Part 5

365 4 0
                                    

Saban hari, bulan, tahun, bahkan satu dasawarsa pun tak ada kabar dari seberang.

Aku hanya manusia yang menanti, termasuk istriku. Kami berdua menunggu kabar itu. Kadang di depan rumah, pak pos sering lewat mengantarkan surat ke sekolah dasar. Istriku pun entah berapa kali menanyakan perihal surat dari adik perempuannya itu.Nihil. Apakah berharap kabar itu salah? Sejauh ini, aku berharap, kelak ada kabar tentang anak perempuanku satu-satunya. Ah, tak terbayang ia memanggil aku"ayah," dan Sabai "bunda." Itu kalau bertemu nanti dengannya.

Rumah ini cuma dihibur oleh nakalnya anak lelaki─Faiz namanya. Si sulung yang kini duduk di kelas enam sekolah dasar, membuat Sabai kewalahan. Kenapa? Ia susah dikendalikan, susah diatur. Bahkan sering berantam di sekolah. Dasar anak lelaki. Sabai sering kena panggil oleh kepala sekolah. Dibalik nakalnya, Faiz anak pintar secara akademis. Kebetulan libur semester, aku mengajak istri, dan Faiz ke makam Raisya. Tiap tahun aku mengunjungi makamnya. Kami bertiga sepakat berangkat.


Anak AngkatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang