Magic

12K 926 132
                                    

"Hinata?"

"—H-hai!?" Lamunan Hinata buyar seketika, pandangannya kini kembali ke sosok pemuda di hadapannya.

Pemuda itu hanya terdiam, kedua manik onyx menatap amethyst dalam-dalam untuk beberapa saat, sebelum akhirnya berucap, "Kau melamun lagi."

"O-oh... Gomenasai..." Hinata bergumam pelan.

Sasuke tidak mengatakan sepatah katapun setelahnya, namun kedua manik gelapnya masih melekat pada sosok Hinata. Dia pasti masih merasa canggung karena ucapannya saat itu. Ah—lebih tepatnya, ciuman di pipinya saat itu, mungkin? Namun Sasuke tidak menyesali perbuatannya saat itu, maupun saat ini.

Tak tahan dengan keabsenan Hinata, Sasuke nekat memperlihatkan batang hidungnya tepat di depan gerbang kediaman sang gadis. Sasuke itu jenius, walaupun ia bisa saja menyusup ke dalam, ia tahu resikonya akan lebih besar. Dan ia malas harus berurusan dengan penjaga-penjaga Mansion Hyuuga, termasuk Neji—dan mungkin Hiashi.
.

.

.
"S-Sasuke-kun...?" Hinata mengerjap, mencerna perkataan sang sepupu beberapa detik sebelumnya.

"Mencarimu." Neji melanjutkan, dingin, penuh rasa curiga. Sebesar apapun rasa penasaran Neji, ia masih menghargai Hinata, dan ia rasa sekarang bukanlah waktu yang tepat untuk bertanya. "Kalau Hinata-sama tidak ingin menemuinya, aku akan—"

"T-tidak, Neji-niisan. Tidak apa-apa." Hinata berpamitan—tak lupa berterimakasih—setelahnya, dan dia sudah berada di luar gerbang, bersama si bungsu Uchiha.

"A-ano..." Hinata memulai gugup, hendak memberi kueri tentang keberadaan Sasuke, namun pemuda itu sudah memotong duluan.

"Ayo."

Tidak itu saja, bahkan jemari dingin sang pemuda menyelip diantara jemari lembut miliknya. Saat tersadar Hinata sudah dibawa pergi oleh pemuda itu.
.

.

.
Kini keduanya berada di padang rumput tempat dimana Sasuke sering latihan, duduk di bawah pohon rindang, menikmati semilir angin. Seperti yang Sasuke inginkan.

Kedua onyx miliknya terpejam untuk beberapa saat, dan ketika dia kembali membukanya, dia melihat wajah Hinata di sampingnya. Hinata terlihat sangat damai, rileks. Helai surai indigonya bergerak seiringan dengan angin yang menerpa, sebuah senyum kecil mengembang di wajah cantiknya.

"Suka?"

Begitu suara baritone khas milik Sasuke tertangkap indera pendengarannya, Hinata menoleh.

Kami-sama, Sasuke tidak bisa menjelaskan bagaimana jantungnya berdegup begitu kencang, kehangatan menyeruak di dadanya, semua terasa nyaman. Sasuke senang bisa melihat rona merah itu kembali muncul di pipi mulus Hinata.

"U-um..." Anggukkan kepala Hinata berikan, sebelum ia kembali memalingkan wajah. "A-aku suka..."

"... Baguslah."

Keduanya terlarut dalam percakapan ringan, sesekali diselingi tawa Hinata dan senyum kecil Sasuke.

Nyaman.

Itulah yang dirasakan Hinata. Awalnya, 'kurang nyaman' bahkan tidak mendekati bagaimana perasaan Hinata saat berduaan dengan Sasuke. Dulu, dia begitu dingin, jutek, sangat miskin kata. Entah apa yang mengubahnya. Sasuke yang dulu jarang sekali tersenyum, apalagi tertawa. Dari banyaknya gadis di Konoha, Hinatalah yang berada di samping Sasuke saat dia tersenyum, tertawa.

Unexpected LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang