7. Annoying Never End

724 41 10
                                    

Author pov

Laki- laki itu mencengkram kuat rahang Stella.

Stella terlihat kesakitan.

"Apa kau juga merindukanku?" godanya pada Stella

"Apa kau sedang bermimpi? Rey," ucap Stella menyunggingkan senyumnya

Nama lelaki tersebut adalah Reynald Mackenzie.

"Bagaimana kalau malam ini kau menemaniku?"

Stella meludah ke arah Reynald.
"Cuihh!"

Reynald geram dan melayangkan tangannya, Stella menendang keras 'burungnya'. Stella berlari keluar ruangan sambil senyum- senyum.

'Mantap!' batinnya mesum

"Kurang ajar! Awas saja kau!" teriak Reynald

***

"Kenapa lama sekali? Apa ada masalah?" Miranda tampak khawatir

Stella tersenyum lebar, "tidak tante."

Miranda membalas senyumnya. Stella kembali bekerja.

Jam menunjukkan pukul 11 malam.

"Stella, ini sudah malam kamu pulang saja biar tante yang membereskannya. Besok kamu sekolah kan?"

"Iya, ya sudah Stella pulang dulu tan." Stella bergegas meninggalkan bar

Stella langsung menaiki tangga, memasuki kamarnya.

Ia mengganti pakaiannya menjadi baju tidur. Di depan cermin ia memegang rahangnya yang sedikit sakit karena kejadian tadi. Ia mencoba menggerak- gerakan rahangnya ke kanan dan ke kiri.

Seseorang membuka pintu kamarnya.

Stella menoleh, "Kakak!" Davin memeluk pinggangnya dari belakang. Dan menaruh kepalanya dibahu Stella.

"Kakak baru pulang?"

"Iya."

"Kakak lelah?"

"Sedikit."

"Jika ada masalah, ceritakan saja padaku, Kak!" Stella sangat memahami kakaknya, ia tahu perasaannya.

"Emm ... Stella bagaimana pendapatmu jika kita pindah rumah ke luar kota?" Akhirnya Davin mengungkapkan masalahnya

"Bagaimana sekolahku? Kenapa harus ke luar kota?"

"Apa kamu tak apa kakak tinggal disini? Kakak dipindah tugas, kakak bisa menolaknya jika kamu tidak setuju."

"Berapa lama kakak disana?"

"Mungkin satu atau dua tahun." Ucap Davin, Stella membalikkan tubuhnya menghadap kakaknya.

"Itu terlalu lama" gumamnya

"Kamu tidak setuju, kakak bisa menolaknya sekarang." Davin hendak mengambil smartphonenya, Stella menahannya.

"Jangan! Kakak terima saja, lagi pula itu juga demi cita-cita kakak. Kakak bisa belajar banyak hal di sana, dan kakak akan menjadi dokter yang hebat. Aku akan tinggal di sini bersama tante, nanti akan merepotkan jika aku ikut kakak." ujar Stella panjang lebar.

"Baiklah! Kakak akan mengejar cita-cita kakak dan membuatmu bangga mempunyai kakak sepertiku!" Davin tersenyum dan memeluk adiknya dengan sangat erat.

Davin memeluk dan menjatuhkannya ke ranjang milik Stella.

Stella menjerit, "Kakak!"

Davin menjahili Stella dengan mengempit Stella di dadanya. Stella terus memukul dadanya, tetapi ia hanya tertawa saja tidak merasa sakit.

All About UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang