(14) Fans

28 1 0
                                    

Bagian 14
"Fans"

Sekarang aku sudah berada di depan perpustakaan. Duduk bersama Nico di bangku yang tersedia. Kita sama-sama canggung satu sama lain. Karena, kita memang sudah lama tak bertemu, belum lagi status kita yang kurang enak, yaitu pernah sayang satu sama. Meskipun aku tak tahu apakah sekarang aku masih sayang kepadanya atau tidak.

"Maaf ya," Nico mulai membuka pembicaraan.

Entah kenapa aku sudah terlalu muak dengan permintaan maaf dari semua orang. Seolah-olah aku ini gampang sekali dibuat hancur lalu mereka yang menghancurkan hanya meminta maaf dan berujung pada aku yang memaafkan.

Aku mulai berpikir bahwa aku ini terlalu baik terhadap dunia yang jahat.

"Iya, gue maafin," meskipun masih sedikit sebal.

"Gue juga nggak nyangka kalau Diana sampai kaya gitu."

"Ya, karena dia fans kamu."

"Aku bukan artis,"

"Tapi selebgram," sanggahku.

Dia hanya tertawa pelan.

"Aku juga nggak tahu kalau mendadak jadi gini, followers banyak, apalagi banyak yang minta foto bareng."

"Iya, aku juga. Nggak nyangka punya mantan selebgram," ucapku spontan.

"Tapi kan waktu kita pacaran, aku belum jadi selebgram," dia menatapku.

"Iya sih, tapi aku jadi bangga aja. Apalagi dulu kita sama-sama membahagiakan satu sama lain," sepertinya kali ini perkataanku sedikit curhat.

Dia hanya membalas dengan senyuman. Masih sama, senyumnya masih menenangkan. Andai kamu masih milikku. Tapi aku sadar siapa aku dan siapa kamu.

"Aku denger-denger, kamu lagi deket sama Billy Hendrix," ucapnya.

"Hah? Enggak. Dia cuma temen dari SMP."

Hening.

"Masih kamu, Nic," entah kenapa aku berkata seperti itu. Tapi hatiku yang menyerukan. Jika saja hatiku dapat berontak, maka ia akan lakukan. Hatiku ini masih kamu.

Dia menengok, menatapku, menaikkan alisnya seolah bertanya apa maksud perkataanku tadi. Dengan nekat dan cukup keberanian aku berkata, "jujur, aku, masih ada kamu. Maksudnya, aku masih perlu waktu untuk lupain kamu." Aku benar-benar deg-degan pada saat itu. Terjadi keheningan beberapa saat. Aku diam, Nico diam.

"Aku antar pulang ya, udah mau sore," tawarnya. Jam tanganku juga sudah menunjukan pukul 16:01.

"Yang kayak gini-gini nih," kataku.

"Gimana maksudnya?"

"Iya, kamu nawarin pulang bareng, itu bikin aku gagal buat move on."

••112••

Sekarang sudah masuk dalam semester dua. Aku sudah mulai terbiasa dengan berada di Sedu. Ada beberapa orang yang masih melihatku dengan sinis. Tapi tak terlalu banyak seperti dulu. Aku nggak tahu apa sebabnya, mungkin karena mereka sudah bisa menerimaku.

Sebelas DuaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang