(18) Billy Nyebelin

17 0 0
                                    


Bagian 18
“Billy Nyebelin”

“Billy,” aku membangunkannya dari tidur nyenyaknya.

Ia tertidur dalam kelas, untungnya dia duduk paling belakang jadi tak dipedulikan oleh guru yang mengajar. Untungnya lagi gurunya juga cuman ngasih soal terus langsung main laptop.

Dan sekarang sudah bel pulang. Tapi Billy masih saja tertidur. Aku pun dengan sukarela membangunkannya, kasihan kalau ditinggal sendiri di kelas.

“Apa sih, Anjing!”

Aku kaget, Billy membentakku. Lagi-lagi dadaku sesak, seperti yang sudah-sudah. Ketika ada yang membentak pasti selalu seperti ini.

Sorry,” ucap Billy ketika menyadari bahwa aku yang telah membangunkannya.

Dia langsung mengambil jaket hitam yang ia sampirkan di bangku lalu mengambil tas yang berada di gantungan meja. Di Sedu memang tersedia meja yang ada gantungan tas nya yang terdapat di sisi kanan meja.

Billy langsung berjalan melewatiku. Sepertinya ia masih berniat untuk menjauh dariku. Mungkin karena sikapku terhadapnya yang membuat semuanya jadi salah paham. Sekarang aku harus membicarakan masalah ini agar semuanya jelas.

“Billy,” panggilku ketika Billy hendak melewati pintu kelas.

Dia hanya menengok kepadaku seolah bertanya apaan? Tak buang waktu, aku pun langsung menghampirinya.

“Pulang bareng yuk,” entah kenapa aku malah mengajaknya pulang bareng.

“Gue bawa motor,” katanya.

“Ya gue nebeng sama lu,” kataku.

“Nggak,” ucap Billy lalu ia kembali melanjutkan langkah kakinya melewati pintu kelas kemudian berjalan di lorong sekolah. Aku tak tinggal diam, ku kejar Billy sambil terus memanggil namanya.

Sialnya langkah Billy sangatlah cepat hingga mengharuskanku sedikit berlari. Dan, berhasil. Aku dapan menghalanginya ketika berada di lobi sekolah. Dia pun terpaksa menghentikan langkahnya ketika tahu aku sudah berada di depannya.

“Kan lu dijemput, Re,” katanya.

“Hari ini gue nggak dijemput, Bill.”

Billy menghela nafas.

“Yaudah,” katanya.

Aku tersenyum gembira mendengarnya. Seenggaknya ini salah satu batu loncatan agar aku dan Billy bisa berteman lagi.

••112••

Aku sudah berada di parkiran yang berada di belakang sekolah. Masih ada beberapa siswa yang juga mengambil motornya masing-masing. Ada juga yang membawa mobil, hanya beberapa.

Sedikit kaget ketika Billy menunggangi motor merk Ducati. Biasanya motor Beat dah, ucapku  dalam hati. Aku masih bingung dan masih berdiri menatap Billy yang sudah siap untuk berangkat.

“Ayo naik, malah bengong,” kata Billy.

“Lu yakin ini motor lu?” tanyaku.

Billy tak menjawab ia hanya berkata, “Kalau nggak mau, yaudah.”

“Siapa yang bilang nggak mau,” ucapku langsung membonceng di belakang Billy.

Billy pun mulai menjalankan motornya. Ia masih belum mengajakku berbicara. Mungkin aku yang harus memulainya.

“Bill,”

Tak ada jawaban.

“Sejak kapan lu punya Ducati?” tanyaku lagi.

Tak ada jawaban juga. Aku kesal karena dari tadi dikacangin terus. Aku pun mempunyai ide untuk menyubit perutnya.

“Aww!” Billy meringis seraya menyingkirkan tanganku yang menyubit perutnya.

“Kalau ditanya tuh dijawab,” kataku.

“Gue fokus nyetir Reen. Ini motor mahal soalnya.”

Jadi dari tadi dia diam gara-gara motor ini. Sumpah Billy nyebelin banget.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 03, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sebelas DuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang