Emak marah, sudah pasti.
Bapak kecewa, tak terhindari.
Bagus ... tak ambil peduli. Ia cuma protes jika tak ada pulsa.
Kabar terakhir dari mantan cieee ... maksudnya si Bokir. Dua bulan lagi ia bakal nikah, tentunya sama perempuan lain yang mau sama dia.
Na tak kecewa cuma emak yang tak terima. Terlebih dari Bokir emak mendengar perihal kekasih gelap Na. Ini disebabkan kulit badan Lindu yang macam areng.
Yang sabar ya, Bang. Lu di mari kagak bakal jadi CEO atau titisan desa Yunani.
"Bener kamu punya pacar?" Si emak tak percaya anaknya masih laku, kenyataannya emang bener ... Emak selalu benar.
"Males ahh kalo bahasannya itu mulu," sambut Na yang sibuk mantengin kalender sambil nyatetin berapa orang yang bolos bulan ini.
Sejak lulus SMA, Na melanjutkan bisnis keluarga, jagain warung soto peninggalan Uti. Bapak tak nak, lebih memilih kerja ikut orang sedang emak berjuang jadi pegawai negri. Statusnya masih honorer guru SD, sampai sekarang.
"Trus kapan kamu kawin?"
Na setengah mewek minta emak ganti topik, sekali lagi.
"Na, kalo kamu terus-terusan gila kerja kapan kami gendong cucu. Bagus masih terlalu kecil, cuma kamu harapan kami."
"Na masih pengen fokus kerja. Masalah jodoh pasti ketemu ... nanti, bukan sekarang. Kalo dipaksakan justru dikemudian hari jatuhnya sakit.
"Omma, Na minta maaf."
"Terserah, Emak sudah tak tahu lagi harus apa, tapi ... setidaknya sebelum si Adi kawin kamu harus punya gandengan."
Jiahhh pakek syarat pula.
***
Dua bulan itu masih lama, tapi kalau ditunda-tunda bisa kena deadline dan hasilnya kurang memuaskan. Jadinya Na mulai persiapan sedini mungkin.
Emak cuma minta gandengan, jadi ngga susah-susah amat. Tinggal ikut biro jodoh online, pilih kandidat yang tepat dan mulai pendekatan.
Teorinya gitu, prakteknya ... beh, jangan tanya. Habis daftar selesai sudah. Na lebih pilih menyibukkan diri dari pada ikut mantengin cowok fiktif yang tak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
Sama seperti hari ini saat dirinya ikut meramaikan event touring salah satu merk motor baru yang lagi booming. Dengan menyewa satu stand kecil dan dibantu dua staff dirinya sibuk sejak pagi buta.
"Ndu, spanduknya miring. Beneran gih," suruh Na saat mengkroscek kembali hasil kerjanya.
"Iya, Mbak," pemuda belasan tahun itu langsung mengerjakan apa yang disuruh. Meski belum genap seminggu, tapi ia paham.betul tabiat majikannya yang suka ngamuk apalagi kalo laper. "Mbak sarapan aja dulu!" Teriaknya sambil menarik spanduk.
"Nanti saja barengan." Masih mengawasi, "naikin dikit yang kanan!" Satu tangannya memberi aba-aba.
Na melempar jempol puas dengan hasil kerja Pandu. Setelah itu, Na merogoh isi kantong celana mengambil hape punya Bagus. Sengaja pinjam, karena kualitas gambar punya kamera si Bagus lebih bening dan layak buat dipajang.
Menangkap lewat layar hape tak mudah, bikin Na harus maju-mundur cantik karena tak tahu letak tombol zoom in-zoom out, maklum barang minjam.
Belum dapet gambar yang pas Na malah menabrak orang. Syukur kagak lecet, orang cuma kesenggol itupun tak sampai jatuh. Yang atit malah Na, si abang badannya gempal, batu semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Siji
Romance"Namamu bukan Lindu jika hanya diam dan tak membuat masalah." "Namamu juga bukan Siji kalau ada KW-nya." Preeet