10. kencan?

355 39 14
                                    

Melirik untuk terdiam. Melihat untuk tersenyum. Menatap untuk meyakinkan. Menyadari dia adalah orang yang dipilihnya.

***

Ressa membatu, diam tanpa mengeluarkan suaranya. Lelaki di sampingnya pun sama, tidak mengeluarkan satu patah kata pun sedari tadi. Kesunyian menderap pada mereka berdua, seolah tidak tau apa yang harus diobrolkan.

Sekarang ini Barra dan Ressa sedang duduk dikursi yang menganggur didalam mall itu. Seusai Barra yang mengajak Ressa meninggalkan area teater tadi, Barra menuntunnya menuju salah satu kursi ini.

Diam tanpa bicara, membuat Ressa jadi gelisah sendiri. Sesekali diliriknya Barra, genggaman itu memang sudah terlepas, tapi tidak membuat rasa gugupnya hilang.

"Kenapa harus nonton kalau emang takut?"

Inilah pertanyaan yang sedang dikhawatirkan nya. Barra memang membuka pembicaraan, tapi pertanyaan yang ingin dihindari nya. Ressa benar-benar malu, tidak tau harus jawab apa. Dia memang penakut, tapi dia tidak ingin Barra mengetahui sifat penakutnya.

Ressa memainkan jari-jarinya, sambil menunduk Ressa bergumam tidak jelas.

"Emm, iya, itu kak. Rani yang ngajak, jadi aku ikut ajah." Ressa tidak berani mendongak, lebih-lebih menatap. Itu karena dia sangat malu.

Barra tertawa pelan, membuat mata Ressa melebar. Benarkah itu suara Barra? Barra yang tertawa? Ressa tidak salah dengar bukan? Memang terdengar samar, kerana keadaan di mall ini yang sangat ramai.

Lamat-lamat Ressa mendongakkan kepalanya, ingin memastikan bahwa yang didengar nya tadi suara Barra.

Ressa menoleh pelan, mendapati Barra yang tengah menutup tawa pelannya.

"Apa?"

Ressa menggeleng pelan saat ketahuan menatap Barra. Serius Barra ketawa? Ini ga lagi ngebayangkan? Ressa memang banyak menghayal, mungkin saja ini dalam dunia hayalannya. Kerana Barra bisa ketawa itu mustahil, bukan! Maksudnya bukan tidak bisa ketawa, hanya Ressa baru dan ini pertama kalinya Barra mengumbar tawanya pada Resaa, ya walaupun hanya tawa kecilnya.

Rasanya mustahil tapi ada, benar-benar diluar pemikirannya, Ressa dapat melihat Barra ketawa.

Ressa menyudahi argumennya, kemudian menghadap Barra yang tengah menatapnya, tatapan itu makin membuat Ressa bulshing sendiri. Matanya tidak ingin menatap Barra, karena jika dia menatap mata itu Ressa akan meningkatkan rasa gugupnya.

Ressa melirik-lirik tempat lain, guna menghindari tatapan itu.

"Kamu mau kemana?"

mendengar pertanyaan Barra membuat alisnya terangkat satu.

"Apa, kak?"

"Kita udah disini, kamu mau kemana?"

"Aku? Emm, mungkin nunggu Rani." Jawaban reflek Ressa, membuatnya ingin memukul kepalanya sendiri. Padahal ini kesempatan bagus buat dia dengan Barra. Misalnya pergi kencan mungkin? Untuk pendekatan yang lebih baik, lagi pula selama ini, Ressa tidak pernah jalan-jalan bersama Barra. Rasanya sangat anta jika tidak ada hal yang bisa membuat hubungan semakin erat, tidak ada candaan contohnya.

Selama ini, mereka selalu kaku. Bahkan senyum pun jarang, itu di Barra. Beda halnya dengan Ressa yang sudah sangat lelah membuat Barra, setidaknya untuk tersenyum padanya.

Barra hanya mengangguk-angguk, membuat Ressa jadi lesuh sendiri. Ah, harusnya ia sadar, bahwa Barra bukan tipe yang cepat peka terhadap sesuatu.

"Yaudah, aku pulang."

Taciturn BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang