Delapan

133 18 38
                                    

Dixon's POV

"Kegelapan akan datang sebentar lagi."

Aku menaikkan kedua bahuku acuh, masih terdiam sembari menatap kedua mata Iven yang menyiratkan sebuah ketakutan yang belum pernah kutemukan sebelumnya.

"Kau harus membantu kami. Alpha itu tidak bisa dipercaya."

Bibirku masih terkatup rapat, enggan berbicara untuk menanggapi Iven. Sampai pada akhirnya, kehadiran seorang gadis berambut merah mengejutkanku saat ia berkata dengan sekali tarikan napas, "perburuan makanan oleh ras Hitam sudah dimulai."

Angin langsung tertiup dengan kencang. Menerpa kami dengan tidak sabaran saat sinar rembulan mulai menyelinap masuk ke dalam celah-celah ranting pepohonan.

Lantas aku langsung menoleh ke belakang, menatap jauh ke dalam hutan untuk beberapa detik sebelum akhirnya berlari meninggalkan jeritan histeris Naomi yang memintaku untuk tetap di tempat.

Kedua tungkaiku terus berlari sembari menepis dahan pohon dengan kedua tangan. Pikiranku dipenuhi oleh sosok sialan yang baru saja mengecewakanku. Perasaan khawatir itu juga meledak tepat di dalam diriku, memaksaku untuk bertemu secepatnya dengan gadis itu.

Saat aku kembali ke tempat di mana aku bertemu dengan Savanna tadi, gadis itu telah menghilang. Hanya noda hitam yang masih cukup basah mengotori salah satu akar pohon yang tadi di duduki oleh dua anak kecil.

Aku mengendus ke arah noda darah itu, memejamkan mata saat nikmat aroma Savanna kembali tercium. Namun kedua mataku langsung terbelalak kaget saat udara di sekitarku dengan mendadak terasa mencekam.

Endusanku pun berubah menjadi ke arah di belakang pohon saat hembusan udara dingin menyapa. Membuatku berjalan ke sana dan langsung mendapati darah hitam yang lebih banyak bercecer di atas salju.

Cahaya bulan purnama semakin menerang saat kedua mataku mendapati sesosok gadis kecil di antara semak-semak bersalju yang tertutupi cahaya bulan. Ia tengah memeluk kedua lututnya yang tertekuk, tubuhnya gemetaran dan kepalanya ia tenggelamkan di antara kaki serta badannya.

Dengan segera aku berlari ke arahnya, berlutut di depannya secara perlahan dan menyentuh lembut pundaknya yang mendadak berubah tegang.

"Ini aku, Dixon."

Gadis kecil itu mengangkat wajahnya dengan cepat, menatapku dengan derai air mata yang membasahi pipinya kemudian memeluk leherku kuat. Wajahnya ia tenggelamkan di leherku, membuatku memeluknya erat sembari mengusap-usap punggungnya.

"Kau aman denganku," ujarku kemudian menoleh ke sekeliling untuk melihat keadaan. "Apa yang terjadi barusan?"

Ia tak langsung berbicara, butuh beberapa kali helaan napas sebelum akhirnya dapat menjawab pertanyaanku dengan lebih tenang. "A—aku melihat Alpha mendelik ke arah bulan purnama s—saat taringnya tumbuh dan mengeluarkan darah hi—hitam. Urat-urat di leher serta pergelangan tangannya ju—juga mencuat dengan warna kehitaman. Kemudian ia melihat ke arahku, mendesis dan mengejarku. Namun men—mendadak ia pergi saat aku sudah berada di semak-semak ini."

Aku mengangguk, tak ingin kembali bertanya karena aku tahu ia benar-benar ketakutan. Dengan segera aku berteleportasi menuju tempatku saat bertemu Naomi tadi. Ia hendak meneriakiku jika aku tak langsung memberikan gadis kecil ini kepadanya dan kembali menghilang untuk melanjutkan pencarianku.

Cahaya di antara pepohonan ini tidaklah lagi begitu gelap. Bahkan semak-semak yang sebelumnya terasa aman bagi gadis kecil itu, terasa lebih mencekam saat cahaya bulan menyinarinya dengan terang-terangan.

Entah kenapa aku dapat menarik kesimpulan bahwa ras Hitam tidak bisa mencari makanan di tempat yang gelap. Ia hanya bisa mencari dan berkeliling di bawah sinar rembulan yang kini tengah menyinari kami.

Dixon Abraham [PENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang