Bagian 11

3.1K 113 16
                                    

“Ya!” seru Astrid tidak sabar.

                Ia menyibakan selimutnya dan mengerjapkan mata, menyadari ia tidak sedang berada di kamarnya sendiri. Sekejap kemudian ia baru ingat telah kehilangan rumahnya. “Siapa?”

                “Room service.”

                “Masuk saja,” Astrid kembali membenahi selimutnya dan merapikan rambutnya sedikit tepat saat pintu terbuka.

                “Selamat pagi.”

                “Kau?” Astrid hanya bengong saat mendapati Yoga masuk ke kamarnya dan membawakan secangkir kopi dan sepiring roti yang tempak masih hangat. “Apaa yang kau lakukan?”

                “Aku bertemu dengan petugas hotel di depan kamarmu dan dia membiarkan aku membawakannya masuk.”

                “Bukan itu maksudku, “ Astrid mengeluh. “Apa yang kau lakukan di sini? Ini masih subuh.”

                Yoga meletakan baki di atas meja dan dengan santai duduk di ujung tempat tidur Astrid dan mengangkat kakinya. “Masih ada yang terlupa tadi malam. Aku lupa bertanya kapan kau akan ke Denpasar.”

                “Ya, ampun,” Astrid mengangkat selimutnya dan menutupi kepalanya. “Kau datang dari Royal Garden ke sini pagi pagi hanya untuk menanyakan itu? Apakau sudah lupa ada sebuah barang aneh yang bernama telpon?”

                “Aku menginap disebelah?”

                Astrid menyibakan selimutnya. Matanya benar benar terbuka kali ini.

                “Apa?”

                “Aku chek in di sini semalam.”

Astrid beranjak duduk, “Aku benar benar tidak mengerti. Kenapa aku bisa sesial ini? Apa setelah tahu jadwal keberangkatanku kau akan pergi?”

“Tergantung.”

“Lgipula apa pentingnya itu untukmu? Itu bukan urusanmu.”

Yoga menatap Astrid tak berkedip, membuat gadis itu jengah dan mengalihkan pandangannya sendiri.

“Aku akan brangkat besok pagi. Hari ini aku akan pergi ketempat Mike dan memuaskan diriku dengan Riris.”

“Siapa itu?”

“Riris? Putri Mike,” wajah Astrid melembut saat mengingat kemenakannya itu. “Fiona, ibunya menghilang semenjak beberapa bulan yang lalu. Mike sering pergi untuk melacak kepergian istrinya. Jadi, untuk sementara aku sering ke sana menemani Riris.”

“Kau bilang menghilang? Maksudmu pergi?”

“Mungkin menghilang lebih tepat. Tanpa pesan, tanpa surat, tanpa kabar.”

“Itu aneh sekali. Tapi bukankah ibu Mike masih ada?”

“Bibi Nurma sangat sibuk dan tidak pernah sempat bersama Riris. Kasihan sekali anak itu. Aku seberanya berat meninggalkan dia sementara Fiona belum tahu keberadaanya. Tapi. . .”

“Kalau kau berat, kenapa harus pergi?”

Astrid menatap Yoga dan hatinya sedikit menghangat mendapati pria itu tengah memandangnya dengan cara seperti itu. “Tidak ada yang bisa aku lakukan disini. Memang banyak sih teman temanku yang memiliki usaha di kota ini. Tapi aku tidak mau bekerja pada mereka. Bukan karena malu, hanya tidak mau menempatkan mereka dalam posisi yang tidak enak saja.”

CINTA SANG DARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang