Hinata memegangi pipinya yang kian memerah, air mata yang mengalir dari sudut matanya terjatuh menelusuri lekuk wajahnya, Hinata masih terpaku di depan pintu masuk hingga suhu dingin menyadarkannya untuk segera belanjak pergi meninggalkan tempat dia berdiri
"Moshi-moshi" sapanya lembut ketika mengangkat telephon dari nomer asing yang tidak dia kenal.
"Hinata... " suara berat terdengar dari seberang telephon yang tengah Hinata lakukan. "Aku kira aku tidak dapat menghubungi mu" helaan nafas lega sempat tertangkap oleh indra pendengaran Hinata melalui benda berteknologi canggih itu
Hembusan nafas yang menderu disertai dengan degup jantung yang kian berpacu membuat area dadanya terasa sesak. Hinata memberi kesimpulan bahwa yang tengah mengajaknya bicara dia orang yang sama yang telah membuat beban cintanya semakin berat untuk dirasa
"Bagaimana bila kita bertemu?" ajak orang diseberang telephon penuh harap akan ucapan persetujuan dari Hinata.
Lama terdiam, Hinata memikirkan apa yang harus dia jawab dan orang itu menghargai apa yang sedang dilakukan Hinata dengan sama-sama terdiam hingga salah satu memilih mengakhiri kebisuan diantaranya
"A.. aku rasa aku tidak bisa" mengingat suhu dingin yang tidak bersahabat dengan tubuhnya, Hinata memilih untuk menolak ajakan yang diyakini dari Gaara "ento... bagaimana Gaa.. Gaara-kun tahu nomer telphonku yang baru?"
"Pstt.. dan bagaimana kau tahu bahwa ini aku?" Gaara tersenyum menahan geli, memang tidak ada yang lucu namun Gaara sangat menyukai nada penasaran dari orang yang masih memiliki hatinya.
"Ano... itu a... aku hanya ya.. yakin k.. kau memang Gaara-kun." Salah satu kelemahannya adalah penyakit gagapnya yang mulai kembali datang, Hinata merasa gugup apalagi dengan mantan pacarnya. Rasanya ini sangat canggung.
"Nyatanya aku berharga bagimu hingga kau langsung mengetahui siapa diriku dan aku mendapat nomermu dari Tenten" Gaara yakin akan satu hal, tempatnya tak mungkin tergeser dengan begitu mudah tetapi dia pun akan mewajari jika saja Hinatanya telah berubah.
"Te.. tentu Gaara-kun sangatlah berharga bagiku," jawab Hinata mengulum bibir bawahnya menahan hal yang ingin dia sampaikan. "Semua tentang dirimu akan selalu aku ingat." irihnya dalam hati.
"Kenapa kau menolak tawaran dariku untuk keluar?"
Kalau boleh dikata, sebenarnya Gaara agak kecewa atas penolakan yang dilakukan Hinata. Dulu kapan pun dan dimana pun jika salah satu dari mereka ingin berjumpa, mereka akan datang apapun kondisinya bahkan jika badai salju mengguyur Jepang sekali pun.
"Aku rasa musim dingin membuatku merasa malas keluar rumah" jawab Hinata menghapus tetesan air mata yang jatuh tanpa ia sadari sudah mulai merembes keluar. pemuda yang tengah berbicara dengannya membuat ulu hatinya merasakan rasa nyeri yang amat sakit, dulu Gaara menyerah akan cinta mereka, namun sekarang dia kembali saat hati dan cintanya tidak lagi terukir untuk pemuda itu.
Bukankah itu sesuatu yang naas? Cinta pertama susah untuk lupakan. Hadirnya masih penting walau tak sepenuhnya berati lagi.
"Aku akan yang akan ke sana" ucap Gaara memberi tawaran. Dia sangat ingin bertemu, mungkin keputusannya memang harus dia mendatangi langsung ke kediaman Hinata.
"Kehadiran mu memang aku tunggu namun kau dapat membuka luka lamaku dan lagian pintu rumah ini ti... tidak bisa terbuka untuk... se... sembarang orang. "Suara serak menjadi penghias nada ucapannya. Kami-sama memanglah menguji ketabahannya, orang baik selalu terluka karena mereka lebih memilih bersabar dan buah kesabaran akan selalu berasa manis di ujungnya.
"Nona" suara lain membuat Hinata menoleh dan didapati seorang mahid tengah berdiri disamping nonanya "Ino-san dan Tenten-san ingin mengunjungi anda" lanjutnya berucap
KAMU SEDANG MEMBACA
I'll be Crying for You [perbaikan].
FanfictionKita punya kisah kita sendiri begitupun dengan kisah pernikahan kita yang tak semudah yang kita kira. Cinta kita akan selalu ada dan selamanya akan mewarnai hari kita.