Seorang gadis melangkah di tengah hujan, berlindung dalam balutan hangat sweeter merah mudanya.
Telinganya panas mendengar beberapa orang menyalahkan hujan yang turun sepagi ini.
Memang apa salahnya hujan? , pikirnya.
Tiba-tiba sebuah sepeda melaju dengan kencangnya, menyipratkan genangan air ke pinggir jalan.
"HEY AWAS!! ".
Seettttzzzzs!
PRATT!!
Percikan air itu berhasil membuat tubuh seseorang hampir basah kuyub. Namun ketika membuka mata sang gadis heran, mengapa tubuhnya tidak basah?
"Gak papa?. " suara berat itu membuyarkan kebingungannya.
"Eh?. " matanya terbelalak melihat betapa basah tubuh si pemilik suara.
Dia tersenyum, "kamu gak kena cipratan tadi kan?. "
Gadis itu menggeleng.
Kemudian sebuah payung merah marun miliknya diberikannya pada sang gadis.
"pegang ini, lain kali kalau mau nikmatin hujan jangan sendirian. Bawa juga payungnya, biar payung juga bisa ikut merasakan hal indah apa yang cuma bisa kamu rasain saat hujan...".
"Aku duluan ya!." pamitnya.
Gadis ini masih berdiam. Berdiri dibawah payung merah hampir tak berkedip. Matanya fokus melihat punggung pria itu menjauh, hingga benar-benar menghilang di persimpangan jalan.
"Ya Ampun, aku belum bilang terima kasih sama dia.. . Aduh Gi, kebiasaan deh" , sesalnya.
Kemudian kakinya kembali melaju menuju sekolah, masih ada sekitar dua puluh menit lagi sebelum sekolah dimulai.
Ketika sampai di sekolah, gadis ini melipat payung merah marun itu lalu disimpan dalam lokernya.
Senyumnya tak henti-henti terpasang disepanjang koridor menuju kelas, mengingat pria pemilik payung merah marun tadi.
"Ah, dia benar-benar tampan!".
"Siapa yang tampan? ".
"eh? ". Gadis ini terkejut melihat seorang pria di sampingnya.
"Siapa yang tampan?".
"Kau tak perlu tahu". Gadis ini berjalan menjauhinya.
Pria itu memanggilnya, "Hey.. Kugi!".
Gadis itu tetap berjalan tak menggubris perkataannya.
"Kugitha ...!!!!", panggilnya lagi.
Namun tetap saja gadis itu tetap berjalan tak menghiraukannya.
"Hah, dasar gadis keras kepala".
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Angin bertiup dengan sejuk, menggoda beberapa helai rambut hitam Kugi yang digerai.
Dibawah pohon maple yang rindang, ia menghabiskan bekal makan siangnya sendiri.
"Bagaimana bisa langit secerah ini? Padahal tadi pagi hujan begitu deras". Pikirnya.
Hari ini Ibunya membuat nasi yang dibalut nori dan mie yang diatasnya terdapat beberapa ebi. Kugi menikmati makanannya sambil melihat lurus ke arah padang rumput.
Halaman belakang sekolahnya ini memang berbatasan langsung dengan padang rumput hijau yang sangat luas. Perbatasan sekolah dengan desa kecil pinggir kota.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gerimis
Genç KurguMungkin kisahnya sederhana. Cuma tentang aku, kamu dan dia yang merasa semuanya harus berubah. Mengenai mendung, gerimis lalu langit menangis sendu bernama hujan. Dan disepanjang proses itu, siapa yang akan menemani hati ini menuju pelangi? Atau m...