Gerald menuruni anak tangga sembari merapikan rambut. Seketika ia berhenti di tengah-tengah anak tangga saat melihat orangtuanya sedang sarapan. Gerald membuang pandangan ke arah lain, menarik napas kemudian menuruni anak tangga dengan langkah sedikit cepat.
"Gerald, sini sarapan dulu."
Langkah Gerald terhenti saat mamanya mengeluarkan suara mengajak untuk sarapan bersama. Gerald melangkah mendekati kedua orangtuanya. Ia menarik kursi kemudian duduk.
"Kamu mau sarapan nasi goreng atau roti?" Tanya mamanya dengan suara yang lembut diiringi senyuman. Gerald tersenyum tipis saat mamanya menatap dengan senyum yang tidak lepas dari bibir.
"Roti aja."
"Mama sama Papa nyampe rumah semalam. Mama mau ngebangunin kamu tapi nggak tega karena kamu tidurnya pulas banget."
Gerald memerhatikan gerak-gerik mamahnya yang sedang mengoleskan selai pada roti.
Andai aja tiap hari kayak gini.
"Gerald, Papa mau cariin guru les buat kamu," ucap papanya. Gerald menatap orangtuanya bergantian.
"Ngapain?"
"Kamu itu udah kelas XII, bakalan ngadepin ujian nasional. Papa nggak mau kalau nanti nilai kamu jelek."
"Terus? Dengan Gerald les, Papa ngejamin nilai Gerald bagus?"
"Gerald, dari kamu kelas X nilai raport kamu itu anjlok. Untung kamu naik kelas. Seharusnya kamu tiru Mike, dia selalu mendapat nilai bagus sampai akhirnya dia dapet beasiswa sekolah di luar negeri."
"Mama setuju sama Papa, kamu harus les supaya nanti nilai ujian kamu bagus. Biasanya kalau nilai ujian nasional anak IPS itu rendah-rendah. Jadi--"
"Jadi maksud Mama anak IPS itu bodoh-bodoh? Nggak Mah, nggak semua anak IPS itu nilainya rendah dan anak IPA nilainya tinggi. Gerald nggak mau Mama sama Papa cariin guru les buat Gerald, karena Gerald nggak mau les, nggak ada waktu," ucap Gerald memotong ucapan mamanya.
"Tapi Gerald, nilai kamu--"
"Nilai Gerald kenapa? Jelek? Iya nilai Gerald nggak sebagus nilai Mike. Tapi Gerald nggak butuh yang namanya guru les, Gerald cuma butuh Mama sama Papa buat nyemangatin Gerald. Mama sama Papa itu sibuk ngurusin kerjaan dan sibuk nyemangatin Mike sampe lupa kalau ada Gerald. Gerald ngerasa kalau Gerald cuma jadi anak buangan."
Suasana menjadi hening. Orangtuanya terdiam membisu, saling menatap satu sama lain. Gerald berdiri, matanya terpejam dengan tangan mengepal. Ia menarik napas kemudian melangkah pergi dari hadapan orangtuanya tanpa pamit.
_____
Pukul 07:30.
Adara berlarian di koridor yang sudah sepi. Baru kali ini dirinya terlambat dan masuk sekolah melalui gerbang belakang, itu pun harus membutuhkan usaha yaitu memanjat. Mengingat hari ini ada ulangan Kimia, Adara semakin panik.
Duh, kalau lagi keadaan darurat gini lari pun rasanya lambat.
"Eh Kak! Kak! Tunggu!" Adara berhenti, menggigit bibir bawah dan memejamkan matanya.
Jangan-jangan itu OSIS lagi. Aduh, sial banget gue.
"Maaf Kak, Kakak nggak boleh masuk kelas dulu. Kakak udah melanggar peraturan sekolah. Kakak kelas berapa?"
"Kelas XII IPA 2."
Agil mencatat sesuatu pada buku catatan kecil. Selanjutnya, Agil kembali mengintrogasi Adara mengapa bisa terlambat. Sebisa mungkin Adara menjawab, sesekali memohon supaya tidak dihukum.
"Please, sumpah hari ini gue ada ulangan Kimia. Ayolah please jangan hukum gue," kata Adara sembari memohon. Cowok berperawakan tinggi yang bernama Agil itu menggelengkan kepala.
"Tidak bisa Kak, peraturan tetap peraturan. Seandainya Kakak anak Kepala Sekolah pun akan tetap dihukum. Apalagi tadi Kakak masuk lewat gerbang belakang dengan cara memanjat. Ayo Kak, sekarang Kakak berdiri di tengah lapangan sambil hormat ke bendera sampai jam istirahat selesai."
Mampus gue mampus! Sial banget sih ah.
Adara berjalan menuju lapangan untuk menuruti perintah dari Agil selaku ketua OSIS.
_____
Bel istirahat telah dibunyikan. Aldo membereskan alat tulis kemudian memasukkan ke dalam tas. Aldo melihat ada sebuah kotak makan di dalam tas lalu ia mengambilnya.
"Oh iya, gue kan dibawain makanan sama nyokap. Tadi pagi doi kesiangan pasti dia belum sarapan, gue kasih aja kali ke dia siapa tahu nanti Mama sama Adara bisa akrab." Aldo tertawa kecil mendengar ucapannya sendiri.
"Lo mau kemana, Do?" tanya Nandos saat Aldo ingin keluar dari kelas.
"Biasa, urusan anak muda," jawab Aldo, lalu ia melanjutkan langkahnya keluar kelas tanpa memedulikan pertanyaan yang keluar dari mulut Nandos lagi.
Aldo menaiki motornya, lalu menstater. Tak lupa ia memberikan sebuah kartu OSIS pada satpam untuk izin keluar dari pekarangan sekolah.
Hanya butuh waktu lima belas menit untuk sampai di SMA Lazuard. Kini Aldo berada di gerbang belakang sekolah Adara. Ia berpikir keras bagaimana caranya supaya kotak makan ini sampai di tangan Adara. Aldo turun dari motornya, melihat ke sekeliling tidak ada siapapun. Lima menit Aldo berdiri di depan gerbang. Kepala Aldo menoleh saat ada suara cewek yang sedang bersenandung kecil.
Aldo tersenyum semringah. "Husst, huusst!" Aldo tidak mengetahui siapa nama dari cewek yang sedang nyapu. Cewek itu menoleh, menatap Aldo dengan kening yang berkerut kemudian menunjuk dirinya sendiri dan Aldo menjawab dengan menganggukkan kepala. Cewek itu berjalan mendekati Aldo.
"Gue boleh minta tolong nggak? Tolong ya kasih ini sama yang namanya Adara kelas XII IPA 2," kata Aldo to the point.
Cewek itu mengangguk dan tersenyum ramah pada Aldo lalu melangkah pergi meninggalkan Aldo. Aldo tersenyum melihat cewek itu pergi dan akan memberikan kotak makan pada Adara.
Aldo merasa ada yang memegang pundaknya, belum sempat ia menoleh orang itu sudah menarik Aldo membuat Aldo jatuh tersungkur.
BUGH!
KAMU SEDANG MEMBACA
IPA & IPS
Teen Fiction[PROSES PENERBITAN] Menurut anak IPA, anak IPS itu terlalu bodoh. Hanya bisa mengandalkan kenakalan, berbeda dengan anak IPA yang membanggakan prestasi yang diperoleh. Dan menurut anak IPS, anak IPA terlalu sombong. Selalu saja memamerkan kepintaran...