Savanna mengalihkan pandangannya dariku. Kini ia yang menghadap ke langit dengan kedua matanya yang terpejam. "Entahlah, Dixon, aku merasakan hal yang sama. Hanya saja, ada suatu hal yang tak bisa kujelaskan dan itu begitu menggangguku."
"Aku tahu bahwa hal itu berasal dari Keisha." Sial. Air matanya terjatuh dari sudut mata gadis itu. "Mungkin aku juga butuh beberapa saat sebelum dapat menyimpulkan beberapa hal."
Kemudian kuraih tangan gadis itu, menggenggamnya erat seraya ikut memejamkan mata dan menghadap langit. "Maaf."
"Untuk?"
"Segalanya."
"Kau bahkan tidak melakukan apapun."
Aku mendesah pelan sebelum menjawab. "Maaf jika aku menjadi sebab di antara kau dan Keisha hingga bertengkar."
Savanna sama sekali tidak membalas genggamanku. Ia hanya terdiam. Bahkan tubuhnya terasa sangat lemas hingga saat kurasakan tangannya bergetar, aku segera membuka mata dan melihat ke arahnya.
Tubuhnya bergetar hebat, membuatku segera bangkit dari posisi dan meraih bahunya untuk bersandar pada pahaku. Kuusap rambut gadis itu ke belakang, mendapati bibirnya yang berubah kebiruan serta mengeluarkan cahaya membuatku panik dalam sekejap.
Sejauh yang kutahu, ini ada hubungannya dengan sihir. Dan aku tidak tahu-menahu tentang itu sedikit pun. Segera mungkin aku memikirkan kemana aku harus membawa gadis ini pergi. Karena berteleportasi menuju pulau Vamps amat sangat mustahil. Tenagaku sudah terkuras banyak.
Hingga satu-satunya yang dapat kuingat hanyalah Istana Maegovanen. Walaupun terasa samar, namun aku ingat betul bagaimana bentuk pintu masuk Istana.
Sesegera mungkin aku berteleportasi ke sana, membawa gadis ini di dekapanku dan langsung didapati oleh empat penjaga pintu Istana dengan seragam khas penjaganya yang kini tengah menggeram ke arahku. Persetan dengan para manusia-anjing.
Aku berdiri sembari terus menggendong Savanna, menunjukkan wajah gadis itu kepada para penjaga dan lantas membuat mereka langsung membuka pintu untuk membiarkanku masuk. Dua dari mereka berjalan di depanku dengan tergesa-gesa dan panik. Seolah Savanna ialah seseorang yang benar-benar mereka jaga.
Hingga saat sampai di pertigaan lorong, salah satu dari penjaga itu pergi ke arah kanan. Dan yang satunya lagi memintaku untuk mengikutinya ke arah kiri. Membawaku kepada sebuah lorong panjang serta lebih lebar, dengan ornamen-ornamen khas leluhur serigala yang berwarna keemasan di setiap dindingnya, dan berakhir di depan sebuah pintu kecil berwarna merah marun.
Penjaga itu membukakannya, menyuruhku untuk masuk dan langsung berbelok ke kanan untuk menaiki tangga. Dan kali ini segalanya berubah. Bukan lagi seperti sebuah Istana, melainkan rumah sebuah keluarga yang terasa begitu hangat dan harmonis.
Walaupun aku merasa lancang karena memasuki rumah ini tanpa izin, aku langsung saja naik ke atas untuk membawa Savanna ke sebuah ruangan. Aku baru saja ingin mengumpat ruangan mana yang harus kumasuki hingga kudapati sebuah pintu bertuliskan "Savanna Charlotte Huighstone".
Huighstone?
Aku terbelalak. Persetan dengan segala kelemahan para Vampir! Kakiku bergetar tak karuan saat tahu Savanna adalah seorang anak dari Raja Ave. Sekalipun aku harus meragukannya, tapi siapa lagi di dunia sialan ini yang bernama Savanna Charlotte Huigshtone?
Kemudian aku menepis pemikiranku, membuka pintu itu dengan hati-hati kemudian memasuki ruangan bernuansa emas itu. Kuletakkan gadis itu di atas ranjangnya, menyelimutinya, dan berjalan ke arah pintu untuk memeriksa seseorang yang dapat kumintai bantuan.
Tepat setelah aku hendak kembali masuk ke dalam ruangan, seseorang dengan suara husky memanggilku. Membuatku berbalik dan langsung tertunduk saat mendapati Raja Xavier dan Ratu Xerafina tengah berjalan ke arahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dixon Abraham [PENDING]
FantasyKeputusan Raja dan Ratu Ave sangat tepat saat mengutus anak sulungnya untuk memimpin pack yang berada di Vamps. Selain dapat membubarkan pack ilegal yang berada di pulau kami, ia juga dapat bertahan hidup dengan baik bersama jiwa Vampir serta Werewo...