"Sesak tapi tidak menyerah, marah tapi tidak membenci, sakit tapi tidak membalas."
🌹
"Gerald itu siapa?" tanya Shindy pada teman-teman sekelasnya yang masih heboh atas kejadian yang barusan mereka lihat.
Shindy memang sudah tiga tahun sekolah di sini, tapi jujur saja, Shindy tidak mengenal semua nama siswa-siswinya. Apalagi, gedung Ipa dan Ips itu berjauhan. Shindy hanya mengenal siswa-siswi yang namanya terpangpang di mading sekolah karena mereka mendapat juara. Baik dalam bidang akademik maupun non-akademik. Seperti Adara, namanya sering nangkring di mading karena mendapat juara. Meski namanya sering nangkring di mading, Adara tidak terlalu terkenal. Yah, hanya beberapa saja yang mengenal Adara baik di kalangan anak Ipa maupun anak Ips. Karena memang hanya sekian persen anak-anak yang melihat isi mading, yang lainnya bodo amat. Gerald saja baru mengenal Adara saat Adara berlarian sambil membawa celana dalam lalu bertabrakan dengan dirinya. Semenjak insiden itu, Gerald jadi sering bertemu dengan Adara.
"Lo nggak tau Gerald, Shin?" Shanti berbalik tanya pada Shindy, dengan cepat Shindy menggelengkan kepala.
"Gerald itu anak Ips, yang orangnya absurd tapi keren."
Shindy mengerutkan keningnya, sejak kapan Adara dekat dengan anak Ips yang namanya Gerald? Setahu Shindy, Adara dekat dengan anak Ips yang namanya Jean, bukan Gerald. Shindy berjalan menuju UKS, meninggalkan teman-temannya di lapangan. Selain ingin melihat keadaan Adara, Shindy juga ingin melihat seperti apa sosok Gerald.
Adara meringis, merasakan perih saat Gerald membersihkan lututnya. Perih di lututnya tidak seberapa sih dibanding perih di hatinya. Diam-diam Adara memperhatikan Gerald, Adara jadi teringat Aldo saat mendapati luka lebam di wajah Gerald. Tuhkan, Aldo lagi, Aldo lagi. Adara memejamkan matanya beberapa detik lalu mengembuskan napas untuk menenangkan diri.
"Muka lo kenapa?" tanya Adara. Gerald menengadah, menyentuh wajahnya sendiri kemudian menarik segaris senyuman.
"Biasa, cowok," jawab Gerald, melanjutkan aktivitasnya.
"Berantem?" Kali ini Gerald menganggukkan kepala sebagai jawabannya.
"Anak Ips hobi banget ya berantem," celetuk Adara. Gerald yang semula sibuk membersihkan lutut Adara, kini berhenti, menatap Adara seolah-olah ada yang salah dari ucapan Adara.
"Iyah. Nggak kaya anak Ipa yang sukanya belajar, gitu kan maksud lo?"
"Engh... nggak semua anak Ipa sukanya belajar, Ge. Ada kok anak Ipa yang absurd, kalau di kelas sukanya tidur, intinya cuma numpang nama doang."
Gerald mengangguk-anggukan kepala, melanjutkan kembali membersihkan luka di lutut Adara. Setelah selesai, Gerald pamit pada Adara untuk kembali ke kelasnya. Ya sebenarnya sih Gerald malas masuk kelas, betah di UKS, enak gitu ada Adara. Tapi ya bagaimana lagi, Gerald harus tetap jaga image sebagai anak Ips, dia bisa membuktikan bahwa tidak semuanya anak Ips itu malas belajar dan sukanya keluyuran saat jam pelajaran.
"Masuk kelas ya, Ge, jangan masuk kantin," ucap Adara. Gerald terkekeh kemudian mengangguk.
Ya maunya sih ke kantin. Males masuk kelas. Apalagi ketemu pelajaran Matematika beserta gurunya yang killer abis.
Setelah Gerald keluar beberapa menit, Shindy masuk ke dalam UKS dengan napas yang tidak beraturan. Adara menatap Shindy dengan kening yang berkerut, merasa aneh melihat sahabatnya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
IPA & IPS
Teen Fiction[PROSES PENERBITAN] Menurut anak IPA, anak IPS itu terlalu bodoh. Hanya bisa mengandalkan kenakalan, berbeda dengan anak IPA yang membanggakan prestasi yang diperoleh. Dan menurut anak IPS, anak IPA terlalu sombong. Selalu saja memamerkan kepintaran...