanfictionAbel: He's not perfect, but he's all i want. Harry: She never love the sound of her voice on tape, she never want to know how much her weight. She still have to squeeze into her jeans but she's perfect to me.