"Mencintaimu itu seperti bermain hujan, awalnya aku senang kemudian aku sakit."
💖
Di saat teman-temannya asik bercanda gurau, Gerald hanya terdiam, diam-diam mendengarkan pembicaraan Adara dan Aldo, meski suaranya terdengar samar-samar. Kopi yang sudah ia pesan sudah mulai mendingin, kepulan asapnya sudah mulai menghilang.
"Yang harus kamu tau, rasa ini nggak akan pernah kadaluarsa, Dar."
Cih.
"Najis, lebay banget jadi cowok," ucap Gerald. Teman-temannya yang semula tertawa, seketika berhenti setelah Gerald mengucapkan beberapa rentetan kata.
"Ngatain siapa, lo?" kata Satria.
Tanpa menjawab ucapan Satria, Gerald berdiri lalu mengambil jaketnya yang semula ia sampirkan di kursi. Sebelum pergi, ia mengambil beberapa lembar uang di dalam tasnya, lalu meletakkannya di atas meja.
"Sorry, gue harus cabut," ucap Gerald, kemudian melangkah pergi. Meninggalkan teman-temannya yang masing-masing melempar pandang satu sama lain.
Setelah beberapa saat suasana di antara mereka menghening, mereka kembali bercanda gurau. Banyak hal-hal yang mereka bicarakan, tentang cewek, sekolah, tawuran, sampai tentang mengapa Gerald tiba-tiba seperti itu.
Tanpa Adara sadari kehadiran Gerald di sini, ia sibuk menetralkan detak jantungnya. Menahan diri sekuat mungkin agar tidak termakan oleh kata-kata manis yang Aldo ucapkan. Tidak, Adara tidak akan pernah mau jatuh pada lubang yang sama.
"Kesalahan gue adalah membenci lo, sama seperti kesalahan gue yang dulu pernah suka sama lo. And you know what? Benci selalu menyakitkan, dan membenci orang yang pernah lo sukai, jauh lebih menyakitkan daripada membenci orang yang sudah dari awal nggak lo sukai," ucap Adara, kedua matanya yang memerah menatap mata Aldo.
Adara memejamkan matanya beberapa detik, menghela napas, menenangkan emosinya yang sudah meluap-luap.
"Seharusnya gue nggak perlu ngebenci lo, sebagaimana gue juga nggak perlu suka sama lo. Menyukai dan membenci lo adalah sama-sama kesalahan. Dan gue melakukan kesalahan berturut-turut."
Adara memejamkan matanya kembali, Aldo menggenggam kedua tangan Adara. Saat itu juga Adara membuka matanya, melepaskan tangannya dari genggaman tangan Aldo.
"Harusnya dari dulu gue ngerti, kalau setiap orang memiliki sisi baik dan sisi buruk. Nggak mungkin semuanya baik. Nggak mungkin nggak ada yang buruk. Termasuk gue dan lo, yang punya sisi baik dan sisi buruk masing-masing."
Adara berdiri, menatap Aldo yang menunduk. "Terima kasih," ucap Adara, lalu pergi meninggalkan Aldo begitu saja.
Kenapa setiap setelah putus kebanyakan orang selalu menjauh, selalu tak mau menegur satu sama lain, selalu pura-pura tak tahu padahal ia tahu? Tak bisa kah pertemanan seperti baru kenal lagi? Because it's not easy to pretend that nothing happened, when you both know that there was a thing, happened.
"Dan gue pikir sekarang nggak ada gunanya buat gue ngarep dia balik lagi ke gue, nggak ada gunanya buat nangisin kenangan yang udah perlahan dia lupain. Nggak akan ada tawa canda dia lagi, gue harus terbiasa tanpa dia, kalau suatu saat emang takdirnya dia sama gue, dia bakal balik lagi kok ke gue, gue percaya itu. I believe happiness will come later because i always waiting, i love you my everything," ucap Aldo.
KAMU SEDANG MEMBACA
IPA & IPS
Teen Fiction[PROSES PENERBITAN] Menurut anak IPA, anak IPS itu terlalu bodoh. Hanya bisa mengandalkan kenakalan, berbeda dengan anak IPA yang membanggakan prestasi yang diperoleh. Dan menurut anak IPS, anak IPA terlalu sombong. Selalu saja memamerkan kepintaran...