Na pengen lari, tapi ngga mau sendirian. Takutnya bukan selamat malah dihadang kawanan zombie di luar sana. Ia bertahan dengan jaminan kalau diserang Lindu bakal dilempar sebagai umpan dan dia bisa kabur.
Kurang ajar.
Suara terbatuk-batuk terdengar dari bilik sebelah, bayangan hitam melekat di pembatas ke dua ruangan menggambarkan sosok bungkuk dan sudah renta.
"Tunggu di sini."
Danish mengambil langkah meninggalkan keduanya. Bayangan di pembatas bertambah kali ini tinggi menjulang dengan suara besar menakutkan.
"Kau belum juga menyingkirkannya?"
"Belum," suaranya diselingi batuk, "dia terus memberontak. Saat aku mencoba menangkap anak-anaknya dia bahkan menyerangku." Lanjut si pria tua membuat Na nyaris pingsan.
"Aku membawa dua orang yang hendak menumpang barang semalam."
"Sayang sekali padahal aku berharap mereka bisa tinggal lebih lama." Lalu si kakek tertawa mengerikan dengan nada kering macam ranting keinjek.
"Oppa, gue takut," Na merengek dengan suara tertahan. Ia bersembunyi di balik punggung Lindu saat Danish bersama si pria tua keluar membawa sebilah parang.
"Jadi ini tamunya?" Si kakek berbasa-basi, "Namaku Wiryo, Ki Wiryo. Silakan duduk, kalian pasti belum makan bukan."
Si kakek keluar sambil membawa parang sedang Danish mengawasi keduanya saat Na merengek tak mau duduk di dipan yang ditengarai sebagai tempat menyimpan bangkai korban mutilasi si kakek dan si kompeni.
"Jangan aneh-aneh," Lindu duduk dan tak mengindahkan rengekan Na.
"Tapi itu," nunjuk buntelan gombal di kolong dipan.
Lindu menunduk memeriksa apa yang dikhawatirkan Na saat Danish mendekat dengan sebuah batang kayu berukuran panjang.
"Jangan!" Na tanpa sadar pasang badan melindungi Lindu.
Semua tersentak, bingung Na gila kenapa? Orang Danish mo mungut itu gombal, tapi ogah kotor.
"Ini kotor, bekas si belang habis melahirkan tadi pagi." Ujar Danish.
Lindu menaikkan sebelah alisnya menuntut penjelasan lebih. Danishpun menceritakan kalau di rumah mereka tinggal juga seekor kucing betina ... dari ia dengar hanya beberapa kata yang ditangkap kucing, melahirkan, dan berdarah-darah. Maklum saja sekalipun si kompeni fasih berbahasa Indonesia namun masih celemotan saat bicara panjang lebar. Malah kadang huruf k ganti jadi g. Kata mungkin terdengar menjadi munggin.
Belum habis kelegaan Na, si kakek keburu masuk dengan singkong yang baru dicabut di tangan. Masih kentara jelas tanah yang memerah menempel dipermukaan si ubi kayu dan kedua tangan si kakek yang nampak kotor.
"Saya rasa ini cukup untuk mengganjal perut kita malam ini."
Kampret, tuwas keweden.
***
Nyoba bikin ngeri tahu ndak hasilnya hahahaha....
***
Keempatnya duduk mengelilingi perapian ditemani singkong bakar dan kopi pahit sebagai teman, juga empat embek yang mengembek di belakang gubuk, tapi baunya menusuk sampai ke dalam.
Nikmat dunia, wedus!
"Wariyahtun," potong Ki Wiryo saat mendenger penuturan Lindu tentang alasan keduanya sampai tersesat di kampunya.
"Betul, Aki kenal?" Lebih banyak Lindu yang bersuara ketimbang Na yang masih merengut manja karena sadar dirinya cuma paranoid berlebih sampai kejet-kejet kagak jelas.
"Tentu, kami masih satu kampung," Lindu sumringah, itu artinya mereka ngga nyasar sepenuhnya, "baru seminggu yang lalu dia balik ke sini. Dijemput Farida, bener to, Nis."
Danish mengangguk tanpa menoleh pada Ki Wiryo. Dirinya sibuk mengingat kejadian tempo hari saat Farida datang minta bantuan menemaninya menjemput sang nenek di terminal. Sepanjang jalan berdua hati Danish berbunga- bunga, tapi tak bisa apa-apa. Si gadis terus menjaga jarak dan menundukkan kepala membuat kepalanya cenut-cenut luar biasa.
"Kalau begitu boleh kami minta diantar ke rumahnya besok."
Danish langsung menyanggupi, setidaknya dia punya alasan untuk kembali bertandang ke rumah sang tambatan hati. Alasan yang lebih keren ketimbang permisi naroh barang bawaan si Mbok yang cuma sebiji kardus aqua bekas.
***
Menjawab pertanyaan AmalAliya sebelumnya. Ndak say ndak pindah genre saya ngeri sendiri sampai ngga bisa tidur, maklum kagak ada yang ngeloni hahahaha...

KAMU SEDANG MEMBACA
Siji
Roman d'amour"Namamu bukan Lindu jika hanya diam dan tak membuat masalah." "Namamu juga bukan Siji kalau ada KW-nya." Preeet