(09) Momen

45 0 0
                                    

Bagian 9
“Momen”


Bersyukurlah kalian yang mempunyai seorang adik. Hidup kalian bisa sedikit ramai dengan hadirnya adik.

Mungkin terkadang kalian merasa kesal akan hadirnya seorang adik. Tapi rasa kesal itu akan membuat harimu sedikit ramai dengan hadirnya adik.

Merasa dirugikan akan hadirnya karena selalu merusak barang kesayanganmu. Tapi ketahuilah itu yang membuat harimu sedikit lebih ramai dengan hadirnya adik.

Sedikit demi sedikit momen bersama seorang adik akan menjadi momen yang akan kamu rindukan.

Buatlah momen indah bersama adikmu.

••112••

Di hidupku hanya sosok kakak yang paling berharga. Sekarang ia benar-benar pergi. Aku hanya menangis melihatnya keluar dari rumah ini. Sekarang sepi akan terus menemaniku.

Sebuah tangan meraih pundakku membuatku tersadar bahwa Billy masih ada di sini. Tangannya meraih kepalaku agar berada di pundaknya.

“Ada gue di sini,” ucapnya.

Aku mengangkat kepalaku dari bahunya. Menatapnya dengan sendu. Kulihat senyuman mengembang dari wajahnya seolah mengajakku untuk tersenyum. Aku pun tersenyum kepadanya.

Ku hapus air mataku yang yang masih berada di wajahk, mencoba merapihkan wajahku. Biasanya aku sangat terlihat jelek setelah menangis. Aku tak mau Billy malah menjelek-jelekkanku.

“lu tetap cantik kok,” ucapnya membuatku kaget.

“Lu tahu apa yang dipikiran gue ya?” tanyaku curiga bahwa dia adalah orang yang bisa baca pikiran.

“Gestur tubuh lu yang mencoba merapikan wajah lu seolah-olah lu nggak mau terlihat jelek di depan gue karena takut gue ledekin kan?”

“Bohong lu. Pokoknya mulai sekarang lu nggak boleh natap mata gue. Nanti lu bisa baca semua pikiran gue lagi.”

Dia malah tertawa akan ucapanku.

“Gue beneran nggak kaya gitu Re. Gue manusia biasa.”

Aku menatapnya dengan tatapan intimidasi untuk membuatnya mengaku bahwa ia adalah pembaca pikiran.

“Seh, terserah lu mau percaya apa enggak.”

Perasaanku sedikit tenang dengan adanya Billy saat ini. Meski aku masih tetap berharap kakakku akan pulang lagi.

Billy pulang dari rumahku sekitar jam dua belas siang.

Terima kasih Bill.

••112••

Minggu yang sepi.
Pagi hari aku hanya menemukan sarapan di atas meja dengan sebuah kertas yang tergeletak di atasnya. Kertas tersebut berisi tulisan tangan dari Mba Sita yang memberitahukan bahwa Mba Sita dan Pak Tono pergi untuk menjenguk cucunya yang sakit. Aku hanya menghela nafas. Sendiri lagi.

Aku melahap sarapan yang sudah disiapkan Mba Sita untukku. Ketika aku hendak mengambil minum di kulkas. Lagi-lagi aku menemukan sebuah kertas yang menempel di pintu kulkas. Ku ambil kertas itu, kemudian ku baca.

Maaf,

From: Dad

Aku langsung berlari menuju kamar Ayah yang berada di lantai dua. Aku ingin sekali berbicara pada Ayah tentang semuanya yang terjadi padaku. Tentang aku yang merindukan Ayahku.

Seharusnya kamu ngerti kalau aku ini sibuk!

Aku terkaget. Belum sempat aku mengetuk pintu kamar orang tuaku tapi suara perdebatan mereka lebih dulu terdengar. Hal ini membuatku mengurungkan niatku untuk mengetuk pintunya. Sepertinya Ibu sudah pulang dari pekerjaannya itu.

Sebelas DuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang