Surya berlari seraya padu arah angin pada barat,
Merpati putih tenang bertengger di sanubari daripada sang pohon,
Gunung berkicau, alam liar pada batinnya.
Laut bening seketika hening tanpa suara..
Tumpu kaki pada rumput yang enggan terdiam, seolah aku dimana
Hijau hanyalah hijau.
Penuh hitam dan juga dosa daripada si manusia..
Sekujur tubuh penuh luka, kaleng bekas tajampun ia geluti.
Rumput, tenangkah jiwamu pada yang tidak layak ini?
Gunung, kicau merdumu sudah tak lagi beradu
Laut hening, gemuruh sekarang.
Ia marah. Ia berteriak.
Namun kami tak juga tahu.
Bodohnya manusia!
Mencoret luka sana sini! Tak kawan, tak alam, apa lagi yang kan kau coret?
Bajingan.
Pada satu pagi terdengar angin sekarat yang meminta hati,
Kutanya darimana asalnya.
"Riau." katanya merintih pedih.
Lalu tubuhnya jadi abu. Panas. Gersang.
Selimut itu menyiksa angin, juga kami.
Sebab kami, teruntuk kami. Itu kutuk kurasa!
Alam, dosa kami banyak padamu..
Maaf kian bersurut, tapi sungut kian pasang.
Pemerintah bersalah? Manusia bersalah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sendu, merindu.
Poetry"Akan ada satu orang dalam dunia ini, akan buat kamu menulis. Tentang jiwa. Tentang rasa. Tentang rindu itu."