Jogjakarta

44 9 7
                                    

 Enam bulan setelah kejadian di Gunung Rinjani, Fatur harus menjalani terapi akibat cidera di kaki kanannya. Selama enam bulan pula, Fatur menjadi lebih dekat dengan perawat bernama Humaira yang tak lain adalah keponakan dari Yusuf dan Zulaika. 

Humaira pulang ke Jakarta atas permintaan Zulaika. Benih-benih cinta pun mulai bersemi di taman hati Fatur dan Humaira. Wanita cantik, dengan tinggi semampai, hidung mancung dan mata bulat yang selalu berbinar. Wajahnya yang teduh selalu membuat hati Fatur menjadi rindu jika sehari saja tak bertemu Humaira. 

"Bagaimana keadaanmu? sudah lebih baik kan?" tanya Humaira pada Fatur.

"Alhamdulillah,  sudah lebih baik dari sebelumnya. Sudah mulai enak digerakkan setelah dua bulan di gips," jawab Fatur.

"Syukurlah kalau begitu, lebih rajin lagi terapinya. Aku akan membantu memulihkan cideramu," ucap Humaira. Senyumnya mengembang malu di hadapan Fatur, begitu juga sebaliknya.

"Terimakasih, telah membantu merawatku selama ini," ucap Fatur diikuti senyuman manisnya yang dihiasi oleh lesung pipit dikedua pipinya.

Senja sore ini menjadi semakin indah dihiasi dengan bunga-bunga yang sedang merekah di hati Fatur dan Humaira. Semerbak wanginya memenuhi serambi rumah Yusuf. 

Tak terasa, malam pun kian menutupi sore. Langit biru telah berganti dengan warna hitam. Lantunan adzan magrib pun telah menggema di segala penjuru kota Jakarta.

"Dek, Abang salat magrib di masjid ya bareng sama Pak Yusuf," pamit Fatur pada Shafira.

"Iya, Bang."

****

Shafira terus menjejalkan semua baju dan barang bawaannya ke dalam ranselnya. Setelah semuanya masuk ke dalam ransel, Shafira mengitari pandangannya ke dalam ruangan yang bercat biru muda. Selama enam bulan dia menempati kamar ini. Selama itu pula, kamar ini telah menjadi saksi bisu lika-liku kehidupan Shafira.

Fatur hanya menatap pahit punggung Shafira. Fatur harus menelan kenyataan pahit saat dia harus berpisah dengan adik tersayangnya. Yah, hari ini Shafira sudah memutuskan untuk pindah ke Kota Budaya, Jogjakarta. Shafira telah menerima tawaran budhe-nya untuk melanjutkan kuliah di Jogjakarta. Demi masa depan adiknya, Fatur pun rela berpisah jarak dengan Shafira. 

"Dek," panggil Fatur dan mendekati Shafira. "Jaga diri baik-baik selama di Jogja, Abang nggak bisa terus jagain kamu," lanjut Fatur.

"Abang juga yah, Fira pasti akan sangat merindukan Abang," tutur Shafira. Cairan hangat pun mulai membasahi pipinya. Fatur segara menarik tubuh Shafira ke dalam pelukannya. Menenangkan adik-nya agar tidak bersedih lagi. Bagaimana tak sedih? Fatur dan Shafira yang tak pernah terpisah jarak sangat jauh dan dalam waktu yang lama, kini harus berpisah demi masa depan mereka.

"Jangan menangis, Ra. Abang janji, akan sering mengunjungimu di Jogja," ucap Fatur sembari mengusap punggung Shafira dan mengecup pucuk kepalanya.

Sungguh, pemandangan yang sangat mengharukan  tersaji di hadapan Yusuf, Zulaika dan Humaira. Mereka hanya menatap iba sepasang kakak beradik itu.

Shafira melepas pelukan Fatur dan menghampiri Zulaika, Yusuf dan Humaira yang berada di ambang pintu kamarnya.

"Pak, Bu... Terimakasih yah atas bantuannya. Selama ini Fira dan Bang Fatur sudah diizinkan tinggal di rumah ini. Fira sungguh beruntung bisa bertemu dengan orang sebaik Ibu dan Bapak," tutur Shafira.

Zulaika pun memeluk erat Shafira, "Kamu sama Fatur sudah Ibu anggap anak sendiri, sampai kapan pun, Ibu sama Bapak akan sayang sama kalian."

"Sebentar lagi Gibran sampai, kamu bersiap yah, Ra." ucap Fatur memecahkan suasana haru diantara Zulaika da Shafira. Dan Shafira hanya menganggukan kepalanya.

***

Shafira menatap iba jalanan Jakarta, macetnya kebangetan. Dia menghembuskan napas kasar. Seakan ingin melepaskan beban yang ada dihatinya. Hari ini, dia akan meninggalkan kota Jakarta dan tinggal di Jogjakarta. Kota kelahirannya yang sangat dirindukan. Dan tentunya meninggalkan kakak yang sangat disayangnya, Fatur.

"Dek, ngelamun aja. Mikirin apa sih?" tanya Gibran memecahkan lamunan Shafira. Gibran Arya, adalah anak dari Ratna, budhe-nya Shafira.

"Nggak apa-apa, Mas Gibran."

***

Shafira mengambil napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Senyum Shafira mengembang setelah melihat budhe-nya di ambang pintu. Shafira segera menghampirinya.

"Assalamualaikum, Budhe," sapa Shafira sambil mencium punggung tangan budhe-nya kemudian menghambur ke pelukan budhe-nya.

"Walaikumsalam, Nduk. Budhe kangen banget sama kamu. Sudah besar sekarang. Ayo masuk dulu, istirahat!" Ucap Budhe dengan sangat antusias dengan kedatangan Shafira.

***

Shafira menghempaskan tubuh lelahnya di atas spring bed berukuran sedang. Dia menatap sekeliling ruangan yang akan menjadi kamarnya selama tinggal di Jogjakarta.

Dia mengeluarkan posnsel miliknya dari dalam tas. Menempelkannya di daun telinga. "Assalamualaikum, Abang. Alhamdulillah, Shafira sudah sampai di Jogja."

"Waalaikumsalam, Alhamdulillah, Dek. Kamu sudah sampai dengan selamat. Abang senang dengarnya, ingat pesan Abang selama di Jogja yah, Dek."

"Siap Abangku sayang."

"Ya sudah, kamu tidur yah! Ini sudah malam. Kamu pasti capek abis perjalanan jauh."

"Iya nih, Bang. Ya sudah, Fira tidur dulu ya, Assalamualaikum,"

Sambungan telfon pun terputus dan Shafira segera terlelap dalam tidurnya.

Segini dulu, lagi agak males buka wattpad karena kesibukan.
Jangan lupa tinggalkan jejak para readers!  😊

Pintu SenaruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang