"Heh! Cupu!" seru Alea membuat seseorang itu berhenti melangkah, menolehkan kepala dan memasang wajah ketakutan.
"I-iya. Ada apa, Lea?" tanyanya dengan nada terbata. Dia menundukkan kepala, membuat Alea, Sarah, dan Gita tersenyum miring.
"Sini tas lo!" Alea sedikit menaikkan oktaf suaranya, membuat Jean tersentak kaget.
"Bu-buat apa, Lea?" tanya Jean, lagi, dengan suara yang bergetar.
"Alah! Banyak bacot! Guys, ambil tasnya!" Alea memerintahkan kedua temannya. Dengan cara paksa Sarah dan Gita mengambil tas yang berada di punggung Jean.
Diobrak-abriknya tas milik Jean, sampai pada akhirnya Alea menemukan sesuatu yang dia mau. Buku tulis Sejarah milik Jean. Alea membuka buku itu kemudian menyobek salah satu kertas yang sudah dipenuhi tinta. Jean menganga, kedua matanya memburam karena air mata yang bergerumul di pelupuk matanya.
"Alea! Kenapa tugas Sejarah aku, kamu sobek!" Jean merebut buku tulis miliknya, amarahnya sudah mencapai ubun-ubun. Sorot mata memancarkan kemarahan bukan lagi ketakutan.
"Apa? Nggak suka?! Lo tau, kenapa gue nyobek tugas Sejarah lo? Karena nanti kertas ini bakal gue tempelin di buku Sejarah gue, biar gue nggak kena hukuman karena nggak ngerjain tugas, biar lo aja yang dapet hukuman dari Bu Eti," ucap Alea dengan santai.
Jean mengepalkan kedua tangan, rahangnya mengeras, dadanya naik turun. Tangan kiri Jean bergerak untuk menampar Alea, namun gerakannya terhenti di udara. Tangan Sarah menghentikan gerakan tangan Jean yang ingin menampar Alea.
"Jangan coba-coba lo sakitin sahabat gue!" ucap Sarah dengan sorot mata yang tajam. Alea yang merasa dirinya terlindungi, tersenyum miring.
"Guys, udah bel tuh. Masuk yuk, nggak usah ladenin nih cupu!" Alea menginjak sepatu Jean dengan biadab, membuat Jean meringis karena kakinya terasa nyeri.
_____
Jam istirahat telah tiba, bel berbunyi nyaring dengan indah. Adara berlarian di tengah koridor setelah membeli celana dalam untuk Shindy. Shindy tidak kuat menahan sampai pada akhirnya boker di celana dalam.
Adara bertabrakan dengan cowok berpostur tinggi, kantung plastik yang berisi celana dalam yang dia beli di kopsis terjatuh, membuat celana dalam yang di dalamnya keluar.
"Aduh maaf ya, lagi buru-buru," ucap Adara. Cowok itu mengambil celana dalam yang tergeletak di lantai. Adara menganga, dengan secepat kilat Adara merebut celana dalam itu.
"Ih! Lo rese ya," kata Adara. Sedetik kemudian Adara berlari menuju toilet, tidak memedulikan cowok yang bertabrakan dengannya tadi.
"Woi!" teriak cowok itu, Adara mengabaikannya. Hingga Adara berbelok ditelan tikungan.
"Shin, ini celana dalemnya," ujar Adara. Shindy membuka pintu kamar mandi, memperlihatkan kepalanya di ambang pintu dan langsung menyambar celana dalam yang dibelikan oleh sahabatnya.
"Makasih, Dar," ucap Shindy lalu menutup pintu kamar mandi kembali.
Lima menit Adara menunggu Shindy mengganti celana dalam, akhirnya Shindy keluar dengan melebarkan senyumnya.
"Lega, gue. Udah yuk ah ke kantin gue laper."
"Awas, makannya jangan kebanyakan nanti mules terus boker di celana dalam lagi," kata Adara membuat Shindy melototkan kedua bola matanya.
"Sialan lo!" timpal Shindy.
_____
Suasana kantin begitu ramai, Adara dan Shindy celingukan mencari tempat duduk. Semuanya penuh.
"Gimana nih, Shin? Semuanya penuh," keluh Adara merasa lelah karena terlalu lama berdiri.
"Nah! Di sana, Dar!" jari telunjuk Shindy menunjukkan tempat duduk di bagian pojok yang baru saja penghuninya beranjak. "Ayo! Keburu ada yang nempatin!"
Shindy memesan makanan sedangkan Adara memainkan ponsel di tempat yang Shindy tunjukkan. Beberapa menit Adara menunggu, Shindy datang membawa dua mangkok mie ayam.
"Pesanan datang."
Adara tersenyum. Tidak sabaran ingin menyantap mie ayam yang Shindy bawakan karena cacing di perutnya sudah berdemo.
"Nanti lo pulang mau bareng Aldo atau bareng gue?" tanya Shindy di tengah-tengah makannya.
Adara berhenti mengunyah sejenak untuk menjawab pertanyaan Shindy. "Bareng Aldo, nanti dia jemput."
Aldo adalah murid SMA Harvard sekaligus pacar dari Adara. Meski Adara melarang Aldo untuk menjemputnya, tetapi Aldo keras kepala. Yang ditakutkan Adara, takut jika nanti anak SMA Lazuard menyerang Aldo.
Shindy mengangguk-anggukkan kepalanya. Di saat mereka sedang asyik menyantap makanan tiba-tiba ada orang yang menumpahkan bakso di rok abu-abu Adara. Adara terlonjak kaget karena merasakan panas.
"Aw! Panas!" seru Adara beranjak dari duduknya. Adara mengibas-ngibaskan roknya agar panas itu hilang.
"MAKSUD LO APAAN!" seru Shindy membuat yang lainnya mengalihkan pandangan pada Shindy dan Adara.
"Santai dong! Gue, kan, nggak sengaja," katanya.
"NGGAK SENGAJA? LO PUNYA MATA NGGAK SIH! HAH!"
"Kok lo yang nyolot sih, dia yang kena kuahnya, biasa aja!"
Shindy menggebrak meja, meluapkan emosinya. Dia merasa tidak terima karena Gita menumpahkan kuah bakso pada rok Adara.
Ya, Gita adalah mantan sahabat Shindy dan Adara. Oh, tidak ada yang namanya mantan sahabat. Namun bagaimana lagi? Mereka dulu sahabatan sampai pada akhirnya persahabatan mereka hancur karena satu cowok. Diam-diam, Gita berselingkuh dengan pacar Shindy. Itu lah yang mengakibatkan persahabatan mereka hancur.
"Udah, Shin." Adara menenangkan Shindy yang emosinya meluap-luap. Merasa malu karena dilihat banyak orang, Adara mencoba membujuk Shindy untuk keluar dari area kantin.
"Ada apaan tuh rame-rame," ucap Azam yang sedang menikmati bakso. Gerald, Deno, dan Satria melihat ke sumber yang dimaksud Azam.
"Iya, apaan tuh. Kayaknya ada yang berantem," kata Satria, menebak-nebak.
"Kita liat yuk!" Gerald beranjak dari duduknya, mendekati keributan yang sedang terjadi.
Shindy tidak mendengarkan ucapan Adara yang membujuknya untuk meninggalkan kantin. Ingin sekali dia mencakar wajah Gita yang sok imut menurutnya. Semakin menjadi pusat perhatian, membuat Adara semakin malu.
"Shin udah, Shin. Ayo kita pergi," ajak Adara, namun Shindy tetap diam tidak mengubrisnya. Adara yang merasa roknya panas dan menjadi pusat perhatian membuat dirinya merasa tidak karuan.
Gerald melihat pertengkaran itu, keningnya berkerut membuat kedua alis bertautan.
Cewek itu yang tadi tabrakan sama gue. Yang bawa celana dalem, ucap Gerald dalam hati. Mengingat kejadian beberapa menit yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
IPA & IPS
Teen Fiction[PROSES PENERBITAN] Menurut anak IPA, anak IPS itu terlalu bodoh. Hanya bisa mengandalkan kenakalan, berbeda dengan anak IPA yang membanggakan prestasi yang diperoleh. Dan menurut anak IPS, anak IPA terlalu sombong. Selalu saja memamerkan kepintaran...