Wolu

5.9K 523 31
                                    

"Lo sebenarnya pernah pacaran ngga sich, Nyet?" Lindu bertanya sembari memindahkan bistik daging sapi yang ada di meja prasmanan ke piring miliknya yang sudah penuh dengan makanan.

"Perlu gitu gue curhat sama lo," Na mendadak PMS. Padahal baru minggu lalu dia dapet. Mungkin karena malam ini ia nampak macam pecundang. Ikut aja apa kata emak yang nyuruh berangkat kondangan bareng pacar sewaan pula. Sinetron abis ... abis rating turun langsung buyar. Tamat.

"Ya, seperti yang lo pernah bilang cowok macam gue tuch bukan single tulen, pasti adalah satu dua mantan yang mau diajak balikkan. Kita berdua juga tahu kalo lo pasti ..."

"Pernah pacaran," sahut Na tanpa beban, "I know, Bukannya ngga mau balikkan sama mantan cuma ngga mau ribet. Yang di depan mata ada lo ya udah ayok kalo mau syukur kalo ngga ya ngga masalah." Na ikut mengambil bistik daging sapi.

"Jadi sebagai lelaki gue cuma pilihan."

"Jangan melow, kagak maching ama muka."

Puas dengan hasil jarahan yang didapat Na dan Lindu mencari tempat paling enak buat mojok. Peduli setan sama panitia yang ngawasin mereka. Maklum keduanya benar-benar tak tahu diri. Setelah setor amplop kosong langsung ngacir mengintai makanan tak peduli dengan dua mempelai yang sejak pagi sibuk jemur gigi.

Lindu berkelakar banyak hal bahkan ia membuat lelucon saat ia menikah nanti akan mengusung konsep drive true. Dimana para tamu undangan tak perlu turun dari kendaraan, sebelum masuk harus setor angpau baru dapet jatah nasi kotak, dan pengantin nunggu di pintu keluar.

"Sakit jiwa."

"Terserah, lo boleh pilih bajunya sendiri nanti."

"Ogah."

"Jadi lo bakal Naked?" Mata Lindu bersinar bahagia.

"Muke lu, Bang, mupeng amat." Bibir Na seraya melempar potongan kerupuk sisa ke muka Lindu.

"Dinikmati aja," timpal Lindu, "muka ini juga yang bakal lo liat tiap hari."

Na terhenyak sesaat, ia tak pernah merasa nyaman dengan orang asing untuk waktu yang lama. Dan, apa yang dijanjikan Lindu membuatnya takut. Menikah atau hidup bersama jelas berbeda sekalipun si pria belum menegaskan apapun.

"Apa gue bikin salah?"

"No," Na buru-buru menjawab sebelum Lindu salah paham, "gue cuma ngga bisa bayangin gimana sakitnya pala bininya si Adi." Lanjut Na yang tak tahu malu nunjuk muka mempelai perempuan.

Perempuan itu tersenyum lebar, antara bahagia dan menahan sakit di kepala yang kondenya segede gaban belum lagi isian kembang setaman ama mahkota yang menandakan dirinya sang ratu hari ini, benar-benar menyiksa.

"Ok, gue sudah mutusin, ntar kita nikah lo bakal pakek baju india."

"Bapak lo Amithaba Chan?"

"Bukan."

"Lo ngefans ama shahruk kan?"

"Kagak."

"Lalu demi apa semua itu?"

"Demikian aku menginginkanmu."

Kampret, bukan lagi serpihan kerupuk yang dilempar tapi kepala ikan gurame yang baru digigit sekali. Lindu mengaduh dengan wajah bahagia. Seolah bukan siksaan yang ia terima.

***

Tak ada alasan untuk tinggal lebih lama apalagi saat piring keduanya habis bersih tak bersisa. Na tak habis setengah, Lindu yang menghabiskan sisanya. Jadilah mereka pulang begitu saja, tanpa salaman pada pengantin atau kedua orang tua pengantin yang berdiri di muka.

SijiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang