Viola Andarista

26 2 0
                                    

Perasaan ini aneh. Sangat aneh. Saat kejadian kemarin di London Bridge, Viola terus memikirkan Ben. Setiap wajah itu terlintas di pikirannya, seutas senyum selalu hadir menghiasi wajahnya. Pipi nya memerah. Bayangan Ben merangkulnya masih sangat jelas di pikirannya. Rasanya sangat nyaman. Pria tinggi itu selalu tahu cara membuat hatinya senang.

Viola duduk di kursi panjang dekat jendela. Memandang keluar jendela sambil merasakan hangatnya teh panas yang ada di tangannya. Tadi sore, Viola meminta untuk pulang lebih cepat pada Ben. Karena selama beberapa hari di London, ia tidak punya waktu untuk istirahat lebih. Berangkat pagi dan pulang malam. Satu hari hampir dua belas jam ia tidak di hotel.

"Loh, kok tumben udah pulang?" Keo masuk ke dalam kamar hotel. Membuka sepatu dan mantelnya.

"Pengen istirahat aja."

"Berantem sama Ben?" Viola menggeleng.

"Gue sama dia gak ada apa - apa. Cuma agak gak enak badan aja."

"Oh gitu. Udah makan?" Viola menggeleng.

"Kalo gitu malem ini gue yang temenin lo jalan - jalan sekitar sini deh,  gue juga lagi pengen makan diluar."

"Loh emang di luar tadi lo gak makan bareng cewek lo, hah?"

"Mau keluar gak? Kalo mau gak usah ngaco. Buruan ganti baju."

"Oke bos." Viola berlari kearah kopernya. Mengerluarkan mantel tebal, celana jeans, syal dan penutup kepala.

 Mengerluarkan mantel tebal, celana jeans, syal dan penutup kepala

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Sekitar satu jam kemudian, mereka pergi keluar hotel. Mencari restaurant dekat hotel. Keo bertanya pada Viola dimana tempat makan yang enak. Viola bilang ada restaurant kecil di pinggir jalan.

"Rasanya enak. Waktu itu gue makan disana."

"Oke, yuk."

Viola berjalan disamping Keo. Bibirnya tidak henti - hentinya bercerita. Keo hanya menanggapinya dengan diam. Hanya beberapa kalimat yang ia jawab.

"Tadi gue sempet ilang."

"Serius lo?"

"Gak usah lebay gitu, deh. Terus ada pelatih ballet nya Olive yang bantuin gue nyari Ben. Baik banget kan. Cantik lagi. Ayahnya orang Indonesia. Pasti kakak suka deh."

"Nah kan mulai ngaco lagi."

"Mau tau siapa namanya?" Keo menggeleng.

"Yah. Padahal baik banget. Cantik lagi. Tapi kalo dibandingin gue sih ya jelas cantikan gue ya. Cuma kalo cantiknya buat lo ya cocok lah. Rambutnya panjang, warna rambutnya coklat, langsing. Gak terlalu tinggi, gak kaya orang bule kebanyakan. Mungkin karena Ayahnya orang indonesia. Oh oh terus pas SMA dia sekolah di Indonesia."

"Kok lo tau banget sih?"

"Tetangganya Ben, temen dia dari kecil."

Keo menatap Viola, senyum jahil tersungging di bibirnya.

The Uniqueness of YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang