Tidak ada yang menakutkan di dunia ini
Semua adalah bayang yang semu
Realitas yang sebenarnya tak nyata
Atau yang tak nyata menciptakan realitas?
Hari ini sedikit berbeda dari biasanya. Ardi yang kesehariannya bekerja di sebuah Bank ternama di Indonesia, melakukan perjalanan di setiap libur yang ia dapatkan. Namun, kini ia hanya duduk manis di depan rumahnya dengan segelas kopi dan beberapa bungkus rokok dan memikirkan kejadian yang baru saja terjadi. Suatu kejadian yang tak pernah ia temui dimana pun. Suatu kejadiaan yang membuat dirinya bingung dengan pertanyaan yang ia buat sendiri. Ini semua ulah satu orang, hanya satu orang; perampok yang merampok bank dimana ia bekerja.
***
Senin, 9 Januari 2017. Senin, hari dimana banyak orang membencinya. Senin adalah hari untuk mengawali setiap kali kegiatan, entah bekerja maupun bersekolah. Tidak hanya para pekerja saja yang membenci hari senin, anak-anak sekolahpun membencinya. Mereka seakan tidak rela jika hari liburnya harus berakhir dan kini mereka kembali ke meja belajar untuk mencari ilmu.
Seperti biasanya, Ardi masuk kerja pada pukul 07.00 pagi. Ia selalu mengawali hari-hari yang berat dengan meminum secangkir kopi dan memakan beberapa roti untuk mengisi perutnya. Di awal pagi ini, ia merasa dirinya sudah siap.
Bank sudah buka. Pintu-pintu yang berdiri kokoh dengan tulisan 'Tutup' pun di putar dan seketika berubah menjadi 'Buka'. Orang-orang yang setia menunggu, datang dan masuk. Untuk segala urusannya, entah membayar cicilan motor, mobil atau membayar hutang kepada Bank atau untuk menyimpan harta mereka. Ardi pun siap memberikan pelayanan kepada para nasabahnya ini. Ia rupanya sudah berdiri di tempat ia bekerja. Dihadapannya terdapat satu buah komputer, satu alat untuk menghitung uang, beberapa buku dan bolpoin, tempat penyimpanan uang dan yang terakhir di hadapannya ada sebuah tempat yang bertuliskan "Teller" dan namanya. Ia juga memulai memeriksa dirinya sendiri. Kemeja putih yang ia kenakan, kartu nama yang ia sematkan di dadanya, beberapa bolpoin yang ia bawa dan juga sepatu hitamnya yang mengkilat. Beberapa kali juga ia menata rambutnya, merapikan rambutnya hanya demi menyenangkan hati nasabahnya.
Para nasabah Bank sudah mulai berdatangan. Mereka mengambil nomor antrian dan duduk manis menunggu nomor antriannya di panggil. Ardi pun sudah mulai melayani orang-orang yang berdatangan untuk menyelesaikan urusannya dengan Ardi. Namun, suasana yang pada mulanya damai, kini berubah menjadi mencekam. Empat orang berpakaian hitam dengan penutup wajah hitam dan sepatu yang hitam, mulai memasuki kantor. Mereka mulai berteriak kesana dan kemari, menyandera satu orang untuk membuat polisi kelabakan. Ada dua polisi, namun mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Senjata laras panjangnya disita oleh kawanan perampok dan alat komunikasinya pun di hancurkan. Empat pria ini menodongkan senjata api yang sangat berbahaya dengan membabi buta. Tak peduli siapa yang ia todong itu, ia hanya ingin membuat banyak orang ketakutan.
Satu orang berjalan ke meja Teller, dimana tempat ia bekerja. Temannya yang ada di sisi kanan dan kiri pun hanya memandang Ardi. Kini Ardi harus berhadapan dengan seorang perampok.
Perampok itu berjalan dengan sangat tenang. Wajahnya kalem dan tatapannya dingin. Ia hanya memegang sebatang rokok. Tidak ada senjata api. Tidak ada senjata tajam. Hanya sebatang rokok.
Kini, perampok itu sudah ada didepannya. Ardi hanya menatapnya dan gugup. Tangannya bergetar tak berirama. Ia ketakutan bukan kepalang. Perampok itu masih saja menatap Ardi. Asap rokoknya mengudara bebas.
"Angkat tanganmu dan serahkan semua uang yang kau miliki diatas meja ini!" Perintah perampok itu. Ardi hanya mengangkat tangannya, namun tidak mengambil semua uang milik nasabahnya ini untuk perampok itu. Perampok itu masih menatap Ardi. Ia menghela nafasnya, menghisap rokoknya kuat-kuat lalu menghembuskan di hadapan Ardi. Perampok itu mencoba mengulang kembali perintahnya.
YOU ARE READING
Putih
NouvellesPandangannya kini telah berubah. Iya, akulah penyebabnya. Bibir manisnya kini telah hilang. Pelangi di matanya kini telah lenyap mentah-mentah. Aku melihat; hilangnya keceriaan dirinya di hadapanku. Dia adalah; Nadya ku