Xave

110 13 19
                                    

Hari telah kembali berlalu saat Savanna berseru pada seluruh anggota pack yang ia kumpulkan di pekarangan belakang bahwa Xave Ketiga akan datang sebentar lagi. Sementara aku, Rion, Naomi, dan Lanna berdiri tepat di belakang Savanna yang kini tengah mondar-mandir.

Kedua tangan gadis itu ia tautkan di belakang punggungnya yang berbalut mantel, rambut hitamnya yang tak ia ikat dihiasi salju-salju kecil yang tengah berjatuhan dari langit Vamps. Wajah Savanna terlihat pucat serta lingkaran hitam di bawah matanya membuatku bertanya-tanya.

"Aku mau semuanya bersikap baik. Meskipun terjadi sesuatu kepada Xave Ketiga, jangan pernah mencoba menatap matanya dan jangan pernah mencoba untuk mengobatinya. Ia memiliki perawatnya sendiri. Mengerti?"

Seruan 'mengerti' dari para werewolf itu pun terdengar menggelegar. Membuat Savanna mengangguk kemudian berbalik badan menghadap kami. Kedua mata hitamnya tak menatapku sama sekali, namun yang pasti ia mengisyaratkan kami untuk bergegas pergi ke perbatasan antara Vamps dan Xilvonia—pulau para Pegasus.

Kami pun melewati hutan yang berada di seberang pekarangan belakang, yang kukenali sebagai hutan yang memiliki seleksi alam tersendiri. Hutan itu akan menyeleksi kemampuanmu dalam berburu saat kau pertama kali menginjakkan kakinya di sana. Jika kau tidak memiliki kemampuan yang cukup hebat, maka hutan itu akan menyesatkanmu dan tak membiarkanmu keluar dari sana.

Demi memberi kesan yang baik untuk penghuni hutan, aku mengatakan pada Savanna bahwa lebih baik kita berlalu melewati bagian atas hutan. Melompat dari dahan ke dahan walaupun sesekali menapakkan kaki di atas salju. Dan Savanna menyetujuinya tanpa bicara sedikitpun.

Setelah mencapai ujung hutan, kami melompat turun hingga berada tepat di depan pintu gerbang perbatasan—yang mungkin saja menjadi pintu keluar bagi ras lain.

Seorang gadis berambut silver dan kedua matanya yang berwarna ungu tengah terlihat ketakutan sesaat sebelum melihat Savanna yang sudah berdiri di hadapannya.

"Luna, senang kau telah datang," ujar Savanna.

Gadis itu mengerjap, menatap Savanna lekat-lekat kemudian bersuara dengan sedikit parau. "Savanna?"

Savanna pun mengangguk saat seulas senyuman tipis terukir di wajah kakunya. Oh astaga, aku sungguh merindukannya!

"Aku tahu kau tidak akan melupakanku." Savanna pun menghampiri gadis itu dengan perlahan, memastikan bahwa ia tidak lagi ketakutan. "Kau akan bermalam di pack kami untuk sementara."

"Oh, aku hanya datang untuk—"

"Ini perintah Yang Mulia Ratu Xerafina, Luna," sela Savanna. Apakah ia tidak canggung menyebut ibunya dengan sebutan itu?

Kemudian gadis itu mengangguk, membuat Savanna berbalik arah dan mulai berjalan kembali ke arah hutan untuk mengambil ancang-ancang melompat. "Ikuti kami."

Kami pun mulai kembali melompat di antara dahan-dahan, menghindari sebisa mungkin menyentuh salju agar dapat membantu Lalluna—gadis itu—mendapat kesan yang baik oleh hutan ini. Memang cukup aneh, tapi ya sudahlah.

"Tidak aman lewat bawah, maka dari itu kita memilih jalur atas," ujar Naomi yang berada di belakangku pada Lalluna. Pasti ia ingin membuat gadis itu nyaman dan tidak merasa terasingkan.

Sesampainya di pekarang belakang rumah pack, Savanna langsung meninggalkan kami dan berjalan masuk ke dalam rumah pack. Bukankah ia yang mengatakan bahwa seharusnya kita bersikap baik? Tapi mengapa ia menjadi seperti ini?

"Ini rumah pack. Bluemoon," ujar Lanna saat kami telah berjalan pelan melewati pekarangan. "Kau akan bermalam di sini."

"Bersama kalian?" tanya Lalluna.

Dixon Abraham [PENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang