"Anak IPA bangga dengan pengetahuannya dan anak IPS bangga dengan kesosialannya."
💖
'Dug Dug Dug'
Suara bola basket menghantam lantai cokelat lapangan basket indoor yang ada di sebuah sekolah. Di sisi lapangan duduk berjejer murid-murid dengan seragam putih abu-abu dan seragam olahraga berwarna ungu tua dengan dua garis putih memanjang ke bawah di sisi lengannya.
Murid-murid itu tidak hentinya bersorak ramai dengan wajah antusias sambil memerhatikan lapangan basket yang sedang dipenuhi dua anggota tim basket yang sedang tanding.
Beberapa murid meniup peluit dengan semangat dan peluit yang terdengar disela-sela sorakan itu menambah ramai suasana lapangan basket yang semakin riuh. Sepertinya pertandingan basket sekolah ini tidak kalah seru dari pertandingan basket tingkat nasional.
Di barisan tiang kiri dari tiang keranjang basket, seorang gadis menumpu pipinya dengan telapak tangan kirinya. Sorot matanya dengan jelas memandang ke salah satu pemain basket yang baru saja berhasil memasukkan bola ke dalam ring.
Suara riuh teriakan dan sorakan tepuk tangan terdengar beriringan dengan suara keluhan yang terdengar tak lebih nyaring dari sorakan kemenangan.
"Yeeeee!"
"Bagus, Gerald! Ayo semangat!"
"Semangat! Semangat! Semangat!!"
"Gerald, ayo jadikan jurusan IPS jurusan favorit! IPS bisa! Gerald, Gerald, Gerald!"
Adara tersenyum, menatap cowok dengan nomor punggung 15 yang kini sedang menangkap bola yang dilemparkan padanya.
Sorak sorai kembali riuh terdengar dari sisi kanan lapangan basket. Menghidupkan suasana lapangan yang biasanya terdengar kalem jika tidak ada kegiatan pertandingan.
"Gerald! Wooo, keren! Keren! Keren!"
Sisi kanan lapangan terdengar riuh sorakan kemenangan, sedangkan sisi kiri lapangan pun juga masih setia dengan sorak sorai dukungan agar setidaknya tim basket jurusan IPA dapat menyusul kedudukan yang tertinggal cukup jauh.
"Gerald semangaaat, lo keren banget sumpah!" teriak Shindy, saat melihat cowok bernomor punggung 15 itu kembali memasukan bola ke dalam ring lawan.
"Shindy! Berisik tau nggak!" omel Adara pada Shindy, pasalnya mereka duduk di tengah sekumpulan anak-anak IPA, dan mereka kini menatap Shindy dan Adara.
"Eh, Dar! Ternyata yang namanya Gerald tuh, cogan akut yang pernah masuk kelas kita waktu itu! Yang pernah gue ceritain sama lo! Keren ih!" heboh Shindy.
Adara membakap mulut Shindy, rasanya Adara benar-benar malu berada di tengah lautan anak IPA, berbagai pasang mata menatap Shindy dan Adara.
"Em... le-pa-sin!"
Adara menarik tangan Shindy untuk menjauh dari kerumunan, Adara benar-benar malu. Kenapa Shindy harus berteriak mendukung tim IPS, padahal yang menjadi kapten basket tim IPA adalah cogan yang sedang diincarnya.
"Lah, kenapa malah ke kantin? Lo laper, Dar?"
Shindy memasang wajah khas polosnya, Adara mendengus kesal. Ingin sekali sekarang ini Adara memaki-maki Shindy, melihat Shindy yang memasang wajah polosnya seperti anak kecil yang tidak tahu apa-apa.
"Yaudah gue mau makan deh, Dar. Laper nih, gue." Shindy berjalan untuk memesan makanan, tidak memedulikan Adara yang berdiri mematung.
KAMU SEDANG MEMBACA
IPA & IPS
Teen Fiction[PROSES PENERBITAN] Menurut anak IPA, anak IPS itu terlalu bodoh. Hanya bisa mengandalkan kenakalan, berbeda dengan anak IPA yang membanggakan prestasi yang diperoleh. Dan menurut anak IPS, anak IPA terlalu sombong. Selalu saja memamerkan kepintaran...