Rinjani Berselimut Kabut

60 15 8
                                    

Haripun sudah semakin senja, terlihat warna jingga yang begitu indah menghiasi langit Gunung Rinjani ini. Shafira  tengah asik duduk di atas rerumputan, matanya menerawang jauh ke ujung Danau Segara Anak. Sendiri, kini dia ingin sendiri.

"Hey! kamu Abang cari malah sedang asik duduk sendiri di sini. Lagi liat apa?" tanya Fatur yang tiba-tiba saja muncul di belakang Shafira.

Shafira hanya melirik Fatur kemudian Shafira kembali menatap lurus ke depan. Melihat air dari Danau Segara Anak yang memancarkan pantulan wajahnya. "Di sini enak tau, Bang. Damai, sejuk, tidak berisik."

"Abang ada ide! tunggulah sebentar," ucap Fatur sembil berlari kecil meninggalkan Shafira.

"Apa, Bang?!" tanya Shafira sedikit teriak karena Fatur telah berlalu menjauhi Shafira. Sambil menunggu Fatur, Shafira kembali menatap pantulan wajahnya pada air Danau Segara Anak. Sambil sesekali memainkan air dengan jemarinya.

Beberapa detik kemudian, Fatur kembali dengan menenteng alat musik gitar. Dia mulai memetik senar-senar gitar yang menghasilkan bunyi akustik yang senada dengan lagu yang dibawakan Fatur.

Kita melangkah susuri hutan berdua,

Melarikan diri dari penatnya kota,

Sang senja mengintip dari balik dedaunan,

Tersipu malu sebab kau lebih elok dari nya

Tak terasa temaram menggerayangi letih,

Desiran angin menggoda kita agar berhenti,

Api menari diantara binar matamu,

Shafira terlihat sangat menikmati permainan gitar yang dimainkan oleh Fatur. Terlihat senyum menghiasi wajah mereka. Dan, Shafira sepertinya sudah melupakan rasa kecewanya pada Dhani. Benarkah ?

Terbukti, bahwa mendaki dapat menyembuhkan luka hati. Bahkan mendakipun bisa menjadi pelajaran berarti. Dapat mengubah hidup sesorang menjadi lebih baik. Jadilah pendaki yang baik, sayangi alammu.

Tanpa sepengetahuan mereka, terlihat seseorang sedang mengamati mereka dari jauh. Melihat secara detail matanya, hidungnya, wajahnya, bibirnya, senyumnya. Semua tentang mereka ingin dia ingat agar dapat dituangkan dalam sebuah kanvas.

"Sepasang pendaki dan Rengganis," gumam seseorang yang sedang mengamati Fatur dan Shafira.

****

"Ayo Shafira! Kamu pasti bisa!" teriak Fatur menyemangati Shafira.

Napas terasa berat, ditambah angin yang berhembus semakin kencang. Perjalanan yang semakin menaik dengan medan berpasir. Sungguh, siapapun yang tidak fokus dan tidak hati-hati pasti akan tergelincir jatuh ke bawah.

Mereka melakukan pendakian ke Puncak Anjani sekitar pukul 02.00 WITA agar dapat menyaksikan sang surya bangun dari tidurnya. Menyaksikan sunrise dari puncak tertinggi Gunung Rinjani.

"Sedikit lagi! Semangat!" terdengar tim lain juga saling menyemangati satu sama lain.

Dan... terlihatlah sang surya yang masih malu-malu menampakkan dirinya. Warna kemerahan menyelimuti langit di Puncak gunung Rinjani. Sungguh sangat romantis jika ada seseorang yang melamar wanita yang dicintainya tepat saat sunrise di Puncak Gunung  Rinjani ini.

"Abang! Alhamdulillah kita sampai puncak, Bang!" teriak Shafira sembari memeluk Fatur.

Persaan haru bahagia menyelimuti dada para pendaki yang berhasil menapaki atap Pulau Lombok ini. Ucapan rasa syukur tak hentinya terucap dari bibir mereka. Merekapun tak lupa mengabadikan pemandangan yang indah ini dengan kamera dan ponsel masing-masing.

"Abang, aku ingat umi sama abi. Kalau umi sama abi masih ada... pasti mereka bahagia mendengar kabar bahwa kita berhasil mencapai Puncak Gunung Rinjani ini, Bang," ucap Shafira yang masih terisak dipelukan Fatur.

"Umi sama abi pasti bahagia dek, semoga Allah menempatkan mereka di syurga-Nya yah," sahut Fatur.

Shafira hanya mengangguk sembari menghapus air matanya.

****

Setelah puas menikmati keindahan dari Puncak Rinjani, Fatur, Shafira dan yang lainnya pun turun kembali ke area camp di sekitar Danau Segara Anak. Tempat mereka mendirikan tenda dan menitipkan ransel mereka.

Belum sampai mereka di area camp, tiba-tiba saja pandangan Fatur dan Shafira kabur. Jarak pandang hanya tersisa lima meter saja. Semuanya menjadi gelap, diikuti suara angin yang menderu seperti terjadi gerimis.

"Jangan bergerak, Ra!" perintah Fatur sambil terus menggenggam erat tangan Shafira agar tidak terpisah darinya.

"Abang, kabutnya tebal sekali. Aku tak bisa melihat apapun," seru Shafira.

"Tenang Ra, semua akan baik-baik saja. Kita berdoa ya, semoga tak terjadi hal yang tidak diinginkan," ucap Fatur menenangkan Shafira yang sudah terlihat sangat panik.

"Abang... dingin....." panggil Shafira dengan nada yang mulai melemah. Samar-samar terlihat kelopak matanya perlahan menutup, bibirnya bergetar, tubuhnya begitu dingin, dan wajahnya memucat. Dan Shafira terkena Hypotermia. Dan mereka berdua limbung. Terguling-guling di atas tanah kering Gunung Rinjani. 

****

Semua anggota terlihat murung, wajah mereka begitu lusuh. Pikiran mereka tertuju kepada sepasang kakak beradik yang menghilang entah ke mana dari rombongan mereka. Terlihat pipi Zahra telah basah oleh air mata. 

"Sudah Ra, kita doakan saja semoga Fatur dan Shafira bisa ditemukan dengan selamat," ucap Fakhri pada Zahra. 

"Tapi ini sudah hampir dua hari mereka menghilang Kak, dan sampai sekarang belum ada tanda-tanda dari keberadaan mereka," ucap Zahra yang masih terisak. 

"Kita semua sudah berusaha mencarinya, kita tunggu kabar selanjutnya dari Tim Sar."

Sudah hampir dua hari Fatur dan Shafira menghilang entah ke mana. Beberapa Tim Sar, tim relawan dan warga sekitar telah dikerahkan untuk mencari keberadaan Fatur dan Shafira. Tapi nihil, tak ditemukan sedikitpun jejak darimereka. 

Di sisi lain, seorang wanita tengah tertatih berjalan menyusuri lebatnya hutan belantara. Dia terlihat memijit pelipisnya yang masih berdenyut sakit. "Abang, kamu di mana ? Abang!" teriak Shafira. 

Tubuhnya kembali terjerembab pada tanah kering Gunung Rinjani. "Abang, Shafira takut sendirian di sini, abang di mana?" ucap Shafira dengan air mata masih saja mengalir pada pipi mulusnya.

Dia edarkan matanya ke penjuru hutan ini. Dan, matanya berhenti saat benda tak asing menyita penglihatannya. Tas selempang warna hitam yang biasa Fatur gunakan saat mendaki. Tas itu terlihat kusam terkena debu.

Shafira segera bangkit dan menghampiri tas itu. Betapa terkejutnya ia saat melihat tubuh kakaknya terkapar lemah di atas tanah. Berlumuran darah yang terlihat sudah agak mengering di pelipis Fatur.

Maaf kalau gaje, masih pemula...  Banyak komentar, banyak revisi, agar lebih baik lagi... 
Jangan lupa tinggalkan jejak para Readers... 😀

Pintu SenaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang