Bagian 6

3.2K 59 6
                                    

“Apa aku tidak salah dengar? Yoga Jatmiko? Maksudmu ketua geng itu?”

            “Tentu saja, Mike. Memangnya ada orang lain yang punya nama itu selain si brengsek itu?”

            Dengan iseng Astrid mengambil kertas brosur yang digunakan hotel untuk kepentingan pemasaran dan perlahan mulai mengipas ngipaskan ke wajahnya. Sejak dulu, ia selalu merasa gerah setiap kali mendengar nama pria itu.

            Mike menatap Astrid lama, untuk pertama kalinya melihat gadis itu gugup.

            “Kau masih takut padanya?”

            “Uh, siapa bilang?” Kali ini, Astrid meletakan kertas di atas meja dan mulai melipat lipat.

            “Kau dulu takut sekali padanya. Aku ingat kau selalu menghindarinya.’’

            Astrid tertawa muram dan mengaku,”Siapa yang tidak takut? Kalau kau tahu dia itu saudara kembar identik keributan dan kerusuhan, kau akan memilih untuk menghindarinya.”

            Mike terkekeh pelan. Matanya menerawang mengingat masa lalunya yang lebih banyak terkekang oleh aturan aturan yang harus mereka jalani. Tapi bukankah semuanya juga begitu? Edwin saja yang terkenal paling bandel di antara mereka bertiga juga pada akhirnya harus menurut pada keluarganya. Sepupunya itu pernah jatuh cinta dan hampir menikah dengan seorang gadis, tapi akhirnya terpaksa membiarkan kekasihnya pergi karena keluarganya menolak gadis itu. Alasan klise, bukan dari keluarga yang sederajat. Apa di antara mereka ada yang tahu bahwa sebenarnya ia sangat kagum dan sekaligus iri melihat kenakalan kenakalan yang di perbuat Yoga?

“Apa kau tahu, Astrid? Aku dulu sebenarnya mengidolakan Yoga.”

            “Apa?” mata Astrid menyipit,” Kau bercanda ya?”

            “Tentu saja tidak. Aku sangat senag sekali melihatnya Begitu bebas dan seolah tidak memiliki beban apapun. Ia mendobrak semua aturan yang ada. Tapi tetap saja Yoga dikagumi banyak gadis karena keberanianya itu. Dia sangat macho sekali bukan? Sementara kita, kita selalu terbebani oleh nama baik keluarga. Kemanapun kita pergi harus selalu menjaga nama baik dan kehormatan kita. Kita tidak pernah benar benar bebas mengekspresikan keinginan kita.”

            Astrid terpekur, ingatanya lebih tertuju pada Yoga. “Sepertinya dia tidak sebebas itu, bukan?” tanyanya seolah pada dirinya sendiri. Dari kata katanya, Astrid jelas merasakan kepahitan mewarnai suara pria itu. Seolah, pria itu tidak puas dengan kehidupannya dan ingin membalas dendam, entah pada siapa.

            “Apa?”

            Astrid menggeleng, “Bukan apa apa. Aku hanya terlalu banyak berfikir.” Astrid mengangkat tangannya yang memegang jertas yang dilipatnya dan melihta kertas itu telah berubah bentuk menjadi pesawat. Saat itu pula ia ingat bahwa Yoga memiliki maskapai penerbangan. Cepat cepat Astrid meremas kertas itu seolah dengan begitu ia bisa meremas pria bermulut pahit itu dan membalaskan sakit hatinya selama sehari ini.

            Pria menyebalkan iu, seenaknya saja membuka aibnya di depan sebagian besar warga kota. Benar benar keterlaluan. Lagi pula apa haknya membeberkan semua itu seperti dia sendiri tidak punya keburukan saja.

            “Astrid. Kau terlihat tertekan,” tegur Mike.

            Astrid menarik nafas panjang. “Aku benar benar tidak mengerti. Kenapa dari semua orang kaya yang ada dinegara ini, justru dia yang datang? Aku benar benar tidak siap menghadapinya.’’

CINTA SANG DARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang