5.Hari Indah Bersamanya

2.2K 179 8
                                    

.
.
.
.
.
Kedua sejoli Tuhan itu melangkah beriringan pada temaram perhiasan malam yang tampak indah bersinar menggoda. Menyusuri sepinya rel kereta pada malam hari. Pertemuan pertama mereka yang berawal pertengkaran itu kini, justru telah berubah dengan pendekatan. Siapa sangka, tadi saat menjalankan hukumannya bersama Zira, Afkar justru menarik tangan gadis itu keluar dari area sekolah. Dan memilih untuk mengajak Zira berjalan jalan ke sebuah taman kota terlebih dahulu. Hingga hari menjelang malam keduanya belum pulang ke rumah masing masing. Masih dengan seragam putih abu abu mereka berjalan menyusuri sepinya rel kereta.
Baik Afkar maupun Zira menghiraukan panggilan masuk dari kedua ponsel mereka. Apa lagi Afkar. Ponsel laki laki itu sudah lebih dari lima puluh kali berbunyi. Pasti dan sudah bisa dapat ditebak bahwa kini sang bunda, ayah, dan Akhdan telah kalang kabut mencari keberadaanya yang tak kunjung pulang sedari tadi.

"Angkat tuh Handphone lo, dari tadi bunyi mulu. Berisik tau." Gerutu Zira yang masih berjalan menyusuri rel kereta.

"Handphone lo juga sama dari tadi bunyi mulu." Timpal Afkar.

"Tapi gak sebanyak lo. Ternyata lo anak mami juga ya, belum pulang dari sekolah sampek malem langsung di hajar telponan kayak gitu. Hahaha.....Lagaknya kalau di sekolah aja sok Cool." Zira tertawa keras membayangkan bagaimana jika pria disampingnya ini manja. Pasti sangat lucu dan menggemaskan.

"Elahh...pakek ngeledekin gue lagi. Lo juga sama kan ? Pasti itu juga telpon dari nyokap sama bokap lo. Duhh dedek Zira belum pulang ya. Nanti kalau pulang malem malem dicariin mama. Hahahahahaha." Ledek Afkar seraya tertawa keras. Namun berbanding terbalik dengan gadis disampingnya. Zira tampak terdiam dan tertegun mendengar ledekan Afkar. Rasanya Mama dan Papanya itu tidak akan mungkin mengkhawatirkannya hingga menelfon beberapa kali. Panggilan masuk beberapa kali itu hanya dari telfon rumah. Yang tandanya kini yang sedang khawatir adalah Bik Imah, pembantu rumahnya.

"Eh kok diem. Engg, omongan gue ada yang salah ya ? Yah jangan ngambek dong." Ucap Afkar kala sadar Zira yang telah tertegun itu.

"Apaan enggak kok. Huh, nyebelin lo. Udah yuk mending kita cari taksi terus pulang. Entar gue ditodong lagi sama bokap nyokap lo." Ajak Zira sembari menggandeng tangan Afkar. Tanpa Zira sadari, kala pergerakan tangannya itu menyentuh tangan Afkar, ada rasa aneh yang menjalar dihatinya. Hatinya sedikit menggelitik ketika gadis penyuka kartun Batman itu menggandeng tangannya.

***

Hingga akhirnya, keduanya telah sampai pada jalan raya. Dengan bosan, Zira terduduk pada trotoar menunggu Taksi lewat. Ia menopangkan dagunnya sembari menatap lurus ke depan. Hening, itulah suasana yang kini menguasai mereka berdua. Baik Afkar maupun Zira tak ada yang bersuara.

"Tumben diem." Ucap Afkar yang memuali pembicaraan. Laki laki itu terlihat memilih duduk disamping Zira.

"Makasih buat hari ini, ya." Penuturan Zira membuat Afkar mengernyitkan dahinya bingung.

"Makasih buat apa ?"

"Makasih udah buat gue seneng." Zira menegakkan tubuhnya menatap Afkar seraya tersenyum manis madu.

Afkar hanya membalas ucapan Zira dengan senyuman juga. Hingga akhirnya sebuah mobil sport berwarna merah berhenti dihadapan mereka. Zira mengerutkan dahinya bingung kala dari dalam mobil tersebut muncu seorang laki laki tampan dengan raut wajah cemas bukan main.

"Lo dari mana aja sih. Kenapa pulang sekolah gak langsung pulang ?! Bunda aama Ayah khawatir sama lo."

Ya, pria dengan balutan kemeja biru itu adalah Akhdan. Setelah berkeliling jakarta mencari sang adik, akhirnya tak sengaja saat ia telah frustasi mencari Afkar, matanya mengarah pada sosok pemuda dengan balutan seragam terduduk di pinggir trotoar bersama seorang perempuan. Ah iya, Akhdan sampai lupa bahwa memang tadi adiknya itu sedang bersama seorang perempuan. Ia pun mengedarkan pandangannya pada gadis disampingnya yang sedang mematung.

BetweenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang