1. Perfect Boyfriend!

954 84 20
                                    


Entah sudah berapa kali Ressa mengeluarkan suarannya, bercerita riang untuk mengisi kesunyian yang menderap pada kedua insan itu, namun tak ada hirauan atau tanggapan dari seorang lelaki yang duduk dikursi dihadapannya. Fokusnya hanya pada buku tebal yang sudah urak-urakkan efek dari lamanya buku itu tersimpan. Kacamata tebal itu sudah berteger manis dikedua mata indah lelaki itu.

Di jam istirahat ini, Aressa mungkin akan menghabiskan waktunya ditengah perpustakaan yang sunyi itu. Menemani seorang lelaki yang hanya terus fokus pada bacaannya tanpa menghiraukan Ressa yang ada dihadapannya. Buku yang lapuk itu, masih sangat betah mengambil titik pusat kekasihnya itu. Bahkan berulang kali Ressa mencoba mengalihkan pandangan Barra selaku pacarnya saat ini untuk mau menghadapnya dan menanggapi apa yang ia katakan. Tapi itu semua terasa sia-sia, karena Barra tak kunjung memperhatikannya.

"Kak Barra ada ujian ya?" Karena lelah tak ditanggapi, Ressa memberi pertanyaan pada kekasihnya itu.

Dan yap- berasil! Barra mengalikan pandangannya dari buku bacaannya

Barra menghentikan aktivitasya dan menatap Ressa dengan alis mengkerut.

"Dari tadi kayaknya Kak Barra fokus banget sama bukunya." Jelas Ressa setelah mengerti arti tatapan Barra terhadapnya.

"Enggak." Singkat. Satu kata itu membuat Ressa mengela nafasnya lesu. Bukan ini jawaban yang Ressa harapkan. Itu terlalu singkat.

"Aku ganggu ga?" Lagi, Ressa kembali bertanya.

"Enggak." Dan satu kata itu lagi yang menjadi jawaban Barra.

Sebenernya, dia yang salah kasih pertanyaan atau Barra yang pelit jawaban sih?

Ressa bergumam dalam hati.

Ressa hanya tersenyum kikuk setelah mendapatkan jawaban dari Barra.

Barra melanjutkan kembali bacaannya, dan menghiraukan kembali Ressa yang sudah mati kutu ditempat.

Bingung juga, apa lagi yang harus ia lakukan. Bukan karena Ressa tak dapat topik, hanya saja Barra terlalu cuek untuk menanggapi.

Lagi-lagi Ressa terjebak dalam perpustakaan sekolahnya ini. Seharusnya ia tau, bahwa Barra mungkin akan menghiraukannya lagi. Seharusnya ia paham, bahwa Barra memiliki sifat yang seperti itu.

Ahh- harusnya tadi ia ikut saja kekantin bersama teman-taman sekelasnya. Kalau sudah begini ia harus menahan laparnya demi menunggu kekasih tercintanya.

-o0o-

"Nungguin dia lagi?"

Ressa mengernyit menatap Rani sahabatnya. Malas berbohong, Ressa anggukkan kepalanya, mengiyakan apa yang menjadi pertanyaan sahabatnya itu.

Rani hanya menghela nafasnya berat, melihat sahabatnya yang satu ini membuatnya hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Aduhh... Ran, perutku lapar banget." Ressa mengeluh pada Rani sambil melingkarkan kedua tangannya diperutnya sendiri.

"Huh! Harusnya tadi kamu tuh kekantin aja. Kalau gini, perutmu jugakan yang kasihan. Liat cacing-cacing didalam perutmu pasti sudah kelabakan, minta diisi."

Ressa hanya bisa menyengir.

"Ini makan. Untung tadi aku sempat beli roti." Ucap Rani sambil menyodorkan satu buah roti yang diambil dari kolong mejanya.

"Wah! Wah... Kamu memang sahabat terbaikku. Terimakasih Rani sayaanggg..." Kata Ressa dengan senyum sumringah.

"Ih lebay kali kamu. Sudah cepet makan, nanti keburu guru masuk."

"Sipp!"

-o0o-

Bell pulang pun berbunyi, kini Ressa dan segerombolan temannya berjalan keluar area kelas, untuk sampai pada tempat parkiran yang berada disamping gedung sekolahnya itu.

Taciturn BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang