3. Wanita Idaman

899 55 0
                                    

Laxus sesekali melirik ke belakang. “Majulah, jalan di sampingku.”

Tapi titah Laxus tidak di dengar Mirajane. Dia masih jalan di belakang Laxus.

Laxus berpikir dalam benaknya. “Dia, apakah sudah menyetujui permintaan Kakek? Perlakuannya saat ini. Berjalan di belakangku. Seolah dia memberi pertanda bahwa dia telah menyetujuinya. Tapi jalan di belakangku. Aku bukan pemain Kabuki.” (Rata-rata para istri dari aktor Kabuki jalan dua atau tiga langkah di belakang sang aktor Kabuki.)

Laxus kembali mengingat perilaku Mirajane dia dalam guid. “Mira saat kecil adalah gadis yang bisa mengekspresikan dirinya dengan baik. Kadang dia seperti wanita yang akan cepat marah. Tapi setelah kepergian Lissana adiknya. Mira lebih cenderung pendiam. Dia pengguna magic Take Over. Satan Soul. Kakek melarang dia menggunakan magic itu. Tapi beberapa kali dia langgar karena semua demi melindungi guild. Kakek memakai nama guid agar Mirajane luluh dan langsung mau menikah denganku. Astaga, kakek benar-benar licik. Dia menjual nama guild.” Laxus kembali berpikir. “Mirajane lebih sering tersenyum saat melayani sebagai pelayan bar di guild Fairy Tail. Tidak pernah ada anggota Fairy Tail yang melihat raut wajahnya yang sedih. Mungkin, dia sudah mengubur rasa sedihnya dalam-dalam. Wanita memang menakutkan, dia bisa menyembunyikan perasaannya sendiri. Kakek ini masalah rumit. Semua gara-gara Gildart yang kembali menyerahkan gelar master pada Kakek. Andai saja dia ada di sini. Aku tidak perlu mengikuti permainan kakek..” Laxus dengan cepat dia melangkah seakan lupa dengan keberadaan Mirajane.

“Laxus...”

Laxus tidak berhenti jalan. Dia masih memikirkan sesuatu di otaknya. Dan bergumul sendiri.

“Laxus... Kita mau kemana?.” Tanya Mirajane.

Laxus menghela nafasnya.

“La...”

“Mira... Jalan di sampingku. Aku tidak bisa mendengarmu!.” Laxus menarik tangan Mirajane sehingga mereka berdiri sejajar.

Wajah Mirajane merona merah. Nampak perasaan terkejut dari raut wajahnya itu.

“Ada apa?.” Tanya Laxus.

Mirajane melepaskan genggaman tangan Laxus. “Kita mau pergi kemana?.”

“Ke tempat Gildart. Aku kan sudah bilang barusan bahwa Gildart tidak mau mengambil pekerjaan ini. Aku akan menanyakan padanya apa dia mengetahui sesuatu.” Jawab Laxus.

Mirajane mengangguk mengerti.

“Jalankan di sampingku. Aku tidak bisa mengawasimu jika kamu di belakangku.”

Permintaan Laxus di turuti Mirajane. Mereka pun jalan berdampingan.

“Mengenai pembicaraan waktu itu. Apakah kamu sudah menjawabnya?.” Tanya Laxus.

Mirajane diam.

“Mira... Aku tidak mau gelar itu dan aku juga belum mau menikah...”

“Jika kamu menemukan wanita yang lebih baik dariku, kamu bisa menolak permintaan Master. Demikian sebaliknya, itu adalah peraturan nya. Aku harap kamu lebih dahulu mendapatkan wanita itu.”

“Permainan ini masih berlanjut rupanya. Wanita yang lebih baik darimu?.” Laxus kemudian berpikir. “Erza tidak. Lucy, dia sudah milik Natsu. Juvia dia mengejar-ngejar Gray dari awal masuk. Evergreen dia sudah mencintai Elfman. Lissana dia sudah seperti adikku. Cana... Anak kandung Gildart. Aku akan memikirkan ulang.” Pikirnya.

Laxus dan Mirajane berdiri di sebuah pintu rumah di pinggir sungai.

“Gildart...” Laxus mengetuk pintu rumah itu.

Tak lama ada seorang pria membukakan pintunya.

“Kalian. Masuklah.” Gildart menyambut Mirajane dan Laxus dengan ramah.

“Ada apa?.”

“Kakek memerintahkan kami untuk mengambil pekerjaan ini.” Laxus memberikan  selembaran itu.

Gildart mengerutkan dahinya saat melihat permintaan itu. “Ini...”

“Apakah sangat sulit?.” Tanya Laxus.

Tak ada jawaban keluar dari mulut Gildart.

“Gildart?.” Mirajane merasa akan mendengarkan berita buruk.

Gildart menghela nafasnya lalu berkata. “Aku lupa.”

Laxus dan Mirajane terkejut mendengar jawaban itu.

“Apa maksudmu?.”

“Sudah jangan bertanya lagi. Lebih baik kalian istirahat di rumah ini. Besok kembalilah melakukan pekerjaan itu.” Kata Gildart.

Mirajane dan Laxus lebih terkejut lagi saat mereka di dorong ke sebuah kamar oleh Gildart.

“Apa maksudnya?.” Laxus meninggikan suaranya.

“Dirumahku hanya ada satu kamar. Kalian tidurlah di kamar ini aku akan tidur di sofa luar.”

“Tapi aku...”

“Sudah, kalian butuh istirahat. Masuklah.” Gildart mendorong mereka masuk ke kamar itu.

“Gildart.” Laxus hendak membuka kamar itu. “Di kunci?.”

Mirajane tidak tahu harus bersikap apa. Dan situasi ini membingungkan bagi mereka.

Sementara itu di depan rumah Gildart.

“Ya master aku sudah melakukannya. Semua seperti dugaannya.” Kata Gildart lalu dia menutup kartu panggilan yang dia miliki dari Cana.

Di dalam kamar.

Laxus terus menghadap pintu. “Gildart...” dari suaranya terdengar kemarahan.

Mirajane duduk di ujung tempat tidur sambil memikirkan apa yang Gildart rencanakan di balik semua ini. Wajahnya tetap tenang seperti biasa.

“Mira... Apa yang kamu pikirkan?.” Tanya Laxus tanpa beranjak dari tempatnya berdiri dan tetap melihat ke arah pintu kamar.

“Memikirkan tindakan apa yang Gildart lakukan?.”

Laxus meninju pintu kamar itu. “Gildart ini di kunci dengan magic.”

“Laxus, lebih baik kita tidur tenangkan diri. Besok kita akan memikirkan rencana selanjutnya.” Kata Mirajane.

Perkataan Mirajane di pikirkan Laxus. “Tidur???.”

Laxus berbalik lalu melihat hanya ada satu tempat tidur di kamar itu. “Gildart sialan.” Gumamnya. “Mira, bagaimana kamu bisa berkata setenang itu. Kamu mengajakku tidur padahal kamu tahu di kamar ini hanya ada satu tempat tidur???.” Laxus membentak Mirajane.

Wajah Mirajane tidak berekspresi apapun.

Laxus merendam emosinya. Dia mengambil bantal lalu tidur di bawah lantai. “Kamu tidurlah di sana aku akan tidur di lantai. Karena di sini tidak ada kursi atau apapun lagi.”

Mirajane tersenyum tipis. Mirajane membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Dia melihat Laxus yang tidur di lantai.

“Apa yang kamu lihat?.”

“Apa kamu sudah tenang?.” Tanya Mirajane.

“Hem...” Tidak ada jawaban pasti dari Laxus.

“Maksudku, kamu bisa tidur di atas bersamaku. Karena aku tahu kamu tidak akan melakukan apapun terhadapku.” Kata Mirajane.

“MIRA...”

Bentakan itu membuat Mirajane terdiam.

“Bagimana pun aku lelaki dan kamu perempuan. Kamu tidak bisa berkata setenang itu.” Laxus mengatur nafasnya lalu dia berdiri. “Seberapa kamu mengenal diriku tapi itu tidak jadi alasan untuk kita tidur dalam satu kamar, bahkan satu tempat tidur!.”

“Laxus...”

“Mira... Apa kamu mengatakan hal yang sama kepada lelaki lain...”

“PLAK.” Mirajane langsung menampar pipi Laxus.

Seketika suasana menjadi hening.

Laxus memegang bekas tamparan Mirajane. “Mira...”

“Cukup Laxus. Sebaiknya kita tidur.” Kata Mirajane.

Laxus berdiam diri.

Malam itu Mirajane sama sekali tidak tertidur. Dan Laxus pun dalam posisi duduk memikirkan peristiwa yang terjadi sebelumnya.

“Apa aku terlalu kasar?.” Pikir Laxus. “Tamparan wanita sangat menyakitkan.” Laxus mengelus pipinya. “Mira... Raut wajahnya jelas terlihat sangat marah. Tapi dalam sekejap dia langsung bisa menenangkan diri. Seberapa banyak dia memiki kesabaran?.” Laxus melihat Mirajane yang tidur membelakanginya. “Punggungnya, dia adalah anak pertama dari keluarga Strauss. Ada beban di pundaknya walaupun Elfman adalah lelaki dari keluarga itu. Tapi Mirajane adalah kepala keluarga Strauss. Aku tidak begitu mengerti tentang keluarga Mira... Bodoh. Kenapa aku jadi memikirkan Mira. Jangan pikirkan dia lagi. Cepatlah tidur.”

Walaupun berpikir untuk tidur tapi Laxus tidak bisa terpejam sedikitpun.

Keesokan paginya.

“Laxus. Apa kamu tidak tidur?.” Tanya Mirajane.

Laxus tidak memberikan jawaban.

Mirajane berdiri lalu mendekati pintu kamar. “Laxus... Lihat.”

FairyTail : Mirajane & Laxus (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang