Bagian 4

2.9K 85 8
                                    

“Hai, Astrid.”

            “Yoga,” bisik Astrid dengan kedua mata terbelalak lebar. Untuk beberapa saat gadis itu hanya diam tak mampu berbuat apa apa selain memandangi pria tampan yang berdiri di hadapanya, tak percaya mereka akan bertatap muka kembali setelah sekian lama waktu berlalu.

            Tenggorokan Astrid terasa mengering saat menyadari pria itu juga tengah mengamatinya, seperti yang sering dilakukannya dulu. Seolah mengingat segalanya, pria itu dengan bebasnya  membiarkan matanya menatap rambutnya, matanya, hidungnya dan kemudian berhenti lama dibibirnya. Astrid, yang tak pernah berhenti merasa canggung setiap kali berada didekat pria itu  sekuat tenaga menahan dirinya agar tidak menjilati bibirnya atau melakukan hal bodoh seperti  menggigit bibirnya yang sering dilakukannya setiap merasa gugup. Tapi dasar, lidah dan pukiran tak bertulang, mereka seolah tampak tidak mau dikendalikan, ia malah dengan bodohnya menjilati bibirnaya yang merasa kering.

            Sebelum sempat memaki kebodohanya sendiri, pria itu tersenyum sinis sambil menurunkan pandangannya dan menatap dadanya dan mata itu bercokol lama disitu. Astrid tidak bisa lebih mempermalukan dirinya lagi, jadi ia hanya mencekram daun pintu sampai pria itu menatap matanya kembali. “Kau tampak lebih dewasa Astrid. . .” lagi lagi pria itu menyeringai, “. . .dan sehat.”

            “Dan kau tampak tidak berubah,”sahut Astrid manis. ”Tetap berengsek dan mesum.”

            Pria itu terkekeh pelah, ”Kau mengejutkanku. Aku tidak tahu kalau kau menyimpan bom yang sepertinya siap meledak kapan saja. Sejujurnya, aku lebih menyukaimu yang seperti itu.”

            “Apa yang kau inginkan?” Tanya Astrid kaku.

            “Oh?”Yoga mengangkat alisnya dan menyerinagi. “Kalau saja kau tahu apa yang ku inginkan.”

            Astrid menggeretakan giginya. “Kau tidak perlu memperaktekan rayuan picisanmu padaku, Yoga. Aku bukanlah wanita yang gampang tertarik dengan celana ketat dan otot otot yang menonjol.”

            Yoga bergemingbeberapa lama, sebelum akhirnya berkata rendah. “Jangan khawatir, Astrid. Aku tahu bagaimana tipemu, kulit pucat setengah banci. Kau cocok sekali dengan mereka.”

            “Kau . .  “

            “Tapi tenanglah. Aku tadi sama sekali tidak berminat untuk merayumu. Saat merayumu nanti, aku akan memastikan kau tahu dengan jelas, bukan hanya denga kata kata.”sahut Yoga seperti sebuah peryataan. “Yang kumaksud tadi adalah aku mengingnkan Royal Garden.”

Astrid terpana di tempatnya.

            “Ya, Tuan Putri. Aku melihat tanda dijual di depan sana dan memutuskan untuk mampir dan melihat lihat.”

Untuk kesekian kalinya Astrid membelalakan matanya. Bibirnya berlahan membuka dan menutup tanpa kata sampai akhirnya ia  snggup menemukan suaranya kembali. “Oh, tidak,” Astrid mengeluh . “Jangan katakan kalau kaulah pengusaha yang akan membeli rumah ini.”

CINTA SANG DARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang