18 - Harus Bagaimana?

67.1K 4K 377
                                    

"Kita pernah asing, kemudian saling membahagiakan, waktu berputar, kita kembali asing."

🌹

Adara berjalan dengan sebelah kaki yang diseret, masih nyeri rasanya. Apalagi hari ini Adara akan mencari dimana letak rumah Jean, kuat tidak kuat harus Adara lakukan. Tidak apa-apa sakit sedikit, dipaksa saja, penyakit itu tidak boleh dimanja bukan? Adara bersikap seperti ini bukan berarti Adara menyukai Jean, ya, Adara merasa kasihan saja sama Jean, tidak lebih. Hanya itu.

Sebelum naik angkutan umum, Adara mampir ke sebuah toko cokelat. Tempatnya tidak jauh dari sekolah, masih bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Menurut informasi yang ia dapat, Jean mempunyai adik yang masih berumur delapan tahun. Tidak enakan berkunjung ke rumah orang bertangan kosong. Untuk berbasa-basi saja Adara membelikan cokelat untuk adiknya.

Adara mulai memilih-milih cokelat di setiap rak, bermacam-macam cokelat membuat Adara bingung untuk membeli yang mana. Adara tersenyum saat melihat bungkusan cokelat dengan berbentuk kepala boneka, lucu sekali. Ia memilih cokelat itu, Adara sudah membayangkan bagaimana ekspresi adik Jean saat dirinya memberikan sebuah cokelat yang bentuknya sangat lucu.

Saat berjalan menuju kasir, Adara melihat Aldo yang sedang memilih cokelat. Entah daya tarik apa membuat Adara berhenti untuk memerhatikan Aldo. Ia melihat Aldo memilih sebuah cokelat yang berhias pita. Sepertinya Aldo merasa ada yang memerhatikannya, ia menengok, mendapati Adara yang sedang memerhatikan dirinya. Adara mengalihkan pandangan, ia berpura-pura memilih-milih cokelat supaya Aldo tidak curiga bahwa dirinya sedang memerhatikan Aldo.

Jantung Adara berpacu lebih cepat saat Aldo berjalan ke arahnya. Dan ternyata, Aldo berjalan bukan untuk mendekati Adara melainkan menuju kasir. Kenapa Adara jadi kepedan gini ya? Adara memandangi Aldo yang berjalan menuju kasir tanpa tegur sapa saat berpapasan dengan dirinya. Seperti tidak mengenal, seperti Adara adalah orang asing. Adara menggelengkan kepala, mengapa menjadi memikirkan Aldo. Ya, mungkin Aldo sudah melupakan dirinya, jadi Adara juga harus melupakannya. Bukan malah memikirkannya lagi.

Adara berdiri di belakang Aldo untuk membayar cokelat yang ia pilih. Ya Tuhan, ini rasanya benar-benar asing, seperti tidak saling mengenal. Aldo menengok ke belakang namun tidak menyapa Adara. Bukan, bukan Adara berharap Aldo menyapanya. Hanya saja Adara tidak nyaman berada di posisi seperti ini dan suasana yang membuat tubuhnya berdiri kaku.

Ponsel Aldo berbunyi, tidak butuh waktu lama ia menyentuh tombol hijau di layar ponselnya.

"Ya, Sayang?"

Apa?! Sayang? Jadi secepat itu Aldo melupakan Adara dan menemukan orang yang baru? Ingin sekali Adara merebut ponsel Aldo dan memerahi orang yang menelepon Aldo. Namun Adara sadar, ia sudah tidak mempunyai hubungan apapun dengan Aldo. Jujur saja, Adara merasakan sakit saat Aldo berkata seperti itu. Ya, bagaimanapun Adara masih mencintai Aldo.

"Mbak, maju. Di belakangnya ngantre." Adara sadar dari lamunan saat ibu-ibu menyentuh bahunya. Ternyata Aldo sudah tidak ada di hadapannya, Adara tidak menyadari kepergian Aldo, terlalu asik dalam lamunan.

_____

Adara berjalan menuju halte, pikirannya tidak lepas dari kejadian di dalam tokoh cokelat saat Aldo menerima telepon dari seseorang. Kira-kira siapa ya, orang yang menelepon Aldo tadi? Adara masih tidak menyangka, secepat itu Aldo melupakannya.

Sesampainya di halte, Adara melihat Gerald yang duduk di atas motornya sembari merokok. Adara berbalik badan, ia tidak suka dengan perokok. Lebih baik ia menghindar dari Gerald daripada terkena penyakit. Menurutnya, perokok itu egois. Seharusnya para perokok memikirkan bukan hanya kesehatan dirinya saja yang harus dijaga, melainkan kesahatan orang yang di sekitarnya juga.

IPA & IPSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang